Penulis: Adian Radiatus
KEHADIRAN Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia atau KAMI ternyata menggetarkan tirai belakang layar kekuasaan hingga ke jantung otoritas tertinggi. Sayangnya alih-alih bertindak sebagai “the honour leader” malah memakai cara-cara film action intrik-intrik politik yang terasa sudah usang.
Kerahkan influencer dan tim buzzer cangkokan model komuniser dengan menebar meme dan narasi fitnah pembusukan adalah metode daur ulang sampah otak jahat akibat minimnya daya intelektualitas dalam perspektif demokrasi dan kebangsaan.
Siapapun pelaku aktor dibalik layar penyerangan moril kontra demokrasi ini dipastikan adalah pihak yang tidak ingin Indonesia berubah menjadi benar dalam langkahnya, kecuali hanya sesuai kehendaknya.
Mereka memang masih mencoba mendemonstrasikan kekuatan supernya di bidang penguasaan ruang media publik, medsos atas politik dan hukum. Intimidasi secara halus maupun kasat mata. Twitter Din Syamsuddin kena dihack juga Situs tempodotco pun sempat diretas oleh influenzer gelap.
Kelompok dibalik layar ini sesungguhnya dapat diduga sama dengan pelindung pelaku RUU HIP. Modus politik represif kekuasaannya sangat menonjol.
Dubes Palestina sampai harus membuat klarifikasi tertulis yang narasinya mengindikasikan adanya komunikasi yang bernuansa kepanikan mencerminkan kemunduran kediplomatikan demokrasi Indonesia di mata para diplomat dan pengamat negara asing. Pasalnya kehadiran Dubes negara sahabat bukan sebagai deklarator tapi undangan terhormat.
Jadi para tuan-tuan yang ketar ketir melihat kehadiran KAMI sudah terkena sindrome possesif dimuka sebelum mempelajari lebih dahulu apa konten deklarasi dan maklumat KAMI itu.
Kemungkinan analisis terdapat kegagalan besar dalam pengelolaan negara oleh tim pemerintahan Jokowi menjadi sangat menonjol bila dilihat dari cara mempertahankan kekuasaan yang tengah digenggam erat-erat itu.
Daripada susah payah meminta bantuan tambahan influencer dan buzzer untuk mendestruktif kehadiran Koalisi sadar bangsa bernama KAMI ini, lebih baik dana yang menurut ICW sebesar sembilan puluhan miliar itu dan hasilnya hanya semakin memperburuk situasi persatuan dan kesatuan bangsa saja.
Maka sebuah acara bertema “Solusi Nasional” dengan sejumlah panelis yang menghadirkan seluruh jajaran Kabinet Kerja tanpa kecuali berhadapan debat terbuka dengan tim dari KAMI. Barangkali cukup dengan lima atau tiga nama, diantaranya tentu Din Syamsuddin, Rizal Ramli dan Rocky Gerung juga Syahganda dan Refli Harun.
Dan apapun hasil rangkuman panelis independen wajib dipublikasikan tanpa kecuali. Mungkin ini adalah cara terbaik dalam demokrasi Pancasila yang tengah menghadapi situasi tidak menentu akibat tata kelola berdasarkan selera dan bukan nalar logika.
Jadi daripada sedemikian ketar ketirnya tuan-tuan menyambut kehadiran KAMI dengan pola ragam memalukan itu sehingga membuat makin tajam sinisme kepada kepemimpinan, lebih baik menyerah terhormat dalam ruang tukar pendapat terbuka langsung dimata publik.
Bila penguasa yang sudah kehilangan kepercayaan besar rakyat itu semakin anjlog gak karuan diantara puluhan ribu meme satir kiriman rakyat jujur non buzzer non influencer itu, maka tidak tertutup ketar ketirnya tuan akan berbuah menjadi kegetiran teramat pahit meski masih ada kuasa. []