DAELPOS.com – Sudah 17 (tujuh belas) tahun, Balai Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) menjalankan tugas konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya di Kawasan hutan Gunung Ciremai yang terletak di Kabupaten Kuningan dan Majalengka, Provinsi Jawa Barat.
Dengan mengutamakan prinsip pengelolaan kawasan taman nasional yang mensinergikan kelola ekologi, ekonomi dan sosial budaya, Balai TNGC terus berupaya menjaga kelestarian hutan dengan tetap mengusung kedaulatan rakyat, sehingga pengelolaan TNGC dapat menjadi sumber kekuatan bagi masyarakat sekitar.
“Dalam menjalankan amanahnya untuk menjaga kelestarian kawasan TNGC, Balai TNGC tidak hanya mengutamakan perlindungan dan pengamanan kawasan, namun juga memperhatikan kelola kondisi ekonomi, dan sosial budaya yang ada disekitarnya menjadi tiga pilar kekuatan pengelolaan,” ujar Teguh Setiawan, Kepala Balai TNGC dalam Media Trip yang diadakan di Kantor Balai TNGC, Kuningan, (24/2/2022).
Hal ini sejalan dengan salah satu isu yang akan dikawal oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam G20 tahun 2022, yaitu supporting more sustainable recovery. Yaitu mendukung pemulihan yang berkelanjutan dengan mensinergikan pemulihan pada sektor ekonomi, sosial juga lingkungan pasca pandemi COVID 19.
Perlindungan lingkungan salah satunya dilakukan dengan menjaga kawasan dari kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Balai TNGC bekersama dengan para mitra dan juga masyarakat terus melakukan upaya pengendalian karhutla melalui beberapa kegiatan, seperti Patroli Fire Care Camp bersama para mitra dan masyarakat, pemeliharaan sekat bakar, pemadaman dan pengadaan sarana prasarana pengendalian karhutla.
“Panjang sekat bakar yang dibuat pada tahun 2021 mencapai 28,8 km. Untuk kegiatan pengamanan dan perlindungan kawasan dari areal terbakar pada tahun 2021 mencapai luasan 0,0375 ha lebih rendah dari tahun 2020 yang mencapai luasan 27,79 ha, karena lebih sedikit kejadian karhutla di TNGC,” jelas Teguh.
Untuk membantu pertanian masyarakat, Balai TNCG telah melakukan pengawetan plasma nutfah dengan menghasilkan 3 mikroba berguna yang siap diperbanyak dan dimanfaatkan oleh petani sekitar kawasan agar dapat meningkatkan produktivitas pertanian.
Ekosistem kawasan TNGC berdasarkan Nilai Indeks Keanekaragaman Hayati (H’) hasil Inventarisasi Potensi Kawasan pada tahun 2021 bernilai >3, sehingga termasuk kategori “Tinggi”. Kondisi ini menujukan kualitas ekosistem yang stabil dan mantap. Kualitas ekosistem yang baik ini tentu memberikan dampak bagi perkembangan populasi spesies kunci (key spesies) TNGC.
“Pada tahun 2021, untuk Macan Tutul (Pantera pardus) perkiraan jumlah populasi sebanyak 1-4 ekor, untuk Elang Jawa (Nisaetus bartelzi) berjumlah 32 ekor dengan 10 site monitoring dan Surili (Presbytis comata) berjumlah 105 ekor dari 14 site monitoring. Berdasarkan hasil analisa Citra Landsat tahun 2021, tutupan lahan hutan di kawasan TNGC pun mencapai 80%, mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan tahun 2015 yang mencapai 76%,” jelas Teguh.
Ekosistem yang stabil dan mantap di TNGC menjadi berkah bagi masyarakat sekitar. Sebanyak 29 kelompok dalam bentuk badan usaha koperasi pengelola wisata alam yang terdiri dari 16 kelompok lingkup Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) Wilayah I Kuningan dan 13 kelompok lingkup SPTN Wilayah II Majalengka, telah memiliki Ijin Usaha Penyediaan Jasa Wisata Alam (IUPJWA).
Selanjutnya sampai dengan tahun 2021, jumlah kelompok masyarakat yang telah diberikan bantuan usaha ekonomi produktif sebanyak 76 kelompok dari 38 desa dengan total nilai Rp 2.375.000.000,- (Dua milyar tiga ratus tujuh puluh lima juta rupiah). Pada tahun 2021, Balai TNGC memfasilitasi 22 kelompok dari 19 desa dengan jumlah biaya mencapai Rp 600.000.000,- (enam ratus juta rupiah) yang langsung ditransfer melalui rekening kelompok masyarakat yang meliputi kegiatan pengembangan wisata alam, pengendalian kebakaran hutan dan penanganan kotoran hewan.
Dalam Media Trip Balai TNGC kali ini, sebanyak 11 (sebelas) orang wartawan media lingkup Cirebon, Majalengka dan Kuningan dan mitra masyarakat juga diajak menuju Blok Bintangot yang akan dijadikan lokasi Pelepasliaran Macan Tutul Betina bernama Rasi pada bulan Maret nanti. Pelepasliaran ini akan menambah satwa macan tutul di kawasan TNGC. Rasi si macan tutul betina diharapkan dapat bertemu dengan Macan Tutul Jantan bernama Slamet yang sudah ada di dalam kawasan TNGC untuk kemudian dapat berkembang biak.
“Balai TNGC terus melakukan sosialisasi kepada para pihak terkait pelepasliaran ini, agar masyarakat sekitar dapat mengerti dan tidak melakukan penolakan atas pelepasliaran macan tutul di kawasan TNGC,” pungkas Teguh.
Kawasan hutan Gunung Ciremai (Balai TNGC) ditunjuk menjadi kawasan taman nasional oleh Menteri Kehutanan berdasarkan Surat Keputusan Nomor 424/Menhut-II/2004 tanggal 19 Oktober 2004 dengan luasan 15.500 ha dan ditetapkan oleh Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor SK. 3684/Menhut- VII/KUH/2014 tanggal 8 Mei 2014 tentang Penetapan Kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai seluas ± 14.841,3 ha yang terletak di Kabupaten Kuningan dan Majalengka, Provinsi Jawa Barat.(*)