DAELPOS.com – Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming telah mencapai 100 hari kerja, namun alih-alih menghadirkan kebijakan yang berpihak pada rakyat, masyarakat justru dikejutkan dengan wacana revisi Rancangan Undang-Undang Mineral dan Batubara (RUU Minerba) yang diusulkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Salah satu poin kontroversial dari revisi ini adalah pemberian kewenangan kepada perguruan tinggi untuk mengelola tambang. Kebijakan ini bukan hanya tidak masuk akal, tetapi juga merupakan bentuk pengalihan tanggung jawab yang akan semakin membebani dunia akademik.
Dosen dan tenaga pendidik di Indonesia telah lama menyuarakan berbagai permasalahan mendesak yang belum terselesaikan, mulai dari pencairan tunjangan kinerja yang tertunda bertahun-tahun, kesejahteraan yang memprihatinkan, hingga beban administrasi yang semakin meningkat. Ketika peran utama perguruan tinggi adalah mencetak generasi unggul yang siap bersaing secara global, menambah tanggung jawab mereka dengan mengelola tambang bukanlah solusi yang rasional. Sebaliknya, ini adalah langkah yang berisiko besar terhadap integritas dan kredibilitas akademik.
Pernyataan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral yang menyebutkan bahwa pemberian tambang kepada perguruan tinggi adalah bagian dari distribusi ke masyarakat luas, bukan untuk kepentingan pengusaha, juga tidak dapat diterima secara logis. Sebagai mantan Menteri Investasi/Kepala BKPM yang pernah menerbitkan Peraturan Menteri Investasi/Kepala BKPM Nomor 1 Tahun 2022 tentang tata cara kerja sama antara usaha besar dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), pemerintah sendiri gagal memastikan implementasi kebijakan tersebut di lapangan. Pelibatan UMKM yang seharusnya menjadi bagian dari kebijakan ini masih jauh dari optimal. Jika kebijakan yang lebih sederhana saja tidak dapat dijalankan dengan baik, bagaimana kita bisa percaya bahwa pemberian tambang kepada perguruan tinggi akan berjalan sesuai dengan tujuan idealnya?
Jika pemerintah saat ini menambah jumlah Kementerian yang demikian banyak dengan pertimbangan agar fokus mengelola tanggungjawab masing-masing, wacana ini justru bertolak belakang dengan semangat presiden tersebut, dengan membebani perguruan tinggi yang sudah berjuang dalam berbagai keterbatasan. Alih-alih memberikan tanggung jawab tambahan yang tidak relevan, pemerintah seharusnya fokus pada perbaikan sistem pendidikan tinggi, mengurangi beban administrasi dosen, serta meningkatkan kesejahteraan mereka agar pendidikan tinggi di Indonesia semakin berkualitas.
Alternatif Kebijakan yang Lebih Berkeadilan
Sebagai solusi yang lebih baik dan adil, pemerintah dapat mempertimbangkan langkah- langkah berikut:
1. Fokus pada Peningkatan Kesejahteraan Dosen dan Tenaga Pendidik
Prioritas utama seharusnya adalah menciptakan ekosistem akademik yang kondusif bagi perguruan tinggi. Ini mencakup pencairan tunjangan kinerja yang tertunda, peningkatan gaji, dan pengurangan beban administratif yang berlebihan.
2. Program Beasiswa bagi Masyarakat Sekitar Tambang
Pemerintah dapat mewajibkan perusahaan tambang untuk menyediakan beasiswa bagi siswa dari daerah sekitar tambang agar mereka dapat menempuh pendidikan di universitas-universitas terbaik di Indonesia dan kemudian diberi kesempatan bekerja di kampung halaman mereka. Kebijakan afirmatif ini lebih berkeadilan dibandingkan menyerahkan tambang kepada perguruan tinggi.
3. Menjaga Independensi Akademik dan Daya Kritis Kampus
Perguruan tinggi memiliki peran utama sebagai pengawas kebijakan publik dan penjaga independensi akademik. Memberikan kewenangan mengelola tambang justru berpotensi membungkam suara kritis akademisi terhadap eksploitasi sumber daya alam yang merugikan lingkungan dan masyarakat lokal.
Pemberian konsesi tambang kepada perguruan tinggi tidak hanya akan merusak integritas akademik, tetapi juga berpotensi menimbulkan konflik kepentingan yang lebih besar. Usulan RUU Minerba oleh DPR ini adalah contoh nyata dari kebijakan yang tidak berpihak pada pendidikan dan keberlanjutan lingkungan. Pemerintah seharusnya mendengarkan aspirasi tenaga pendidik yang selama ini hanya menuntut satu hal sederhana: peningkatan kesejahteraan dan penguatan kualitas pendidikan di Indonesia, bukan tambahan beban yang absurd dan berbahaya bagi masa depan bangsa.