DAELPOS.com – Keberadaan dan peran Badan Usaha Milik Negara (BUMN) benar-benar tengah mendapat sorotan besar publik belakangan ini. Perhatian ini bisa menjadi bukti betapa rakyat masih ‘menyayangi’ kehadiran BUMN yang sebagian memang perlu langkah-langkah penyehatan seperti restrukturisasi, penggabungan, tata-kelola lebih baik dan seterusnya. Karena itu, syukurlah langkah-langkah nyata pembenahan BUMN seperti terhadap Pertamina, Garuda, PLN dan lembaga perbankan dan BUMN lainnya patut kita berikan apresiasi serta sebaiknya terus dilanjutkan.
Yang jelas, di sisi lain, warga masyarakat juga menjadi makin mengerti betapa sangat strategis dan amat vitalnya keberadaan BUMN buat memperkuat perekonomian nasional. Dibandingkan sepak terjang kalangan swasta nasional menengah dan swasta besar, apalagi dengan kelompok perusahaan multinasional yang cukup banyak berbisnis di Indonesia, kita juga paham betapa tak mudah mengelola BUMN di tengah persaingan keras perebutan pangsa bisnis di Indonesia. Belum lagi tuntutan agar sejumlah BUMN mampu berekspansi dan bersaing di tingkat kawasan maupun global. Mengapa demikian? Sebab, pembeda utama dari tidak ringannya mengelola BUMN tidak lain karena institusi bisnis ini harus pula memikul tugas sosial publik (PSO).
Pastinya, betapa pun berat mengelola BUMN, tugas memberdayakan rakyat itu sebaiknya wajib ditunaikan secara optimal. Maksudnya, sejak level komisaris, direksi hingga karyawan BUMN kita percayai tetap mengingat tugas mulia tersebut. Sebab, tugas ini merupakan amanah Konstitusi UUD 1945 sebagai representasi kontribusi BUMN sekaligus bukti kehadiran negara di tengah berbagai masalah sosial-ekonomi yang dihadapi rakyat di seluruh wilayah Indonesia. Data di Kemendagri berdasarkan wilayah administrasi pemerintahan menyebutkan, di Indonesia terdiri dari 34 provinsi, 416 kabupaten, 98 kota, 7.094 kecamatan, 8.490 kelurahan serta 74.957 desa.
Terkait kehadiran negara hingga lapisan sosial paling bawah, ditandai dengan disahkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa di akhir pemerintahan Presiden SBY. Realisasi dari sejumlah amanah perundangan tersebut khususnya ditandai secara monumental dengan pembentukan sebuah nomenklatur baru bernama Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes-PDTT ) yang berhasil dieksekusi secara elegan oleh Kabinet Kerja semasa pemerintahan Presiden Joko Widodo. Penulis bersyukur dapat terlibat langsung-aktif ‘membidani’ kelahiran nomenklatur kementerian baru ini serta meletakkan sejumlah fondasi penting terkait tugas pokok dan fungsi serta beberapa keputusan menteri yang strategis.
Boleh dicatat, menjelang diundangkannya UU Desa saat itu bahkan ada pernyataan sikap sebanyak 42 LSM, antara lain Ecosoc Right, Pusat Studi Pembangunan Pedesaan IPB, Lembaga Studi Desa dan lain-lain yang menegaskan: Sekarang terbit babak baru memperkuat desa sebagai prioritas, sesuai cita-cita yang diharapkan Pemerintahan Joko Widodo dengan paradigma membangun Indonesia dari bawah dan fokus memberdayakan masyarakat perdesaan. Pengakuan terhadap desa dengan kelahiran UU Desa dan nomenklatur baru Kemendes-PDTT sebagai kementerian tersendiri–menurut kalangan LSM tersebut–merupakan sebuah capaian besar dalam konteks proses berbangsa dan kenegaraan Indonesia. Juga memberikan arah yang benar bagi proses pembangunan di Indonesia dan menjadi harapan besar bagi masyarakat desa.
