Oleh : Turunan Golu A. Ingwer
DAELPOS.com – Apakah uang berlimpah menjadi faktor utama utk bisa nembus Senayan? Bisa jadi, ya…
Namun, itu tdk berlaku bagi Masinton Pasaribu. Ia merupakan contoh paling otentik dari seorang politisi yg berangkat dari nol.
Lahir di Tapanuli Tengah, pada 11 Feb 1971, dari keluarga yg amat sederhana.
Saking beratnya kehidupan di kampung, ayahnya memutuskan utk merantau di Belawan-Medan. Saat itu, Masinton berumur 3 tahun.
Masinton bertumbuh dalam kerasnya kehidupan. Orangtuanya banting tulang utk mencari sumber2 kehidupan. Menjadi buruh harian lepas di sekitar Pelabuhan Belawan. Mocok-mocok, istilah orang Medan.
Sambil sekolah, Masinton curi kesempatan utk membantu orang tuanya.
“Yah, nguli-lah,” kenang Masinton.
Apa saja kerja yg bisa menghasilkan uang, ia kerjakan. Mulai dari bantu2 tukang kayu; bongkar-muat barang di pelabuhan; sekuriti kapal; kernet truk; hingga ngitung–tally–barang yg ke luar-masuk.
Darah perlawanannya mulai menyala, setelah ia di-PHK sebagai buruh salah pabrik di sekitar Mabar-Medan.
“Saya saksi hidup, betapa buruh pada era Orde Baru dalam situasi tertindas hak2nya dan penuh tekanan,” ungkapnya.
Ia pun ikut dalam sejumlah demostransi buruh.
Makanya, tak heran, ia masih mengenal tokoh buruh Amosi Telaumbanua atau Muchtar Pakpahan, yg pernah ditangkap pada aksi buruh April 1994.
Sekitar 1993 akhir, Masinton hijrah ke Jakarta. Menjajal nyali dan tenaga di sekitar Tanah Abang Jakarta Barat. Bertarung dalam kehidupan yg amat keras. Maklum, daerah itu dikenal sbg sarang preman2 besar Jakarta.
Meski pontang-panting cari uang, ia tetap terpikir utk bisa meningkatkan taraf pendidikan formalnya. Dia pun kuliah di Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Jakarta–tamat 2003.
Hidup sebagai orang lapangan, membangun semangat solidaritasnya sesama orang pinggiran. Sempat mengorganisir ribuan tukang becak di Jakarta, ketika hendak digusur ketika itu.
Interaksinya dgn PDI Perjuangan tumbuh saat terjadi pergolakan politik pada 1996–pascapenumbangan Ibu Megawati Soekarnoputri sbg Ketum PDI.
Kala itu, ia bbrp kali nimbrung dalam aksi solidaritas di Jalan Diponegoro 58 Menteng Jkt.
Aktivitas politiknya semakin meningkat ketika gelombang aksi reformasi pada 1998. Ketika itu, ia jadi pentolan Front Aksi Mahasiswa utk Reformasi dan Demokrasi (Famred).
Setelah itu, dia aktif di Front Perjuangan Pemuda Indonesia (FPPI).
Pada akhir 2004, ia bersama Budiman Sudjatmiko, Beathor Suryadi dkk, mendirikan Relawan Perjuangan Demokrasi (Repdem)–organisasi sayap PDI Perjuangan.
Dari organisasi inilah, ia dapat mengakses sejumlah elit politik PDI Perjuangan, di antaranya (alm.) Taufik Kiemas (TK). Jejaring pun semakin berkembang.
“TK-lah yg mendorong saya utk ‘latihan’ sbg Calon Anggota DPR RI Dapil Jakarta III pada Pileg 2009. Dia guru politik dan sahabat terbaik kami,” ungkap Masinton.
Pada Pileg 2014, ia “tanding sungguhan” di Dapil Jakarta II. Logistiknya sgt minim. Tak ada pilihan, ia pun kerja keras sekeras-kerasnya. Turun ke lapangan.
Sebagai orang yg kenyang pengalaman lapangan, ia tdk sulit berinteraksi dgn rakyat kelas bawah.
Ia juga tertolong pengalamannya memenangkan Jokowi sbg Gubernur DKI Jakarta pada 2012.
Jejaring yg ada ketika perhelatan Pilgub DKI, dikelolanya.
Ia pun ketiban nasib baik. PDI Perjuangan dapat dua kursi di Dapil tsb. Meski ia hanya meraup 30.989 suara, ia berada di rangking 2. Jadilah dia sbg Anggota DPR/MPR RI.
Pada periode pertama, Masinton berkiprah di Komisi III. Kehadirannya begitu menggetarkan. Dikenal sbg salah seorang “Singa Senayan”. KPK pun dihajarnya. Jago debat pula. Popularitasnya meningkat tajam.
Nah, meski sdh kesohor sbg pejabat negara, ia tetap rajin berinteraksi dgn konstituennya. Turun dan berkomunikasi dgn rakyat.
Karenanya, pertarungan pada Pileg 2019, lebih lempang buatnya. Apalagi logistik semakin mumpuni. Suaranya berlipat hingga 160% dari sebelumnya.
- Begitulah kehidupan. Tidak bisa diprediksi. Sesuatu bisa terjadi di luar nalar manusia. Usaha keras, jejaring dan garis tangan.
Kisah inspiratif ini dibuat utk siapa saja. Jangan menilai orang dari keadaannya sekarang ini.
Bahwa setiap orang punya masa depannya sendiri. Jatuh bangun itu biasa.
Bahwa setiap orang berhak utk sebuah harapan.
Bahwa kita bisa merancang apapun, tapi tak punya kuasa mendikte masa depan kita.
So, jalani hidup sebaik2nya dan (bila perlu) sekeras2nya…
Namun, jangan lupa menikmati hidup di level mana bisa digapai.
Pada akhirnya, dibutuhkan keikhlasan [RED]