DAELPOS.com – Kelangkaan minyak goreng sudah berjalan 3 bulan lebih. Awal Febuari sampai pertengahan Maret minyak goreng susah dicari. Toko ritel modern dan pasar rakyat tidak ada stok minyak goreng, sampai membuat antrian mak-mak di pelosok desa dan pesisir.
Keluhan diterima oleh Ketua Bidang Tani dan Nelayan DPP PKS Riyono saat berdialog dengan mak-mak yang juga petani di Kelurahan Kauman, Kecamatan Comal, Kabupaten Pemalang.
“Pak dewan, kenapa minyak goreng langka? Katanya Indonesia produsen sawit terbesar di dunia? Gimana pak dewan, rakyat kok semakin susah,” papar salah satu mak-mak.
“Betul Bu, migor langka dan rakyat antri dimana – mana, kelangkaan ini terjadi karena tata kelola dan keseriusan pemerintah dalam mengatur migor lemah serta tekanan pengusaha. Subsidi 3.1 T untuk menekan harga di angka 14 ribu ternyata tidak mampu berikan solusi kepada rakyat,” jawab Riyono.
Kondisi langkanya migor sudah membuat petani dan nelayan di pesisir semakin susah dalam memenuhi kehidupan sehari-hari.
Pasca pemerintah “menyerah” dengan pengusaha untuk menyediakan migor bagi rakyat akhirnya per 16 Maret 2022 migor mengikuti harga pasar. Harga per liter menjadi 23.900. Naik 80% dari harga awal yang hanya 14.000, ini sungguh menyusahkan rakyat, khususnya petani dan nelayan.
“Ini negara kok bikin rakyat semakin susah, ngurus minyak goreng saja gak bisa? Masak mau minta perpanjangan menjabat? Harusnya tau diri dan minta maaf kepada rakyat,” tanya Riyono.
Kenaikan harga migor ini berpotensi menambah rakyat miskin semakim miskin, ada 11.3 juta rakyat miskin ekstrim di 114 Kabupaten kota yang mereka 60% adalah berprofesi sebagai petani dan nelayan. Belum selesai pandemi, negara bikin “pandemi” baru berupa meroketnya harga migor.
“Migor adalah kebutuhan harian keluarga petani dan nelayan, kalau susah dan sekarang ada barangnya harga mahal, rakyat tidak mampu membeli. Trus dimana kehadiran negara?” tutup Riyono.