DAELPOS.com – Masih ingat dengan pernyataan Presiden Pak Prabowo Subianto beberapa waktu lalu, yang menyatakan secara terus terang dan terbuka, bahwa komunikasi politik istana itu sangat tidak baik dan mengecewakan? Tentu publik masih sangat mengingat hal itu, yang kemudian tak seberapa lama dari pernyataan Presiden Prabowo itu, Presiden Prabowo telah menunjuk Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi sebagai Juru Bicara Presiden (Prabowo).
Namun tiba-tiba hari ini Selasa (29/April/2025), Kepala Kantor Komunikasi Presiden atau PCO, Hasan Nasbi menyatakan secara terbuka mengundurkan diri. Padahal sebelumnya Hasan Nasbi telah saya dan teman-teman pemerhati politik juga duga, bahwa ia sebenarnya sudah “masuk kotak”, yang berarti dia sudah “tidak dianggap” lagi oleh Presiden Prabowo sebagai juru bicaranya.
Karena itu kabar pernyataan pengunduran diri Hasan Nasbi dari PCO, sebenarnya tidaklah terlalu mengejutkan bagi saya dan teman-teman pemerhati politik lainnya. Kenapa bisa demikian? Pertama, karena selama ini Hasan Nasbi sebagai Kepala Kantor Komunikasi Presiden, seringkali melakukan blunder politik dan menuai banyak cibiran masyarakat melalui komunikasi-komunikasi politiknya. Itulah yang kemudian pihak istana, khususnya Presiden Prabowo Subianto menjadi tidak nyaman.
Hal-hal yang terjadi diluar istana seperti banyaknya demo mahasiswa yang memprotes disahkannya RUU TNI, yang harusnya direspon dengan bijak namun malah direspon Hasan Nasbi secara provokatif. Lalu teror politik berupa pengiriman kepala Babi dan kemudian bangkai Tikus pada redaksi Bocor Alus Politik Tempo, tidak dikomentari secara positif dengan mengecam siapapun penerornya, namun Hasan Nasbi malah menyuruh pihak TEMPO untuk memasak kepala Babi tsb.
Komunikasi politik Hasan Nasbi yang buruk seperti demikian, tentu saja menjadikan ia seperti duri dalam daging atau krikil dalam sepatu Pemerintahan Prabowo Subianto, itulah sebabnya kemudian Hasan Nasbi posisinya “dikunci” oleh pihak istana, kemudian Hasan Nasbi merasa tak berkutik, pengab lalu dengan terpaksa keluar istana atau mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Kepala Kantor Komunikasi Presiden (PCO).
Kedua, dengan banyaknya kekecewaan masyarakat, wabil khusus para tokoh akademisi, mahasiswa hingga jenderal-jenderal purnawirawan TNI terhadap kinerja Pemerintahan Prabowo Subianto yang diakibatkan oleh tidak cakapnya kinerja Wakil Presidennya, yakni Gibran Rakabuming Raka, serta terlalu banyak ikut campurnya Jokowi terhadap jalannya roda Pemerintahan Prabowo, ini mengakibatkan Presiden Prabowo berpikir serius untuk segera mengganti para pejabat negara yang tidak kompeten, kemudian mencari orang-orang yang tepat menggantikan posisinya, dimana orang tersebut tidak ada “irisan” dengan Jokowi ataupun Wapres Gibran.
Ketiga, Presiden Prabowo Subianto yang berlatar belakang militer serta sangat menggemari ilmu inteligent bersama kecakapan taktik dan strateginya, tentu telah banyak mendapatkan masukan dari para orang-orang terdekatnya, bahwa Jokowi apalagi Gibran sudah mulai semakin banyak ditinggalkan oleh para pendukungnya, yang sudah berkali-kali merasakan “dikadali” oleh Jokowi dengan berbagai macam janjinya.
Banyak orang yang semula merasa dekat dan diperhatikan oleh Jokowi, rupanya hanya dikenyangkan oleh janjinya yang tak pernah ditepati, lalu diam-diam mereka bergabung dengan kelompok perlawanan di bawah tanah (baca: Gerilyawan Politik-Pen.).
