DAELPOS,com – Caroline Pramantie kaget bukan main. Tagihan listrik pascabayar di rumahnya bulan Mei 2020, melonjak sampai 9 kali lipat dari normal.
Biasanya ia merogoh kocek sekitar Rp 250 ribu per bulan untuk tagihan listrik. Bulan ini, tiba-tiba tagihan listriknya meroket menjadi Rp 2,3 juta.
“Saya tinggal di kawasan Kedaung Ciputat. Listrik di rumah cuma 1300 VA, dengan pemakaian normal sehari-hari. Selama hampir setahun tinggal, enggak ada masalah listrik. Bayar tagihan juga tepat waktu sesuai dengan tagihan. Sejak menempati rumah tersebut di bulan Juli 2019, setiap bulan saya selalu bayar listrik sesuai tagihan 250 ribu, paling banyak 300 ribu. Tagihan itu sama terus sampai bulan April 2020 kemarin. Beberapa hari lalu, 28 Mei 2020, saya mau bayar dan membuka tagihan lewat m-banking. Jujur kaget karena tagihan Mei 2020 melonjak jadi 2,3 juta,” tuturnya, Minggu (31/5).
Antie, sapaan akrabnya, langsung menghubungi Customer Service PLN 123. Namun ia tidak mendapat jawaban memuaskan. Alasan yang dikemukakan Customer Service PLN, dari data terlihat penumpukan kWh sejak November 2019. “Saya tanya penyebabnya apa, tidak bisa menjelaskan dengan rinci. Dia cuma bilang karena setiap petugas datang enggak bisa cek meteran,” ujarnya.
PLN memang sempat menghentikan pengiriman petugas pencatat meteran karena adanya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk mencegah penyebaran virus corona. Namun kenaikan tagihan hingga 9 kali lipat tetap dinilai Antie sangat tidak wajar.
Selama Work From Home (WFH) di masa pandemi corona ini, Antie mengaku lebih sering berada di rumah orang tuanya. Kalau ada kenaikan pemakaian, menurutnya tidak akan sampai 9 kali lipat.
Ketika Customer Service menyatakan adanya penumpukan kWh yang tak terhitung sejak November 2019 pun Antie tak begitu saja percaya.
“Sejak PSBB dari bulan Maret mereka emang enggak menurunkan petugas, jadi memang direkap 3 bulan. Ya oke lah kalau misal alasan PSBB, tapi masa sampai 2 juta lebih? Padahal selama WFH juga aku di rumah mamaku, jarang di rumah sendiri. Terus mereka juga yang bilang ada penumpukan kWh-nya dari November 2019,” kata Antie.
“Saat saya bilang, saya enggak mau bayar kalau gitu, malah ditegasin sama CS kalau begitu PLN berhak melakukan pemutusan. Jujur saya saat itu emang udah emosi banget,” imbuhnya.
Akhirnya pada Sabtu (30/5), Antie memutuskan datang langsung ke kantor PLN area Ciputat. “Ternyata cuma diterima oleh satpam di depan Gerbang. Saya diminta menuliskan keluhan dan nomor telepon untuk dihubungi pihak PLN. Alasan mereka kantor tidak beroperasi sampai tanggal 2 Juni,” ucapnya.
Ia melihat semua orang yang datang ke kantor PLN area Ciputat diminta melakukan hal yang sama dan langsung pulang. “Saya enggak mau. Saya sudah lihat tumpukan kertas yang berisi semua keluhan pelanggan yang saya yakini belum tentu semua diproses. Saya ngotot di situ minta dipertemukan sama pegawai PLN yang ada. Sampai akhirnya satpam masuk ke kantornya cukup lama, dan enggak lama ada petugas yang menelpon. Saya omongin semua sama seperti yang udah saya bilang ke CS,” Antie menerangkan.
Hasilnya sama, berdasarkan data, ada penumpukan kWh karena lagi-lagi alasannya petugas yang tak bisa mengecek langsung dan hanya foto dari luar. “Saya marah karena saya bilang kalau petugas kalian yang bermasalah, sementara di rumah saya selalu ada orang, kenapa pelanggan yang dibuat susah,” tegasnya.
Antie melanjutkan, PLN hanya menawarkan solusi untuk dicicil. Bulan ini berapa yang sanggup dibayarnya, sisanya dibagi 12 bulan. “Intinya saya tetap suruh bayar untuk kesalahan yang tidak saya lakukan. Padahal setiap bulan saya bayar sesuai tagihan dari mereka selama ini,” tutupnya. (*)