DAELPOS.com – Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan meminta Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Perguruan Tinggi mengakomodasi masukan dari organisasi masyarakat (ormas) Islam.
Ia menjelaskan, sejumlah ormas seperti Muhammadiyah, Aisyiyah, dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengaku keberatan dengan beberapa substansi dari Permendikbudristek tersebut.
“Saya kira, kekhawatiran ormas dan tokoh-tokoh Islam harus didengarkan. Jangan sampai ada substansi yang multitafsir, apalagi itu dianggap bertentangan dengan nilai agama dan budaya luhur bangsa,” kata Zulkifli dalam keterangannya, Senin (15/11/2021).
Pria yang akrab disapa Zulhas itu mengatakan, sejumlah ormas keberatan mengenai detail persetujuan seksual atau consent yang ditengarai bias sekularisme.
Selain itu, ormas Islam juga menilai hal itu bisa membuka pintu untuk perzinahan dan seks bebas dalam Permendikbudristek.
Berkaca hal itu, Zulhas menilai Permendikbudristek semestinya terbuka untuk dilakukan revisi.
“Saya akan minta legislator PAN untuk ikut bersuara, kami sangat concern terhadap hal ini,” tambah dia.
Kendati demikian, ia meyakini bahwa semua pihak setuju pada pencegahan dan penanganan kekerasan seksual.
Ia pun juga yakin, semua pihak menginginkan yang terbaik dalam upaya mencegah dan menangani kekerasan seksual.
Namun, dia mengatakan, guna terwujudnya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual, maka perlu mendengarkan semua aspirasi, termasuk dari ormas Islam.
Lebih lanjut, Zulhas menegaskan bahwa PAN memperjuangkan nilai-nilai tertentu yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
Ia pun mendorong para kadernya serius berjuang di pemilihan legislatif berikutnya agar perjuangan itu dapat diwujudkan dalam demokrasi.
“Kita memperjuangkan nilai tertentu. Tapi, ini demokrasi, jumlah kita harus banyak,” pungkasnya.
Diketahui, kebijakan yang dikeluarkan Mendikbud Ristek Nadiem Makarim pada 31 Agustus 2021 ini mendapatkan respons pro dan kontra.
Kritik keras terkait Permendikbud ristek ini terkait adanya “consent” atau persetujuan lewat yang dinilai sebagai bentuk legalisasi perzinaan.
“Pasal 5 Permendikbud Ristek No 30 Tahun 2021 menimbulkan makna legalisasi terhadap perbuatan asusila dan seks bebas berbasis persetujuan,” kata Ketua Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah Lincolin Arsyad di keterangan tertulis, Senin (8/11/2021).
Adapun Pasal 5 Permendikbud Ristek 30/2021 memuat unsur “consent” atau persetujuan kedua pihak sebagai kriteria bentuk kekerasan seksual.
Jika korban tidak memberikan “consent” terkait kekerasan seksual, tindakan itu merupakan bentuk kekerasan seksual.