DAELPOS.com – Kejaksaan Agung RI (Kejagung) dinilai pilih kasih dalam melakukan pemeriksaan kepada 7 pejabat dan staf KONI pusat terkait kasus korupsi bantuan dana pemerintah atau hibah yang menjerat mantan Menpora, Imam Nahrawi. Sementara, pihak-pihak yang diduga terlibat dan disebutkan oleh terdakwa Miftahul Ulum, mantan aspri Imam Nahrawi di pengadilan Tipikor, luput dan tidak diperiksa.
“Kesaksian Miftahul Ulum di Tipikor itu sudah sangat terang, bahkan dia sudah lumayan rinci menyebut aliran dana ke Adi Toegarisman mantan pejabat Kejagung sendiri, dan Achsanul Qosasi yang saat ini sebagai pejabat BPK RI. Kejagung jangan pilih kasih, periksa juga mereka. Ingat, kasus ini sedang dipantau publik.” Kata Koordinator Forum Duta Masyarakat Mandiri, Hendri Asfan, dalam rilis yang disampaikan pada rekan-rekan media di kawasan Jakarta Selatan, Kamis (4/6/2020).
Menurut Hendri, pengungkapan pihak pihak baru yang disebutkan oleh Miftahul Ulum di pengadilan Tipikor itu sebenarnya yang lebih diharapkan publik dari Kejagung.
”Tujuh pejabat dan staf KONI yang kemarin diperiksa Kejagung itu kan hanya berdasarkan rekomendasi BPK, nama namanya juga tidak terlalu vital dalam pusaran kasus korupsi dana hibah ini. Sementara di sisi lain, ada nama-nama penting yang pengaruhnya cukup luas, bahkan sudah menjadi fakta persidangan, kok tidak diperiksa? Padahal pihak yang disebutkan oleh Ulum itu sangat penting sebagai petunjuk baru untuk menggiring masalah ini jauh lebih terang.” Ujar Hendri
Hendri menilai, rekomendasi yang dikeluarkan BPK RI pada tanggal 8 Mei kepada Kejagung RI terkait investigasi lanjutan atas dana hibah KONI, merupakan upaya pengaburan dari pihak-pihak baru yang disebutkan oleh Miftahul Ulum, mantan aspri dari terdakwa Imam Nahrawi.
“Seharusnya Kejagung juga melibatkan KPK dalam investigasi itu, biar legitimasinya makin sempurna dan persepsi publik tidak liar. Masalahnya, pihak-pihak yang disebut oleh Ulum itu, merupakan pejabat dan mantan pejabat di kedua lembaga ini, BPK dan Kejagung, jadi rekom surat dari BPK ke Kejagung itu sarat bias penindakannya dan terkesan seperti upaya pengaburan fakta dari nama-nama yang disebutkan Ulum.” Kata dia.
Selain itu, menurut Hendri, Kejagung juga didesak untuk berkonsultasi dengan KPK terkait surat rekomendasi yang dikeluarkan oleh BPK.
“Kejagung tidak pernah sungguh-sungguh dalam mengungkap kasus ini. Padahal, sedari awal yang aktif dalam upaya penindakan ini justru KPK, bahkan investigasi yang dilakukan oleh Kejagung terkesan membuang buang waktu karena berkakibat pada upaya penindakan yang tumpang tindih dengan KPK” kata dia.
Sebelumnya, tujuh pejabat dan staf KONI pusat diperiksa Kejaksaan Agung RI (Kejagung) sebagai saksi kasus korupsi bantuan dana pemerintah atau hibah, pada Selasa (2/6).
Ketujuh pejabat tersebut antara lain Santi, Yusup Suparman, Wanto (Staf PPON Tahun 2017 Kemenpora RI), Tina Tayalen (Seksi Sarana Olahraga Program Pengawasan dan Pendampingan Peningkatan Prestasi Olahraga TA 2017), Ahmad Subagia, M Dwi Prasetyo dan Muhhamad Fadli Agusta.
Adapun, kasus ini ramai diperbincangkan lantaran adanya kesaksian terdakwa kasus suap dana hibah Kemenpora kepada KONI yang diusut oleh KPK. Terdakwa yang merupakan asisten pribadi mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi, yakni Miftahul Ulum mengatakan ada sejumlah pihak yang terlibat.
Dalam sidang lanjutan kasus suap yang menjerat mantan Menpora, Ulum mengungkapkan ada aliran uang milliaran rupiah ke anggota BPK Achsanul Qosasi dan mantan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Adi Toegarisman.
Oleh karena itu, sebagai pengembangan perkara dari kasus suap itu, BPK merekomendasikan adanya pemeriksaan lebih lanjut terhadap pihak-pihak terkait.