Para informan Presiden Prabowopun tentu sangat tahu dan mengerti, betapa para tokoh masyarakat yang memiliki pengaruh besar dan luas wawasan politik dan komitmen kerakyatannya, baik itu dari kalangan akademisi, politisi, militer dll. semakin lama semakin merasa janggal bahkan –maaf– ekstrimnya jijik pada prilaku Jokowi dan Wapres Gibran.
Mereka rata-rata sudah mulai menjauh dari Jokowi, bahkan berbalik melawannya dan yang tersisa dari pendukung Jokowi itu, hanya relawan-relawan rasa preman, beserta para preman asli itu sendiri yang sangat dibenci oleh masyarakat luas. Jikapun ada selain itu, ya masyarakat awam politik yang suaranya tidak terlalu diperlukan oleh Presiden Prabowo karena Pilpres 2029 masih sangat jauh dan belum tentu diikuti oleh lagi oleh Pak Prabowo sebagai Capres, kecuali kesehatan beliau masih prima seperti saat ini dan panjang umurnya. Aamiin…
Memperhatikan hal yang demikian, maka terlihatlah betapa Presiden Prabowo Subianto mulai memainkan taktik dan strategi politiknya–sebagaimana ahli Strategi Perang Klasik Tiongkok, Sun Tzu katakan– secara halus hingga tak teraba, dan misterius hingga tak terlihat. Apa itu contohnya? Presiden Prabowo mengutus Jokowi untuk menjadi utusan Indonesia dalam upacara pemakaman Paus Fransiskus ke Vatikan !.
Konon sejatinya Presiden Prabowo itu lebih mengharapkan Pak Ignasius Jonan sebagai utusan terkemuka Indonesia untuk ke Vatikan, namun karena Jokowi meminta pada Presiden Prabowo agar dia yang diutus, maka dikabulkanlah Jokowi yang didampingi Natalius Pigai ke Vatikan, yang tentu saja tetap ada Pak Ignasius Jonan disana. Bayangkan Jokowi dan Natalius Pigai yang terus terus terang mempunyai pacar tiga itu diutus untuk mendampingi Jokowi, seperti apa tersinggungnya ummat Katolik yang kritis di negeri ini.
Dengan dikabulkannya permohonan Jokowi untuk diutus oleh Presiden Prabowo ke Vatikan, maka Indonesia langsung dibanjiri berita-berita cemoohan terhadap Jokowi. Nyaris tiada berita positif yang memuji Jokowi atas kunjungannya ke Vatikan, kecuali media-media yang mungkin saja sudah menjalin kontrak dengan Jokowi, yang memberitakan hal yang positif untuknya. Itupun sampai hari ini belum pernah saya lihat atau baca.
Dari sini masyarakat yang tajam analisa politiknya sebenarnya sudah dapat menerka, betapa Presiden Prabowo dan orang-orang kepercayaannya mulai menjaga jarak dengan Jokowi dengan taktik politiknya yang halus dan misterius. Presiden Prabowo itu sejatinya lebih dekat hubungan batinnya dengan Ibu Megawati Soekarnoputri daripada dengan Jokowi yang telah “mengerjainya” selama Pilpres 2014 dan 2019.
Ibu Megawati selain memiliki kekuatan politik nyata sebagai Ketua Umum Partai Politik terbesar pemenang Pemilu 3x berturut-turut, juga akan dianggap oleh Presiden Prabowo sebagai sosok yang pandai dan jeli mendengar suara kebatinan kader-kader PDIP dari pusat hingga akar rumput, yang di PILPRES 2014 dan 2019 menginginkan Jokowi yang dipilih oleh Bu Megawati sebagai Capres yang diusung dari PDIP. Karenanya dukungan Bu Megawati maupun PDIP terhadap Jokowi di kedua Pilpres (2014 dan 2019) saat itu, merupakan hal yang sangat wajar bagi Presiden Prabowo.
