DAELPOS.com – Presiden Joko Widodo meminta dilakukan kalkulasi secara detail mengenai risiko pelemahan ekonomi global, termasuk akibat dari merebaknya virus corona yang terjadi di awal tahun ini dan kemungkinan dampak ekonomi lanjutan di tahun 2021.
Defisit neraca perdagangan dan transaksi berjalan pada tahun 2021 harus semakin turun. Untuk itu, perlu diberikan prioritas pengembangan industri substitusi impor, melanjutkan kebijakan bioenergi ke program B40-B50, serta langkah-langkah terobosan dalam rangka meningkatkan lifting minyak.
“Kekhawatiran mengenai Covid-19 ini di seluruh dunia telah menyebabkan koreksi sangat tajam di pasar-pasar keuangan. Jadi kita juga harus mengantisipasi dampaknya terhadap lembaga-lembaga keuangan,” tambah Sri Mulyani seraya menambahkan dari sisi penyaluran kredit, performance kredit, dan juga kemampuan untuk menghadapi stres-stres situasi yang dihadapi, saat memberikan keterangan pers kepada wartawan di Kantor Presiden, Jakarta, Senin, 9 Maret 2020.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menjelaskan bahwa saat mulai memulai proses penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2021 juga melihat perubahan yang terjadi pada sekitar dua setengah bulan ini terutama masalah Virus Korona dan harga minyak.
“Pertama, terjadinya Coronavirus yang sampai hari ini mungkin kita masih harus melihat perkembangannya dan dampak ekonominya di dalam negeri, dan terutama juga dari luar negeri yang merembes ke dalam negeri,” ujar Menkeu.
Hal kedua, menurut Menkeu, dilihat dari harga minyak terutama terkait dinamika antara Saudi dengan Rusia, dari sisi OPEC dan non OPEC, yang menyebabkan harga minyak turun sangat drastis dalam 2 hari terakhir.
Untuk tahun 2020, Menkeu menyampaikan bahwa Pemerintah akan terus menggunakan instrumen fiskal. Ia mengatakan terutama suasananya memang sangat dinamis, namun kita akan tetap mencoba merumuskan kebijakan fiskal untuk meminimalkan dampak berasal dari Covid-19.
Di sisi lain, Sri Mulyani minta penerimaan pajak utamanya dari sisi migas maupun yang lain nanti akan juga mengalami tekanan kalau dari sisi komoditas harganya turun dan kegiatan ekonomi melemah, seperti yang mungkin terdampak dari Covid-19 yang seperti yang terlihat sampai saat ini.
“Oleh karena itu nanti APBN di 2020 memang akan defisitnya meningkat. Saat ini kita mengindikasikan defisit itu ada di dalam kisaran antara 2,2 hingga 2,5. Namun kita akan lihat nanti dari sisi penerimaan maupun dari sisi belanjanya,” imbuh Menkeu.
Yang akan difokuskan, menurut Menkeu tetap akan coba dirumuskan kebijakan karena situasinya masih bergerak terus, yang disebut perumusan stimulus fiskal akan didesain sesuai dengan perkembangan yang ada.
“Kemarin kan kita lihat, apabila ini satu shock dan kemudian dampaknya bagaimana mempengaruhi atau menolong dari sisi perusahaan-perusahaan baik itu hotel, restoran atau yang berasal dari industri manufaktur,” ujarnya.
Menurut Menkeu, dengan melihat kondisi sekarang perkembangan akan berlanjut, maka akan dilihat lagi desain yang terbaik. Lebih lanjut, Menkeu sampaikan bahwa akan dilaksanakan koordinasi dengan Menko Perekonomian untuk melihat opsi-opsi dari stimulus yang tetap tetap dalam koridor sehingga membuat instrumen APBN bisa menjadi salah satu penolong perekonomian yang sedang dalam kondisi lemah.
“Itu yang sedang kita fokuskan. Dan sekaligus kita juga mulai membangun desain untuk tahun 2021,” imbuhnya.