DAELPOS.com – Pemprov DKI Jakarta melalui Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Provinsi DKI Jakarta melaksanakan seminar publik dengan tajuk ‘Masa Depan Pemberdayaan Kampung Kota di Jakarta’ secara hybrid dan disiarkan melalui kanal Youtube DKI Jakarta, pada Rabu (3/8). Kegiatan ini dilakukan sebagai bentuk penjaringan aspirasi publik dan langkah-langkah perubahan yang diselenggarakan selama lima tahun terakhir.
Seminar publik ini mengundang berbagai narasumber dan pakar untuk memperkaya pengetahuan publik tentang penataan kampung di Jakarta serta mendengar pengalaman penataan beberapa kota di negara lain. Narasumber yang hadir di antaranya adalah Leilani Farha, Mantan Pelapor Khusus PBB untuk Hak Atas Perumahan dan Rumah Layak, Somsook Boonyabancha, Pendiri Community Organizations Development Institute (CODI) Thailand, Nurul Wajah Mujahid, Koordinator Bidang Perumahan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), serta para penanggap dari praktisi dan akademisi perumahan dan permukiman di Indonesia.
Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman Provinisi DKI Jakarta, Sarjoko, mengatakan bahwa seminar publik ini diselenggarakan untuk menjaring masukan dari masyarakat dan para ahli agar mempersiapkan peta jalan penataan kampung Jakarta di masa yang akan datang. “Kami tengah menyusun Peraturan Gubernur mengenai perumahan, yang mana disarikan dari pengalaman dan pembelajaran penataan kampung yang sudah dilakukan selama 5 tahun terakhir dengan memperhatikan ketentuan perundangan yang berlaku. Harapannya, masukan dari masyarakat dapat memperkaya Rancangan Pergub (Rapergub) ini,” jelas Sarjoko.
Langkah Gubernur DKI Jakarta dalam menempatkan hunian sebagai hak asasi dipuji oleh salah satu narasumber Seminar Publik yaitu Mantan Pelapor Khusus PBB untuk Hak Atas Perumahan dan Rumah Layak, Leilani Farha. “Saya mengapresiasi Gubernur beserta jajaran karena telah memiliki langkah dan terobosan yang konsisten dalam menempatkan hunian sebagai hak asasi manusia dan menempatkan hak asasi dalam pendekatan pembangunan perumahan,” ungkapnya.
Tidak hanya menempatkan perumahan sebagai hak asasi, langkah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengubah pendekatan untuk tidak lagi melakukan penggusuran dalam 4 tahun terakhir juga mendapatkan apresiasi. Menurut Leilani, penggusuran paksa adalah pelanggaran Hak Asasi atas Hukum Hak Asasi Manusia Internasional. Langkah ini dinilainya sudah sangat tepat, serta mengakui kampung sebagai bagian dari kota. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta saat ini telah mengakui kampung sebagai bagian dari hunian di Jakarta melalui Rencana Detail Tata Ruang.
Leilani Farha yang pernah mengunjungi Jakarta pada 2017 juga mengapresasi langkah pelibatan publik yang dilakukan oleh Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman Provinsi DKI Jakarta dalam melaksanakan Community Action Plan dan Community Implementation Project. “Usaha untuk memastikan bahwa masyarakat bisa terlibat langsung dalam merencanakan lingkungan mereka dan memiliki kapasitas untuk memengaruhi kebijakan yang akan mempengaruhi kondisi hidup mereka adalah langkah penting dalam melihat perumahan sebagai hak asasi,” imbuhnya.
Sementara itu, Somsook Boonyabancha, Pendiri Community Organizations Development Institute/CODI (Thailand) turut berbagi pengalaman mengenai langkah penataan kota dan perbaikan lingkungan tempat tinggal di Thailand. Ia mengatakan, ada dua pendekatan dalam membangun perumahan, yakni pertama melalui pendekatan perbaikan daerah padat penduduk yang dimulai dari kondisi eksisting untuk merekonstruksi rumah yang terjangkau bersama dengan komunitas yang ada di lokasi tersebut dan menemukan solusi bersama yang tepat untuk warga di daerah padat penduduk. Kedua, pendekatan dari suplai membangun rumah untuk para pembeli, dalam hal ini menemukan orang yang tepat untuk tinggal di rumah yang baru dibangun tersebut.
“CODI adalah organisasi di bawah Pemerintah Thailand yang mengurus tentang perbaikan tempat tinggal masyarakat. CODI memperbaiki tempat tinggal warga dari kekumuhan, menemukan solusi atas permasalahan yang berkaitan dengan tanah, sosial, keuangan, bahkan hukum. Semua dilihat secara bersamaan dan terintegrasi untuk menemukan solusi dari permasalahan tersebut,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Somsook juga menyebut bahwa dibutuhkan komunikasi dan kolaborasi dengan warga beserta komunitas untuk merencanakan perbaikan kampung padat penduduk, melibatkan profesional/pakar, sehingga masyarakat di kampung bisa lebih memperbaiki kualitas hidupnya. Kolaborasi tersebut mulai dari merencanakan dan membangun tempat tinggal yang layak, menata sistem keuangan agar mandiri, hingga membesarkan anak di lingkungan yang baik.
“Dalam memperbaiki lingkungan tempat tinggal, dapat sesederhana menghilangkan kekumuhan, bisa juga memungkinkan rekonstruksi atas bangunan eksisting, maupun relokasi. Ini juga dilihat dari kondisi lingkungan dan kesiapan masyarakatnya,” ujarnya.
Di samping itu, Koordinator Bidang Perumahan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Nurul Wajah Mujahid, menyarankan, daerah-daerah lain bisa meniru pembangunan kampung kota di Jakarta. “Pembangunan sosial ekonomi, bukan hanya rumah saja,” pujinya tentang pembangunan Kampung Susun Akuarium yang disebutnya ‘pecah telur’, karena melibatkan partisipasi dan kolaborasi warga setempat (Community Action Plan/CAP). Menurutnya, tiga kunci yang harus terus diperjuangkan pemerintah daerah dalam penataan permukiman masyarakat miskin kota, yakni: 1. Pendampingan dan pemberdayaan, 2. Penyediaan lahan, 3. Pendanaan dan pembiayaan.
Untuk diketahui, dalam 5 tahun terakhir, Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Provinsi DKI Jakarta telah melaksanakan kegiatan perencanaan penataan kampung melalui Community Action Plan (CAP) di 226 RW, merealisasikan kegiatan Community Implementation Project (CIP) di 220 RW, pembangunan 4 kampung susun sebagai percontohan peningkatan kualitas hunian di masa depan, kolaborasi bersama Dinas Perdagangan, Perindustrian, Koperasi dan UKM DKI Jakarta dalam mendirikan Koperasi Kampung Kota, juga bersama Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu DKI Jakarta untuk menerbitkan Izin Mendirikan Bangunan Kolektif untuk lebih dari 7.500 rumah yang diberikan kepada koperasi warga. Ini semua menjadi bagian dari upaya penataan kampung berbasis pemberdayaan masyarakat.