DAELPOS.com – R Haidar Alwi, Pendiri Haidar Alwi Care dan Haidar Alwi Institute, menilai bahwa kepemimpinan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menandai tonggak sejarah baru dalam pembenahan hukum acara pidana dan wajah institusi Polri secara menyeluruh. Di tengah tuntutan masyarakat akan keadilan yang lebih manusiawi dan penegakan hukum yang transparan, Jenderal Sigit hadir tidak hanya sebagai pelaksana undang-undang, tetapi sebagai arsitek moral dan strategis bagi reformasi sistem peradilan pidana nasional.
Melalui konsep besar “Presisi” yang mengedepankan pendekatan prediktif, bertanggung jawab, dan transparan berkeadilan, Kapolri telah berhasil menanamkan arah baru dalam sistem kepolisian Indonesia. Konsep ini bukan sekadar jargon, tetapi telah diturunkan menjadi serangkaian kebijakan nyata yang selaras dengan semangat revisi KUHAP: membangun sistem hukum yang efisien, adaptif, dan berpihak kepada hak-hak dasar warga negara.
Salah satu kebijakan paling visioner yang diperkenalkan adalah penerapan keadilan restoratif secara institusional. Dengan diterbitkannya Perkap No. 8 Tahun 2021, Kapolri memberi ruang bagi penyelesaian kasus pidana ringan dengan pendekatan dialog dan pemulihan, bukan hanya hukuman semata. Kebijakan ini tidak hanya mengurangi beban sistem peradilan, tetapi juga memperkuat akar sosial masyarakat melalui proses perdamaian yang bermartabat. Ini sejalan langsung dengan arah reformasi KUHAP yang ingin mendorong proses peradilan yang cepat, murah, dan tidak memberatkan rakyat kecil.
Tak hanya itu, transformasi digital Polri, seperti penghapusan tilang manual dan penguatan ETLE (Electronic Traffic Law Enforcement)—merupakan bentuk inovasi struktural yang membatasi ruang penyalahgunaan kewenangan, sekaligus mendisiplinkan anggota melalui sistem yang akuntabel. Langkah ini bukan hanya efisiensi, tapi revolusi dalam membangun kepercayaan publik. Dan dalam revisi KUHAP, upaya serupa harus ditempuh: digitalisasi proses hukum, transparansi prosedur penangkapan, serta pelacakan elektronik terhadap proses penyidikan dan penahanan.
Kapolri juga menciptakan model baru dalam pengawasan ruang digital melalui Virtual Police. Langkah ini bukan pengekangan kebebasan, melainkan penataan ruang publik secara bijak. Alih-alih represif, Kapolri mengedepankan edukasi dan pendekatan persuasif, menunjukkan bahwa negara tidak harus selalu hadir dengan borgol, tetapi juga dengan dialog.
Saat ini, proses reformasi KUHAP memang tengah berada di jalur legislasi nasional. DPR RI secara resmi telah menyetujui RUU KUHAP sebagai inisiatif, dan pemerintah melalui Presiden Prabowo Subianto telah mengirimkan Surpres untuk melanjutkan pembahasan bersama. Targetnya: menyelesaikan revisi KUHAP pada akhir 2025, agar dapat berlaku beriringan dengan KUHP baru pada awal 2026. Dalam konteks inilah, Haidar Alwi melihat bahwa visi besar Kapolri sangat strategis untuk dijadikan rujukan. Sinergi antara pembaruan hukum dan keteladanan pelaksana kebijakan menjadi kunci keberhasilan reformasi tersebut.
Penguatan mekanisme praperadilan, rencana pembentukan hakim komisaris, serta pembatasan masa penahanan pra-peradilan harus dikawal dengan komitmen seperti yang ditunjukkan Polri hari ini. Tanpa sinergi antara undang-undang dan pelaksana, reformasi hanya akan berhenti sebagai teks, bukan transformasi.
Lebih lanjut, Jenderal Sigit juga menunjukkan sensitivitas terhadap dinamika sosial-politik. Dalam kasus-kasus besar seperti tragedi Kanjuruhan dan kasus Sambo, ia tidak hanya bersikap responsif, tetapi juga menegaskan posisi Polri sebagai institusi yang mau mengoreksi diri. Ini adalah bukti nyata bahwa reformasi bukan hanya soal pencitraan, tapi keberanian untuk membenahi dari dalam.
R Haidar Alwi menyatakan, bahwa dalam lintasan sejarah kepolisian modern Indonesia, kepemimpinan Jenderal Sigit merupakan salah satu yang paling progresif dan substansial. Tidak banyak Kapolri yang berhasil menggabungkan visi kemanusiaan dengan ketegasan struktural, antara teknologi dan moralitas, antara strategi keamanan dan penghormatan pada hak asasi.
“Reformasi KUHAP akan menjadi sia-sia bila tidak dijalankan oleh aparat penegak hukum yang mengerti hakikat keadilan. Dan saat ini, kita memiliki sosok Kapolri yang bukan hanya memahami, tetapi mewujudkan keadilan itu dalam kebijakan-kebijakan konkret,” pungkas Haidar Alwi.