Namun setelah Bu Megawati dan para pengurus serta kader PDIP merasa dikhianati oleh Jokowi, mereka ramai-ramai meninggalkan Jokowi, hingga tidak ada alasan bagi Presiden Prabowo untuk tidak menjalin kerjasama dengan Bu Megawati atau PDIP. Sebab Jokowi selain pernah “mengerjai” Pak Prabowo juga tidak memiliki partai politik, tidak pula menjadi Ketua Umum partai politik manapun baik yang sekala kecil apalagi partai besar dan berpengaruh.
Andalan Jokowi untuk tetap menjadi pendukungnya saat ini, satu-satunya adalah para sandera politiknya yang duduk di kabinet Pemerintahan Prabowo, dan sebagian besar diam-diam sudah berhasil Presiden Prabowo pengaruhi untuk lebih mendekat padanya daripada ke Jokowi.
Sekarang ketika Presiden Prabowo mulai putar otak untuk mencari orang-orang yang bisa diandalkan untuk menggeser maupun mengganti pejabat yang tidak kompeten dan yang sudah mengundurkan diri, ada baiknya saya berikan usulan agar Kepala Kantor Komunikasi Presiden yang sudah ditinggalkan oleh Hasan Nasbi itu diisi saja dengan orang yang kompeten di bidangnya. Saya sebenarnya telah memiliki banyak nama yang tepat menduduki posisinya, namun biar opini yang saya tulis ini tidak terlalu panjang dan membuat teler pembaca atau penelaahnya, saya to the point saja untuk mengusulkan Dr. Haidar Alwi sebagai penggantinya.
Bang Dr. Haidar Alwi ini selain sangat cakap berkomunikasi dan rajin silaturrahmi ke para tokoh masyarakat, serta rajin membantu rakyat yang miskin dengan berbagai programnya seperti program Rakyat Bantu Rakyat, beliau itu juga seorang fisikawan Indonesia yang memiliki pengetahuan luas juga soal kekayaan alam Indonesia yang sangat kaya raya dan bertaburan emas di mana-mana yang belum dikelola dengan baik oleh pemerintah.
Bagi Bang Dr. Haidar Alwi Indonesia ini sebenarnya merupakan gerbang emas dunia. Dan dari teropongan ilmiah Bang Dr. Haidar Alwi, mulai dari Papua, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Jawa sesungguhnya sangat kaya dengan emas. Jika semua itu dikelola dengan baik, maka Indonesia akan bisa menjadi pengelola emas terbaik di dunia, yang karenanya sangat mudah sekali untuk melunasi hutang-hutang Indonesia pada luar negeri, bahkan lebihnya bisa sangat banyak sekali, yang bisa dipergunakan untuk mensejahterakan dan memakmurkan rakyat Indonesia, bukan memakmurkan para konglomerat yang sesungguhnya malah kerap merugikan rakyat Indonesia dengan pergerakan mafiosonya.
Jadi dengan mengangkat Bang Dr. Haidar Alwi sebagai pengganti Hasan Nasbi, sebenarnya Pemerintahan Prabowo memiliki banyak keuntungan; Pertama, Bang Haidar Alwi cakap berkomunikasi politik hingga akan menjamin terciptanya kesejukan komunikasi politik antara Pemerintahan Prabowo dengan rakyatnya, keduanya, Bang Dr. Haidar Alwi juga akan banyak memberikan masukan solusi berharga bagi Pemerintahan Prabowo untuk meminimalisir gejolak ekonomi dan sosial, serta mempermudah penyelesaian hutang luar negeri Indonesia yang diwariskan oleh Jokowi.
Jokowi yang tiada henti-hentinya dicemooh oleh tokoh-tokoh profesional masyarakat dan organisasi dari dalam hingga luar negeri. Masak Pak Presiden Prabowo lupa dengan OCCRP yang memberikan nominasi terhadap Jokowi sebagai mantan Presiden Terkorup Dunia?.
OCCRP bukanlah organisasi abal-abal seperti relawan Jokowi yang diketuai oleh figur dan alumnus Kampus abal-abal, yang tempatnya di Ruko dan yang mengundang tawa jutaan Netizen Indonesia, karena dimintai oleh Rocky Gerung menyebut nama dosennya saja lupa atau tidak bisa. Sapere aude ! Beranilah berpikir !…(SHE).
Oleh: Saiful Huda Ems.
Lawyer dan Analis Politik.