DAELPOS.com – Anggota Komisi V DPR RI Lasmi Indaryani menyayangkan kebijakan Pemerintah Pusat, dalam hal ini Kementerian Perhubungan yang tidak memiliki ketegasan dalam pengaturan mudik. Sebab, menurut Laksmi, Pemerintah terkadang memiliki kebijakan yang berubah-ubah, sehingga membuat masyarakat luas berada dalam situasi yang membingungkan. Terlebih, ungkap Lasmi, belakangan ini ditambah dengan mencuatnya perbedaan istilah antara mudik dan pulang kampung yang mengemuka di tengah masyarakat.
Lasmi mengungkapkan, hal tersebut membuat masyarakat semakin bingung tentang aturan mana yang diperbolehkan dan mana yang tidak. Demikian disampaikan Lasmi saat mengikuti mengikuti Raker Komisi V DPR RI dengan Menhub Budi Karya Sumadi, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorlantas) Polri Irjen Pol. Istiono dan Pengelola Operator Transportasi Nasional seperti PT.Pelindo I-IV, PT. Angkasa Pura I dan II, Garuda Indonesia, PT.KAI, PT.Pelni, dan PT. ASDP Ferry secara virtual, Rabu (6/5/2020).
“Pemerintah tidak tegas soal aturan mudik dan kebijakannya mencla-mencle. Kemarin boleh, kemudian dilarang terus ada istilah pulang kampung dan mudik. Kalau menurut kami harus tegas seperti apa yang tidak boleh dan seperti apa yang dilarang,” ujar Lasmi dalam rapat kerja tersebut. Hal lain yang cukup disayangkan adalah pengumuman larangan mudik yang dilakukan jauh sebelum tanggal diberlakukannya larangan mudik.
Politisi Fraksi Partai Demokrat itu mengungkapkan, larangan mudik yang terlalu dini untuk diumumkan pada saat itu membuat masyarakat justru berbondong-bondong untuk mudik sebelum masa ditetapkannya larangan mudik. “Bahkan kemarin sudah ada larangan mudik, malah membuat orang mudik duluan. Orang sudah start duluan untuk mudik,” tutur legislator daerah pemilihan (dapil) Jawa Tengah VII tersebut.
Lebih lanjut Lasmi berharap Pemerintah Pusat ke depannya lebih tegas secara spesifik tentang hal mana yang boleh dan mana yang tidak boleh untuk persyaratan mudik. Kemudian, sambung Lasmi, berkaitan dengan aturan penggunaan transportasi umum juga harus dipastikan dibuat dengan tepat dan diterapkan secara tegas.
“Ditegaskan lagi, seperti apa yang boleh untuk naik kereta atau pesawat. Kategorinya bukan atas dasar jabatan Menteri, DPR, pengusaha atau siapapun. Tapi, mungkin bisa berdasarkan orang yang memang sudah valid datanya yang menerangkan bahwa orang tersebut tidak terjangkit Corona itu yang baru dibolehkan melakukan perjalanan. Jadi, itu tidak menutup apakah itu Menteri atau apakah itu pejabat negara. Karena, Corona itu tidak melihat,” pungkas Anggota Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI itu. (*)