DAELPOS.com – Wuhan ngamuk. Orang yang ditemukan penderita baru di kota asal Covid-19 itu, seluruh penduduk harus mendapat tes. Seluruhnya. Mulai hari ini. Sampai lusa.
Dalam tiga hari itu, 11 juta warga Wuhan harus sudah selesai dites.
Itu bukan tes cepat . Yang hasilnya terkadang tidak akurat itu.
Kali ini dilakukan langsung asam nukleus . Yang hasilnya pasti: positif atau negatif.
Tiongkok akan mencari sungguh-sungguh dari mana asal virus yang mencoreng nama Wuhan –yang sudah tercoreng itu. Virus Yakni baru yang menular ke kakek meninggalkan 84 tahun itu. Yang tinggal di perumahan kelas bawah di pusat kota Wuhan itu. Yang sering keluar rumah tanpa topeng itu. Yang kemudian menulari itu adalah tetangganya.
Memang si kakek itu salah: Sejarah tidak pakai topeng. Sampai semua pejabat di kecamatan itu dipecat.
Tapi ada hikmahnya: berarti masih ada orang yang bervirus di Wuhan. Yang orang kesana-kemari – menularkan virusnya ke orang yang sembrono.
Orang itu sendiri tidak sadar kalau dirinya bervirus. Tidak ada apa-apa yang ia rasakan –banyak yang seperti itu.
Berarti sulit sekali membaca siapa saja yang bisa sehat tetapi bervirus. Karena itu sapu jagad saja: semua penduduk Wuhan dites. Biarpun sukses 11 juta jiwa.
Rasanya tidak ada negara yang habis-habisan seperti itu: bepergian satu orang dengan cara bepergian 11 juta orang. Atau jangan-jangan coba banyak yang ditemukan bervirus.
Sekalian tuntas.
Bisa juga sebagai proyek pilot . Jika dianggap penting artinya di kota lain juga perlu dilakukan pengujian.
Itulah kegilaan di Wuhan. Itu sulitnya.
Ada lagi berikut ini:
Tidak hanya Wuhan. Yang juga lagi habis-habisan adalah Vietnam. Yakni habis-habisan untuk menyelamatkan nyawa satu orang.
Di mana pentingnya nyawa satu orang itu?
Ia bukan orang yang sangat penting. Tapi jika sampai meninggal dunia hilanglah ”gelar” Vietnam selama ini. Yakni gelar satu-satunya negara yang tidak satu pun orang meninggal karena Covid-19.
Gelar agung yang telah pula menjadi kebanggaan rakyat Vietnam. Rakyat begitu kagum pada pemerintahnya. Maka jangan sampai akhirnya ada yang meninggal dunia karena Covid-19.
Upaya apa pun harus dilakukan: jangan sampai ada yang meninggal.
Tapi rasanya akan ada.
Semoga tetap tidak ada.
Semoga dokter terbaik di Vietnam berhasil menyelamatkan satu nyawa orang itu. Yang kondisinya benar-benar sudah gawat. Sudah menggunakan pernafasan buatan.
Ia seorang pilot. Warga asing. Dari Inggris. Ia bekerja di perusahaan yang beroperasi di Vietnam, Vietnam Airlines.
Nama pilot itu singkat: Pasien No 91.
Awal Februari lalu ia tiba dari Inggris. Sebagai penumpang biasa. Untuk mulai membahas di Vietnam. Ia tidak hanya menerbangkan pesawat untuk rute domestik. Juga rute internasional.
Sebelum ke Vietnam ia sudah menyatakan negatif. Maka ia pun mulai bekerja. Ia juga hidup normal di Saigon –kini: Kota Ho Chi Minh. Lanjutkan, jika malam, ke bar-bar yang masih buka. Vietnam belum di- lockdown kala itu.
Tiba-tiba ia batuk-batuk. Badan panas. Nafas padat. Positif Covid-19.
Jadi ia Pasien No 91.
Sementara ia memutuskan isolasi di rumah sakit pemerintah melakukan konversi: siapa saja yang kira-kira tertular pilot itu.
Ditemukanlah 4.000 nama yang harus dihubungi. Yakni para penumpang pesawat, bar pengunjung dan teman-teman pindah. Tidak mudah. Banyak sekali bar yang ia kunjungi di malam-malam membujangnya di Vietnam.
Dari bantuan terhadap 4.000 orang yang ditemukan penderita baru. Sampai akhirnya di Vietnam Ada 288 penderita Covid-19. Angka itu terus bertahan. Sampai sekarang tidak pernah bertambah.
Dari 288 orang bukan satu pun yang meninggal.
Lagi, ada satu lagi yang gawat itu. Pilot itu.
Umurnya 43 tahun.
Kini yang serba terbaik telah diberikan kepada pilot itu. Asal bisa pulih. Tapi kondisinya terus memburuk.
Sulit diselamatkan.
Minggu lalu disahkan: satu-satunya pertolongan tinggal-lah transplantasi paru.
Maka muncullah banyak calon donor. Vietnam memang negara komunis. Tapi kulturnya tetap Budha. Di negara Budha soal donor organ dianggap sangat mulia. Media di sana menyebut ada 10 orang yang meminta diri menjadi pendonor paru. Salah satunya seorang veteran tentara selamat 70 tahun.
Berbeda dengan donor ginjal, donor paru tidak mudah. Orang bisa mendonorkan salah satu ginjalnya. Masih bisa hidup normal dengan satu ginjal.
Atau orang bisa mendonorkan separo perdamaian. Hati yang tinggal terpisah bisa utuh lagi dalam tiga bulan.
Orang juga bisa mendonorkan sebagian parunya. Ia sendiri tetap bisa hidup. Tapi paru-paru yang sudah dipotong tidak bisa utuh lagi.
Paru pilot itu sendiri sudah sangat parah. Fungsinya tinggal 10 persen. Tapi UU yang berlaku di sana masih belum mengizinkan pendonor hidup.
Berarti sang pilot masih harus menunggu orang yang meninggal dunia di rumah sakit itu.
Doa saya untuk pilot itu. Juga untuk Vietnam.
Memang sudah tidak ada Covid-19 di Vietnam. Tapi pilotnya itu harus selamat. (Dahlan Iskan)