Perlu diingatkan, Undang-Undang Desa adalah seperangkat aturan mengenai penyelenggaran pemerintah desa yang terus berkembang secara positif, perlu dilindungi dan diberdayakan agar menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yang kuat dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera.
Sejumlah asas strategis Undang-Undang ini mencakup mengenai asas rekognisi, subsidiaritas, keberagaman, kebersamaan, kegotongroyongan, kekeluargaan, musyawarah, demokrasi, kemandirian, partisipasi, kesetaraan, pemberdayaan dan keberlanjutan.
Selain itu, UU Desa bermuatan lengkap menyangkut materi Pengaturan, Kedudukan dan Jenis Desa, Penataan Desa, Kewenangan Desa, Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, Hak dan Kewajiban Desa dan Masyarakat Desa, Peraturan Desa, Keuangan Desa dan Aset Desa, Pembangunan Desa dan Pembangunan Kawasan Perdesaan, Badan Usaha Milik Desa, Kerja Sama Desa, Lembaga Kemasyarakatan Desa dan Lembaga Adat Desa, serta Pembinaan dan Pengawasan.
Alokasi Anggaran
Salah satu poin yang paling krusial dan spektakuler, adalah terkait alokasi anggaran untuk desa, di dalam penjelasan Pasal 72 Ayat 2 tentang Keuangan Desa. Khususnya terkait jumlah alokasi anggaran yang langsung ke desa, ditetapkan sebesar 10 persen dari dan di luar dana transfer daerah. Kemudian dipertimbangkan juga tentang jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, kesulitan geografi. Hal ini dalam rangka meningkatkan ekonomi masyarakat desa, karena diperkirakan setiap desa akan mendapatkan dana sekitar Rp 1,4 miliar berdasarkan perhitungan dalam penjelasan UU Desa yaitu, 10 persen dari dan transfer daerah menurut APBN untuk perangkat desa, ditambah dengan dana dari APBD sebesar 10 persen juga. Artinya, total dana untuk desa dapat mencapai ratusan triliun rupiah yang akan dibagi ke 74 ribu lebih desa se Indonesia.
Dalam konteks pemanfaatan dana untuk desa itu diatur dengan Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari APBN, penulis sudah mencanangkan sejumlah program dan mengimplementasikan di lapangan. Misalnya, program terwujudnya pendamping desa dalam rangka pengawasan dan pengawalan dana desa, serta mendampingi aparatur desa dalam menyususan program-program desa, berikut penguatan dan peningkatan kapasitasnya, beberapa pembangunan infrastruktur perdesaan, pengembangan ekonomi desa, pelestarian lingkungan, BUMDES, Desa Wisata, Desa Pintar, Program One Village One Product (OVOP), Desa Maritim, hingga membangun di daerah pinggiran, perbatasan dan pulau-pulau terluar.
Termasuk pengembangan pertanian yang berbentuk pembuatan irigasi desa sekunder dan tertier, serta menciptakan pelaku-pelaku baru UMKM melalui serangkaian gelar pameran produk kerajinan, perdagangan, industri rumah tangga, budidaya perikanan, dan peternakan.
Terimplementasi juga mewujudkan program Cash for Work, pengembangan kebudayaan desa, digitalisasi desa dengan tiap desa memiliki website, menghidupkan pasar-pasar desa, koperasi desa, mengintegrasikan sektor pendidikan dan kesehatan seperti program pengurangan stunting.
Terealisasi pula program-program elektrifikasi atau listrik masuk desa, menggalakkan atau menumbuhkan wirausaha-wirausaha perintis di desa, mengupayakan sumber energi terbarukan dan masih banyak lagi perwujudan program yang mampu menggerakkan roda perputaran ekonomi produktif di ribuan desa seluruh Tanah Air. Bahkan sesekali kami di sejumlah desa menggelar festival kesenian buat menggembirakan dan menyemangati rakyat desa dengan mendatangkan beberapa artis-musisi nasional. Sektor olah raga seperti sepakbola yang sangat digemari rakyat pedesaan, termasuk kami dorong buat dihidupkan lagi dengan memperbaiki lapangan-lapangannya.
