Indonesia Menjadi Role Model Ketahanan Iklim Berbasis Masyarakat

Monday, 27 November 2023

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

DAELPOS.com – Pertemuan 10th Facilitative Working Group (10th FWG) Local Communities and Indigenous People Platform (LCIPP) Road to UNFCCC COP28 dilaksanakan pada tanggal 25 – 28 November 2023 di Dubai. Pada kesempatan tersebut Indonesia disebut sebagai role model ketahanan iklim berbasis masyarakat khususnya masyarakat adat oleh Pirawan Wongnithisathaporn, Programme Office Asia Indigenous Peoples Pact (AIPP) Foundation Thailand, (7/11/2023).

Pada pertemuan yang dihadiri oleh perwakilan 14 regional masyarakat Adat dunia, Indonesia yang merupakan bagian dari UN Regional Group Asia-Pacific, diwakili oleh Bambang Supriyanto, Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan, yang menyampaikan rekomendasi mengenai perkembangan pengakuan Masyarakat Hukum Adat dan program Perhutanan Sosial, serta kolaborasi multi pihak dalam upaya pemberdayaan berbasis kaarifan lokal untuk kelestarian hutan dan alternatif penghidupan.

Bambang menyampaikan bahwa Indonesia merupakan negara kaya yang memiliki 1.128 etnis, 718 bahasa yang tersebar di 76.655 desa di nusantara, yang menjadi modal dalam pembangunan negara melalui semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”. Hal ini diperkuat dengan aturan yang disebutkan pada Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, dimana disebutkan keberadaan Masyarakat Hukum Adat beserta wilayahnya diakui oleh negara dan ditetapkan melalui peraturan daerah.

Sementara itu lanjutnya, masyarakat yang bukan dikategorikan sebagai Masyarakat Hukum Adat, diakui sebagai local communities. Keberadaaan local communities ini mendapatkan pengakuan melalui Program Perhutanan Sosial yang bertujuan memberikan akses kelola hutan kepada masyarakat yang tinggal di kawasan hutan dan juga upaya pengentasan kemiskinan.

Bambang pun menyampaikan bahwa sejak tahun 2016 hingga 2023, Pemerintah Indonesia telah menetapkan 131 SK Hutan Adat yang tersebar di 18 provinsi dan 40 kabupaten dengan total luas sekitar 244.195 hektar dan melibatkan 76.079 kepala keluarga. Adapun pada tahun 2023, terdapat tambahan 23 Hutan Adat dengan luas 90.873 hektar, dengan luas indikatif Hutan Adat seluas 836.141 hektar yang tersebar di 16 provinsi.

See also  Istana: Tak Ada Penetapan Status Darurat Sipil untuk Papua

Atas pemaparan tersebut, Programme Office Asia Indigenous Peoples Pact (AIPP) Foundation Thailand, Mr. Pirawan Wongnithisathaporn memuji dan mengapresiasi apa yang sudah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia.

“Beruntung Indonesia mempunyai pemerintah yang aktif dalam pengakuan Adat, berbeda dengan negara Thailand. Oleh karena itu, Indonesia dapat menjadi role model bagi dunia internasional”, ujar Mr. Pirawan Wongnithisathaporn, Programme Office Asia Indigenous Peoples Pact (AIPP) Foundation Thailand.

Peningkatan jumlah dan luasan Hutan Adat di Indonesia dipengaruhi oleh kerja sama antara pusat dan daerah yang mendorong terbitnya peraturan daerah Masyarakat Hukum Adat dan pelaksanaan verifikasi lapangan oleh Tim Terpadu. Strategi ini menjadi terbosan penting, sehingga tidak diragukan lagi bahwa setiap tahun terjadi peningkatan pengakuan terhadap Masyarakat Hukum Adat dan luasan wilayah hidupnya.

Adapun target Perhutanan Sosial di Indonesia adalah 12,7 juta hektar, yang tersebar di ekosistem hutan pesisir, lahan gambut, dan hutan darat, dan hingga September 2023, Pemerintah telah berhasil mendistribusikan 9.642 unit Izin Perhutanan Sosial seluas ± 6,3 juta hektar yang tersebar di seluruh fungsi kawasan hutan yang dikelola oleh 1,3 juta kepala keluarga atau hampir 5 juta jiwa sebagai penerima manfaat.

Sementara itu pengelolaan hutan berbasis Perhutanan Sosial juga dilakukan di Nepal, hanya saja bedanya pemerintah selain memberikan akses untuk pengelolaan hutan negara juga memberikan pendampingan dan akses untuk pemodalan dan pasar. “Ini merupakan paket yang lengkap untuk produktivitas dan nilai tambah bagi alternatif penghidupan”, ujar Pema Wangmo LAMA, Programme Coordinator National Indigenous Women’s Federation (NIWF) Nepal.

