DAELPOS.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penahanan terhadap Tersangka MS selaku Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Riau, dalam penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji terkait pengurusan dan perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) di Kanwil BPN Provinsi Riau.
KPK selanjutnya melakukan penahanan terhadap Tersangka MS untuk 20 hari pertama, terhitung sejak tanggal 1 s.d 20 Desember 2022. Penahanan dilakukan di Rutan KPK pada Kavling C1 gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK.
Sebelumnya KPK telah menetapkan MS bersama dua orang lainnya sebagai tersangka yaitu FW selaku pihak Swasta/Pemegang Saham PT AA dan SDR selaku General Manager PT AA. Dimana perkara ini merupakan pengembangan dari kegiatan tangkap tangan KPK yang melibatkan Bupati Kuantan Singingi Andi Putra.
Dalam perkara ini, FW diduga menugaskan SDR mengurus perpanjangan sertifikat HGU PT AA seluas 3300 Hektare di Kabupaten Kuantan Singingi. SDR lalu menemui MS. Dalam pertemuan tersebut MS diduga meminta uang sekitar Rp3,5 Miliar dalam bentuk Dollar Singapura dengan pembagian 40% s.d 60% sebagai uang muka, dan MS menjanjikan segera mempercepat proses pengurusan HGU PT AA. Selanjutnya SDR melakukan penyerahan uang senilai SGD120.000 kepada MS pada September 2021.
Dari rekomendasi MS, SDR juga mengajukan surat permohonan ke Andi Putra dan meminta kebun kemitraan PT AA di Kampar dapat disetujui menjadi kebun kemitraan. Dimana kemudian diduga terjadi kesepakatan antara AP dengan SDR atas sepengetahuan FW terkait adanya pemberian uang sejumlah Rp2 Milyar.
Atas perbuatannya, Tersangka MS sebagai Penerima melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 UU RI Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
KPK mengidentifikasi sektor perizinan menjadi salah satu area yang rawan terjadinya tindak pidana korupsi. Sekaligus memiliki dampak lanjutan yang tidak hanya merugikan keuangan dan perekonomian nasional, namun juga kerusakan lingkungan. Oleh karenanya KPK terus melakukan pendampingan pada upaya perbaikan tata kelola perizinan salah satunya melalui tugas koordinasi dan supervisi dengan instrumen Monitoring Centre for Prevention (MCP).