Terkait perhatian kepada masyarakat adat, terlaksana juga mengenai pengelolaan dan memberdayakan khususnya di lingkungan hukum adat di sejumlah kawasan. Termasuk di sini alokasi dari pemanfaatan kebijakan pemerintah terutama menyangkut cakupan realisasi dari sebagian target reforma agraria.
Agak disayangkan, para pemangku kepentingan di kementerian atau lembaga kurang mengoptimalkan pengembangan sejumlah legacy penting dan strategis tersebut. Jalan terjal penuh rambu-ranjau sudah kami jalani dan benahi, seharusnya mudah buat melanjutkan secara inovatif. Yang terjadi misalnya, malah muncul peraturan yang membolehkan mini-minimarket yang masuk sampai pelosok desa sehingga mematikan pasar rakyat dan perekonomian rakyat kecil. Yang cukup mengejutkan, akhir tahun lalu muncul pemberitaan sejumlah desa fiktif terkait dana desa. Hal ini terjadi, sepertinya para pemangku kepentingan menepuk ke muka sendiri, tidak mengecek ke anak buah, tidak mengecek data yang ada maupun atau tidak mengecek ke lapangan seperti batas-batas wilayah desa serta tidak cross-check terkait lalu lintas keuangan penggunaan dana desa. Ke depan kita berharap tidak terjadi dan tidak ada lagi desa fiktif. Dalam konteks kemunculan desa fiktif ini, pihak pemangku kepentingan dari lintas kementerian dan lembaga seharusnya juga bertanggung jawab.
Kurangi Disparitas
Yang jelas, kesemua realisasi program sebelumnya tersebut, diharapkan dapat mengurangi disparitas ekonomi antara kota dan desa serta mengurangi laju urbanisasi. Terkait pencapaian ini, boleh jadi melunasi sebagian saran-saran pemikiran yang pernah dilontarkan oleh pengajar Massachusetts Institute of Technology ( MIT ) Paul Krugman bahwa sangat penting dan strategis tiap upaya- upaya negara buat memberdayakan ekonomi pedesaan. Peraih Nobel Ekonomi 2008 ini berargumen, kalau hanya kawasan perkotaan yang dibiarkan maju, itu lama-kelamaan akan menggerus pedesaan, sehingga bahayanya nanti desa menjadi seperti kota, dimana lahan hijau hilang, dan kemudian tetap saja ada ketimpangan pendapatan. Krugman penulis 18 buku ekonomi juga berpendapat, sejak dari pemerintahan tingkat desa hingga pusat selayaknya mengoptimalkan potensi SDA dan SDM yang mereka miliki.
Terkait potensi tersebut pemerintah Indonesia juga sudah menjadikannya sebagai prioritas perhatian, semisal kelanjutan kebijakan energi baru terbarukan, menggenjot ekspor hingga memprioritaskan membangun UMKM. Termasuk pemerintah bertekad menerapkan program Making Indonesia 4.0 yang dipercaya mampu mendorong pertumbuhan PDB riil dari baseline sebesar 5 persen dan diyakini akan membawa Indonesia menjadi 10 besar ekonomi di tahun 2030 serta lebih mendorong kinerja ekspor dan penciptaan lapangan kerja.
