Jalan hidup setiap orang unik sekaligus inspiratif
DAELPOS.com – Kalimat di atas bisa mewakili karier politik Bambang Soesatyo, kerap dipanggil Bamsoet, yang kini duduk di kursi MPR RI periode 2019-2024 untuk menggantikan politisi Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan.
Pria kelahiran Jakarta 10 September 1962 ini menyingkirkan 10 kandidat pimpinan MPR RI yang diumumkan pada rapat paripurna pemilihan pimpinan MPR RI pada Kamis malam (03/10/2019). Mereka adalah Ahmad Basarah dari Fraksi PDI Perjuangan, Bambang Soesatyo (Fraksi Partai Golkar), Ahmad Muzani (Fraksi Partai Gerindra), Lestari Moerdijat (Fraksi Partai NasDem), Jazilul Fawaid (Fraksi PKB), Syarif Hasan (Fraksi Partai Demokrat), Zulkifli Hasan (Fraksi PAN), Arsul Sani (Fraksi PPP), serta Fadel Muhammad (Kelompok DPD RI).
Awalnya Partai Gerindra mempertahankan Ahmad Muzani sebagai calonnya, tapi akhirnya merelakan Bamsoet setelah melalui tahapan lobi yang kuat. Sidang Paripurna MPR pada Kamis malam memutuskan Bamsoet menjadi Ketua MPR RI periode 2019-2024. Pemilihan Bamsoet itu dilakukan secara aklamasi.
MPR zaman now bukan lagi lembaga tertinggi negara yang memiliki kewenangan mengangkat dan memberhentikan presiden sebagai mandataris MPR, namun posisi Ketua MPR masih sangat strategis.
Kewenangannya saat ini di antaranya melantik presiden dan/atau wakil presiden hasil Pemilu, mengubah dan menetapkan perubahan UUD 1945, dan melantik wakil presiden menjadi presiden apabila presiden menjabat mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melaksanakan kewajibannya sampai masa jabatannya selesai.
Sebelum pemilihan, Bambang sudah mengantongi dukungan dari delapan fraksi di DPR dan unsur kelompok DPD. Dalam pidato perdananya sebagai Ketua MPR, Bambang mengajak agar semua pihak menjadikan MPR sebagai rumah kebangsaan. Menurut dia, MPR harus menjadi wadah membicarakan persoalan strategis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Nama Bamsoet di Golkar mungkin belum seharum atau selegenda seniornya, Akbar Tandjung atau bahkan Abu Rizal “Ical” Bakrie sekali pun. Namun, ada satu hal yang membuat nama Bamsoet melebihi keduanya, khususnya di parlemen pasca reformasi.
Dia adalah sosok yang pernah menjabat sebagai Ketua DPR dan MPR. Akbar, memang pernah menjabat Ketua DPR periode 1999-2004. Tapi di MPR, dia hanya pernah jadi wakil ketua (1997-1998).
Sedangkan Ical, lebih banyak bergelut di dunia bisnis dengan bendera Bakrie. Maka, bisa dibilang perjalanan Bamsoet di parlemen lebih khatam ketimbang dua seniornya itu.
Bamsoet duduk pertama kali di DPR pada 2009. Itu pun, setelah beberapa kali gagal. Pada 2009, ia duduk di DPR untuk komisi III, dengan lingkup tugas di bidang hukum, hak asasi manusia, dan keamanan. Nama Bamsoet lantas jadi populer setelah menginisiasi hak angket kasus Bank Century.
Ia, bersama delapan anggota lainnya, seperti Maruarar Sirait (PDIP), Muzani (Gerindra), Andi Rahmat (PKS), Lili Wahid (PKB), M. Misbakhun (PKS), hingga Akbar Faisal (Hanura), saat itu, paling getol meminta pertanggungjawaban pemerintah soal kebijakan pemberian dana talangan (bail out) Bank Century.
Bamsoet yang pernah menjabat sebagai Ketua DPR sejak 15 Januari 2018 hingga 30 September 2019 itu dikenal sebagai sosok politikus, pengusaha dan mantan wartawan. Sejak muda, Bambang dikenal aktif di berbagai organisasi, baik organisasi kemahasiswaan, bisnis hingga politik.
Kariernya di Partai Golkar dimulai dengan menjadi Pengurus Pusat GM Kosgoro pada 1995. Kariernya terus menanjak hingga kemudian menjabat Wakil Bendahara Umum DPP Partai Golkar pada 2009. Ia kemudian terpilih menjadi anggota DPR dari Partai Golkar tiga periode, yakni pada 2009-2014, 2014-2019 dan 2019-2024.
Sebelum menjadi Ketua DPR untuk menggantikan Setya Novanto yang terjerat kasus korupsi e-KTP, Bamsoet adalah anggota Komisi III DPR. Dalam kepemimpinan Fraksi Golkar Setya Novanto, Bamsoet didapuk menjadi Ketua Komisi III DPR yang membidangi persoalan hukum.
Suami Lenny Srimulyani ini sangat “concern” terhadap persoalan-persoalan hukum. Bahkan, ayah dari delapan orang anak ini menjadi salah satu dari 9 orang anggota DPR RI yang membentuk Panitia Khusus Hak Angket Bank Century.
Bamsoet dikenal kritis mengingat pernah menjadi seorang jurnalis. Ia pun kritis dalam menyampaikan pandangannya tentang Aliran Dana Lembaga Penjamin Simpanan pada Bank Century.
Bamsoet yang besar dari keluarga tentara ini menyelesaikan pendidikan dasar dan tinggi di Ibu Kota Jakarta. Ia tercatat sebagai siswa SMA Negeri 14, Kramatjati, Jakarta Timur. Pada umur 19 tahun, Bambang masuk Akademi Accounting Jayabaya, Jakarta.
Kemudian dia mengambil S1 di Sekolah Tinggi Ekonomi Indonesia, Jakarta. Sementara S2-nya, dia selesaikan di IM Newport Indonesia, Amerika. Sejak mahasiswa, Bambang terlibat aktif di berbagai organisasi. Seperti menjadi Ketua Umum Senat Mahasiswa Akademi Akuntansi Jayabaya, Ketua Umum Badan Perwakilan Mahasiswa, Pemred Majalah Universitas Jayabaya, dan Ketua Umum Ikatan Mahasiswa Perguruan Tinggi Swasta se-Indonesia.
Bambang Soesatyo juga pernah menjadi Pimpinan Umum Majalah HMI Cabang Jakarta, Wakil Sekretaris Koordinasi Komisariat HMI Universitas Jayabaya, Wakil Sekjen PB HMI, Ikatan Pers Mahasiswa, serta Ketua Umum Organisasi Mahasiswa Mapussy Indonesia.
Karier profesionalnya sebagai wartawan dimulai pada umur 23 tahun. Bambang adalah wartawan Harian Umum Prioritas pada tahun 1985 lalu pindah ke Majalah Vista. Kariernya menaik menjadi pemimpin redaksi majalah Info Bisnis pada usia 29 tahun pada tahun 1991.
Delapan tahun kemudian, dia sebagai komisaris PT Suara Irama Indah. Puncaknya, pada tahun 2004, Bambang menjadi Direktur PT Suara Rakyat Membangun sekaligus sebagai Pemimpin Redaksi Suara Karya. Kariernya terus merangkak. Pada tahun 2006, Bambang menjabat sebagai Direktur Independen PT SIMA Tbk, dan setahun kemudian menjadi direktur Kodeco Timber.