DAELPOS.com – Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) mencabut pramuka sebagai ekstrakurikuler wajib di sekolah. Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Dede Yusuf Macan Effendi menyatakan keberatan dan mempertanyakan keputusan tersebut, karena Pramuka dapat menjadi penyalur energi muda para pelajar di luar kegiatan pendidikan formal.
“Komisi X DPR RI akan memanggil Kemendikbudristek pada Rapat Dengar Pendapat Komisi X DPR RI untuk mendapatkan tanggapan dan masukan dari perwakilan Pramuka pada Rabu 3 April 2024. Ini dilakukan untuk memperoleh informasi lebih lanjut terkait masalah yang sedang dibahas,” Kata Dede dalam keterangan tertulisnya, Selasa (2/4/2024).
“Tindakan ini memerlukan klarifikasi dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan serta tanggapan dari kwartir daerah dan nasional. Respon dari mereka akan dipertimbangkan dalam mencari solusi untuk pendidikan karakter, akhlak, dan moral,” tuturnya.
Politisi Fraksi Partai Demokrat menyarankan bahwa Pramuka tetap wajib diadakan di satuan pendidikan, namun pelajar diberikan opsi untuk memilih.
Dia juga berharap kegiatan Pramuka tidak memberatkan para pelajar dan peserta didik. Tanggapan dari kwartir daerah dan kwartir nasional juga akan dipertimbangkan dalam mencari solusi untuk pendidikan karakter, akhlak, dan moral.
Dede menganggap bahwa Pramuka perlu dipertahankan sebagai salah satu ruang bagi pelajar untuk melatih karakter dan moral.
Menurutnya, Pramuka adalah wadah yang memberikan pelatihan pendidikan karakter, moral, disiplin, dan kemandirian bagi siswa-siswa.
Dia menyoroti perjuangan kawan-kawan Pramuka dulu yang menjadikan ekskul ini sebagai bagian penting dalam pembentukan karakter pelajar.
Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek, Anindito Aditomo, menyampaikan bahwa implementasi Permendikbudristek Nomor 12 Tahun 2024 mengenai gerakan pramuka harus dilakukan secara mandiri, sukarela, dan nonpolitis.
Regulasi ini mengatur bahwa partisipasi murid dalam kegiatan ekstrakurikuler, termasuk Pramuka, bersifat sukarela. Selain itu, revisi dalam model blok Pendidikan Kepramukaan menunjukkan bahwa perkemahan tidak lagi wajib, namun masih diperbolehkan jika sekolah ingin menyelenggarakannya. (*)