Sebagian dari Anda mungkin sudah ada yang memahami dan ada juga masih bingung mengenai apa itu industri 4.0. Industri ini adalah tren di dunia industri yang menggabungkan teknologi otomatisasi dengan teknologi siber. Pada industri 4.0, teknologi manufaktur hingga pertanian sudah masuk pada tren otomatisasi dan pertukaran big data. Hal tersebut mencakup sistem siber-fisik, internet of things (IoT), cloud computing, dan cognitive computing. Yang jelas, tren ini telah mengubah banyak bidang kehidupan manusia, termasuk ekonomi, dunia kerja, bahkan gaya hidup. Singkatnya, banyak hal yang tak terpikirkan sebelumnya, tiba-tiba muncul dan menjadi inovasi baru, serta membuka lahan bisnis sangat besar.
Teknologi di sekitar kita telah berevolusi, membawa harapan pelanggan dengan mereka. Ingat saja, 20 tahun yang lalu tidak ada perusahaan seperti Google, Alibaba, Facebook, Twitter, YouTube, Airbnb, Salesforce, Snapchat, Instagram, Fitbit, Spotify, dan WeChat.
Kehadiran revolusi industri 4.0 memang menghadirkan usaha baru, lapangan kerja baru, dan profesi baru yang tak terpikirkan sebelumnya. Tidak dapat dipungkiri, berbagai aspek kehidupan manusia akan terus berubah seiring dengan revolusi dan perkembangan teknologi yang terjadi. Memang perubahan seringkali diiringi dampak negatif dan menimbulkan masalah-masalah baru. Namun, perubahan juga selalu bisa membawa masyarakat ke arah yang lebih baik. Revolusi industri 4.0 bukanlah suatu kejadian yang menakutkan, justru membuka peluang semakin luas bagi anak bangsa untuk berkontribusi terhadap perekonomian nasional.
Kembali ke tema tulisan dan berdasarkan paparan ringkas tersebut, kita dapat menyimpulkan sekaligus menyarankan solusi-solusi konkrit berikut. Pertama, secara sinergis BUMN dapat memasuki atau berkontribusi mempercepat pembangunan ke semua sektor pemberdyaan ekonomi pedesaan dengan berpedoman pada asas-asas seperti kebersamaan, kegotongroyongan dan keberlanjutan. Konkritnya, bila sejumlah BUMN yang memiliki cabang maupun wilayah operasional di Indonesia itu masing-masing berkontribusi pada ke banyak sektor seperti infrastruktur pedesaan, sektor pariwisata, pelestarian lingkungan, sarana pendidikan, kesehatan, perdagangan antar desa, industri rumah tangga, pertanian, perkebunan, komoditi andalan serta pelaku UMKM, kita meyakini SDM di perdesaan pun akan dapat ikut terlibat mengakselerasi tren era Industri 4.0 yang menjadi salah satu tekad besar pemerintah.
Referensi
Sebagai referensi mengenai peran negara, lembaga semacam BUMN serta swasta di negara lain terkait pemberdayaan desa bisa membuat kita cemburu dan malu. Di Perancis misalnya, pembenahan dan penataan di kawasan setingkat pedesaan sangatlah bagus, mulai di Riquewihr dan Eze. Atau kawasan Eguisheim, di mana rumah penduduk di desa ini tampak sangat colorful dan di depannya banyak ditumbuhi berbagai macam bunga yang berwarna-warni. Jalanannya terbuat dari batu cukup sempit dan berkelok-kelok.
Lalu di Desa Mittelbergheim, letaknya berada tepat di kaki gunung Saint Odile, menyuguhkan suasana pedesaan yang tenang, tenteram dan nyaman, dikenal sebagai desa penghasil wine terbaik. Meskipun lokasinya berada di daerah pegunungan, tetapi kita masih bisa menemukan toko, restoran dan hotel. Sedangkan di Desa Veules-les-Roses yang indah berlokasi di tepi sungai terkecil di Prancis bernama sungai Veules. Rumah penduduk di sini dibuat seperti pondok-pondok dengan atap jerami yang membuatnya tampak menawan. Nuansa sejarah masih terasa sangat kental. Selain itu, juga terdapat pantai kecil diapit oleh tebing-tebing yang berdiri dengan kokoh.