Selanjutnya Bambang juga menekankan bahwa setelah penetapan Hutan Adat, pendampingan perlu dilakukan agar kearifan lokal dan pengetahuan tradisional dapat dipertahankan masyarakat adat melalui kerja kolaboratif multipihak yang didukung oleh APBN, APBD, dan dana multilateral serta filantropi.

See also  Diharapkan Pilkada Serentak 2020 Bisa Lahirkan Pemimpin Kuat yang Bisa Tangani Covid-19 dan Dampaknya

Kepedulian masyarakat umum diwujudkan dalam bentuk penguatan hutan adat melalui pendanaan filantropi yang dikoordinasikan oleh Badan Pengelolaan Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) yang telah menggalang pendanaan filantropi dari 4 (empat) insititusi internasional untuk mendukung 108 Masyarakat Adat. Adapun anggaran multipihak lainnya adalah pendanaan pengurangan emisi berbasis result based payment dari Green Climate Fund dan Norwegia.

Selain itu, pemerintah Indonesia juga menjalin kerjasama dengan lembaga internasional, yaitu: KfW dan juga Bank Dunia melalui proyek Forest Program di Sanggau Kalimantan Barat dan Proyek Penguatan Perhutanan Sosial di 4 (empat) provinsi dalam rangka meningkatkan kegiatan pendampingan multi-pihak, seperti: peningkatan kapasitas Masyarakat Setempat dan Masyarakat Adat, fasilitasi dan penguatan mata pencaharian, serta peningkatan pengelolaan hutan lestari.

Adapun perihal kontribusi Perhutanan Sosial untuk penurunan emisi disebutkan bahwa, “Kami menghitung tutupan hutan dari 4,06 juta hektar target Perhutanan Sosial Hutan dan Penggunaan Lahan Lainnya (FOLU) selama periode 2016 hingga 2021 dibandingkan dengan periode 2006 hingga 2015 sebagai FREL (tingkat emisi referensi hutan), implementasi Perhutanan Sosial dapat memberikan kontribusi sebesar 31,9 juta Ton CO2eq terhadap peningkatan cadangan karbon nasional untuk mencapai FOLU Net Sink”, ujar Bambang.

Pada kesimpulannya, Bambang menekankan peran masyarakat sangat penting dalam mitigasi perubahan iklim melalui program Perhutanan Sosial mengingat ketika masyarakat memiliki investasi sosial pada hutan yang diperuntukkan bagi masyarakat dan mendapatkan manfaat dari hutan tersebut, maka secara “otomatis” masyarakat akan menjaga kelestarian kawasan hutan mereka dan menjaga dari kebakaran hutan dan pembalakan liar.(*)

Berita Terkait

Mendes Yandri Ajak Muhammadiyah Bina Desa Sukseskan Kopdes Merah Putih
Menciptakan Kesejahteraan Rakyat, Wamen Viva Yoga Ingin Bambu Dibudidayakan di Kawasan Transmigrasi
Hasil Pengawasan Haji: Komite III DPD RI Usulkan Langkah Strategis
Tinjau Implementasi Program RB Tematik Ketahanan Pangan, Menteri PANRB: Ketahanan Pangan Penting Untuk Cegah Stunting
Dukung Kemajuan Sepak Bola Nasional, Kementerian PU Perkuat Sinergitas dengan PSSI
Menteri Rini Sampaikan Strategi Wujudkan Birokrasi Berkelas Dunia
Indonesia-Selandia Baru: Kolaborasi Ekonomi Hijau Menguat
Kemenpar Sasar Pasar MICE Tiongkok Lewat Business Matching

Berita Terkait

Friday, 11 July 2025 - 21:57 WIB

Mendes Yandri Ajak Muhammadiyah Bina Desa Sukseskan Kopdes Merah Putih

Tuesday, 8 July 2025 - 18:14 WIB

Menciptakan Kesejahteraan Rakyat, Wamen Viva Yoga Ingin Bambu Dibudidayakan di Kawasan Transmigrasi

Tuesday, 8 July 2025 - 09:28 WIB

Hasil Pengawasan Haji: Komite III DPD RI Usulkan Langkah Strategis

Thursday, 3 July 2025 - 18:35 WIB

Tinjau Implementasi Program RB Tematik Ketahanan Pangan, Menteri PANRB: Ketahanan Pangan Penting Untuk Cegah Stunting

Thursday, 3 July 2025 - 16:37 WIB

Dukung Kemajuan Sepak Bola Nasional, Kementerian PU Perkuat Sinergitas dengan PSSI

Berita Terbaru

Berita Utama

Menteri Rini Hadiri MPLS Sekolah Rakyat, Pastikan Pemenuhan Guru

Monday, 14 Jul 2025 - 19:24 WIB