DAELPOS.com – Jelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak di 270 daerah di Indonesia, pemikiran kaum muda dan tokoh masyarakat harus disuarakan. Selain itu, daerah juga harus bersiap pasca-putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bahwa pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, Anggota DPR RI, dan Anggota DPD RI tidak dipisah.
“Perlu disiapkan. Karena berdasar putusan MK, Pilpres, Pemilihan Anggota DPR, DPD, menjadi satu. Bagaimana keputusan politik yang dipilih oleh mahasiswa ini, bagaimana keterwakilan dari masing-masing daerah itu, apakah jadi satu waktu dan tempat untuk pemilihan itu,” kata Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin saat menghadiri Seminar Nasional “Revitalisasi Pancasila Dalam Penyelesaian Kasus Korupsi dan Pelanggaran HAM di Indonesia pada Era Post Truth” di Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe, Aceh, Rabu (4/3/2020).
Putusan yang dimaksud adalah uji materi tentang keserentakan pemilu yang diatur Pasal 167 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan Pasal 201 Ayat 7 UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Putusan uji materi yang dimohonkan Perludem itu dibacakan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, Rabu (22/2) lalu dalam persidangan di gedung MK, Jakarta.
“Kita telah jadikan pembelajaran pada 2019 lalu bahwa pilpres, DPR, dan DPRD menjadi satu. Nah, persoalan rintang geografis, ini harus dipertimbangkan,” ungkap Azis. Masyarakat Aceh khususnya Lhokseumawe, tentu bisa menyuarakan masukan-masukannya. Dia menjelaskan, masukan-masukan itu tentu akan dipertimbangkan DPR dan pemerintah dalam pengambilan keputusan politik nanti.
Azis mencontohkan, apakah pemilu nanti akan tetap menganut asas dan tata cara seperti yang ada sekarang ini atau dalam bentuk distrik dan sebagainya. Menurut dia, persoalan ini harus disuarakan. Mengingat rentang wilayah Sumatera dan Jawa tentu berbeda. Sementara, jumlah penduduk di Jawa dan Sumatera juga jauh berbeda. Penduduk Pulau Jawa jauh lebih banyak dibanding Sumatera, Papua, dan sebagainya.
Dari sisi representasi berdasar one man on vote atau jumlah penduduk dan tidak berdasarkan jumlah luasan wilayah maupun rentang geografis. Misalnya, satu daerah pemilihan di Aceh, bisa sampai delapan kabupaten. Hal ini menyulitkan calon untuk berkeliling ke seluruh kabupaten dan desa yang begitu banyak. Apalagi letak geografisnya sangat luas.
Di Provinsi Lampung ada 15 kabupaten/kota. Jarak tempuh antar-kabupaten bisa empat hingga lima jam. Kondisi ini berbeda bila dibandingkan kabupaten di Pulau Jawa, seperti Tegal dan Purworejo, yang rentang geografisnya tidak terlalu jauh, tetapi jumlah penduduknya banyak. Menurut dia, kondisi ini memengaruhi kursi dan pengambilan keputusan, karena pemilu di Indonesia menganut sistem one man one vote.
“Jadi (seharusnya) tidak hanya bisa merepresentasikan penduduk, tetapi juga harus bisa merepresentasikan rentang geografis,” ungkapnya. Sementara soal presidential threshold maupun parliamentary threshold masih akan dibahas di DPR. Lebih jauh Azis menuturkan bahwa dalam mencapai itu semua, diperlukan penguatan hukum. Selain itu diperlukan pula struktur aparatur penegak hukum. Menurut dia, harus dilihat juga apakah proses hukum yang dilakukan para penegak hukum, sudah memenuhi rasa keadilan masyarakat.
“Ini menjadi koreksi. Tentu masukan dari diskusi ini menjadi bahan DPR untuk dibahas dan menentukan kebijakan dalam membuat undang-undang atau regulasi bersama pemerintah, yang berlaku menyeluruh,” jelas dia. Dalam proses pembangunan hukum, harus dilakukan perubahan, mengikuti perkembangan zaman, demografi, dan geografis.
“Ini kita lihat sebagai konsekuensi pemekaran wilayah kabupaten/kota, provinsi yang akan menimbulkan konsekuensi dalam struktur penegak hukum, begitu juga dalam hal aplikasi aturan yang telah dibuat baik oleh pemerintah dan DPR,” ujarnya.