Di negara lain, kita bisa menengok keelokan pedesaan di Swiss seperti di kawasan Grinderrwald, Lauterbrunnen, Appenzell, Guarda dan Murren. Lihat juga desa-desa di Turki yang umumnya ‘hanya’ menyuguhkan kekunoan eksotisme kawasan, terutama mulai di Desa Hantu Kayakoy, Desa Anadolu Kavagi, Desa Sirince, Desa Goreme, dan Desa Uzungol, tetap mampu menyedot turis dan menyetor devisa besar ke negara.
Kedua, kita meyakini sinergitas yang terjalin dengan BUMN tersebut juga akan makin mendorong mentalitas dan perilaku warga masyarakat pedesaan menjadi produktif, berisiniatif dan kreatif, menciptakan lapangan kerja mandiri serta berkontribusi mengurangi angka kemiskinan serta laju urbanisasi secara sangat signifikan. Desa dengan segala potensi termasuk keaslian alam dan kearifan lokalnya mesti menginspirasi berbagai pihak agar kembali ke jati diri kemanusiaan dan lingkungannya. Sebagai ilustrasi, sebuah karya film “Laskar Pelangi” –yang diangkat dari novel karya Andrea Hirata dan disutradarai Riri Riza–menceritakan tentang mimpi 10 anak di desa terpencil di Pulau Belitung, di lepas pantai timur Sumatra menyuguhkan kondisi sosial, ekonomi daerah itu pada era 70-an seperti kekontrasan nasib sekolah miskin dan sekolah ‘mewah’ yang notabene milik sebuah perusahaan BUMN pertambangan. Film ini meraih banyak penghargaan di ajang festival film internasional di Berlin, Iran dan Hongkong.
Ketiga, selain wilayah pedesaan , transmigrasi atau daerah tertinggal, selayaknya dorongan percepatan pemberdayaan oleh kalangan BUMN juga mengarah ke kawasan-kawasan perbatasan terluar atau terdepan negara, termasuk daerah pesisir atau pantai dan pulau-pulau kecil yang menghadap langsung dengan negara tetangga. Sebab, selain menjadi negara dengan pulau terbanyak, Indonesia juga memiliki garis pantai terpanjang nomor dua di dunia–setelah Kanada– dengan panjang 99.093 kilometer atau sudah bertambah dari sebelumnya sekitar 91.000 kilometer.
Menurut sejarawan berpengaruh Philip K Hitti, penegasan batas wilayah negara sangat signifikan buat menciptakan stabilitas, proses nasionalisasi serta menyangkut penataan aspek-aspek mendasar bidang ekonomi, sosial dan politik. Sedangkan pada hemat sejarawan Ralph W Brauer dalam buku Boundaries and Frontiers in Medieval Muslim Geography menandaskan, pengelolaan posisi strategis daerah perbatasan akan amat berguna menyangkut eksplorasi dan optimalisasi sumber daya alam, kependudukan, industri dan perdagangan.
Dengan ungkapan lain, kawasan yang dikenal dan berperan sebagai sabuk pengaman negara alias seat belt NKRI tersebut harus menjadi perhatian serius demi keadilan dan pemerataan pembangunan nasional. Daerah tersebut juga berfungsi bukan hanya menjadi etalase negara, tapi juga sangat strategis sebagai penjaga stabilitas keamanan negara. Mulai dari gerbang keluar masuk manusia, barang maupun jasa, mencegah kejahatan perdagangan manusia, narkoba, senjata, penyelundupan sumber daya alam, hewan atau binatang langka, benda-benda bersejarah hingga sengketa perbatasan negara. Selain itu, sejumlah kawasan yang selama ini terkesan terlupakan itulah, sejatinya juga mampu berperan menjadi benteng-benteng pengaman secara sosial-ekonomi, pertahanan, keamanan dan kebudayaan. []