oleh @mardanialisera
DAELPOS.com – Bismillah, pemerintah menyatakan aturan turunan UU Cipta Kerja merupakan penentu pemulihan serta transformasi ekonomi di tengah pandemi. Tp seakan lupa bahwa korupsi merupakan rintangan utama dlm investasi maupun iklim usaha. Sementara komitmen untuk memberantas korupsi justru melemah.
Pemulihan akan sulit dilakukan selama kasus korupsi di dalam negeri marak terjadi. Penyerdehanaan proses perizinan yang ada di UU Cipta Kerja belum mampu menyentuh akar masalah; korupsi.
Contoh kasus ‘permainan bansos’ yang belum hilang dari ingatan publik. Padahal jika dilihat dari sisi ekonomi, pemberian bansos ditujukan utk jaring pengaman sosial & sekaligus bentuk intervensi kebijakan untuk mendorong daya beli masyarakat yg runtuh akibat Covid-19.
Terakhir Indeks Persepsi Korupsi (IPK) anjlok dari level 40 & ranking 85 ke level 37 & ranking 102 menurut Transparancy International Indonesia. Temuan ini jadi warning bahwa permasalahan korupsi kian hari makin memburuk
Global Competitiveness Report (2017-2018) menyatakan faktor utama terhambatnya investasi di dalam negeri adalah korupsi, inefisiensi birokrasi, infrastruktur yang tidak memadai serta kebijakan yg tak stabil. Komitmen pemerintah dalam aspek ini belum terlihat.
Maka dari itu, beragam upaya pemulihan akan kontraproduktif sekalipun regulasi sudah diubah melalui UU Cipta Kerja. Selama korupsi dan penegakannya masih sumir, maka investasi yang kerap pemerintah ‘agung-agungkan’ tidak akan bergerak signifikan.
Jadi ingat pesan Buya Hamka, ‘jika kerja sekadar kerja, monyet di hutanpun kerja’. Pesan ini bisa menjadi pengingat jangan hanya sekadar kerja dan pemerintah dengan kepercayaan penuh dari masyarakat mesti bisa kerja efektif, efisien dan tepat sasaran.