DAELPOS.com – Pada RDPU (Rapat Dengar Pendapat Umum) Komisi VI dengan Jiwasraya, Anggota DPR RI Nevi Zuairina mendesak kementerian BUMN agar Jiwasraya segera membayar kewajibannya kepada nasabah pemegang polis. Optimalisasi aset yang dimiliki untuk memperoleh dana segar dengan mengambil langkah re-enginering finance yaitu dengan melakukan underlying untuk penerbitan instrumen investasi Kontrak Investasi Kolektif (KIK) berupa Dana Investasi Real Estate (DIRE).
“Jiwasraya ini seharusnya jangan sampai rugi. Karena startnya sudah sangat bagus dengan 17 ribu nasabah dimana nasabah membayar Rp 100 juta di awal. Premi asuransi itu mestinya mampu memberikan kinerja perusahaan yang baik dalam waktu singkat,” ucap nevi di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (5/12/2019).
Nevi mengatakan, pada kenyataannya asuransi ini malah terjadi persoalan besar ketika klaimnya jatuh tempo pada Oktober 2018 dengan nilai tunai polis mencapai Rp 802 miliar yang berasal dari 711 polis yang harus dibayarkan kepada tujuh mitra bancassurance Jiwasraya antara lain Standard Chartered Bank, Bank KEB Hana Indonesia, Bank Victoria, Bank ANZ, Bank QNB Indonesia, Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan juga BTN.
Legislator Fraksi PKS ini mendapat laporan bahwa Jiwasraya berinvestasi hingga Rp 6,3 triliun untuk saham PT Inti Agri Resources lewat reksa dana. Menurut catatan BPK investasi pada satu saham dengan nilai cukup besar ini bisa menimbulkan potensi gelembung (bubble). Harga saham Inti Agri akan melonjak terus walaupun keuangan perusahaan ini tidak begitu baik kondisi yang berpotensi merugikan Jiwasraya.
Berdasarkan Laporan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) tahun pemeriksaan 2016, tambahnya, telah dideteksi investasi yang tak wajar, yakni pembelian saham PT Trikomsel Oke Rp 449,5 miliar, PT Sugih Energy Rp 318,1 miliar, dan PT Eureka Prima Jakarta Rp 118 miliar. BPK menilai pembelian saham-saham ini kurang cermat karena fundamental perusahaan itu sebetulnya kurang bagus. Untuk laporan keuangan 2017, nilai aset properti Jiwasraya mencapai Rp 6,55 triliun.
“Laporan unaudited Jiwasraya tahun 2017 awalnya mencatat laba bersih sebesar Rp 2,4 triliun. Namun, setelah manajemen lama lengser, PricewaterhouseCoopers (PWC) merevisi auditnya. Hasilnya laba bersih Jiwasraya menciut menjadi Rp 360 miliar saja,” paparnya.
Wakil Rakyat asal Sumatera Barat itu menyampaikan, dari catatan rapat-rapat DPR, antara Komisi VI DPR dengan Asuransi Jiwasraya, pada Selasa 23 Juli 2019, dibahas soal tunggakan pembayaran klaim jatuh tempo kepada 1.286 pemegang polis. Dengan nilai bunga polis yang akan dibayarkan sebesar Rp 96,58 miliar, Jiwasraya berkomitmen melunasi pembayaran polis jatuh tempo hingga kuartal III 2020.
Dikatakannya, Jiwasraya tercatat mengalami ekuitas minus Rp 24 triliun per September 2019. Kebutuhan dana Rp 32,89 triliun diperlukan untuk memenuhi rasio kecukupan modal berbasis risiko (RBC) sesuai ketetapan otoritas yakni 120%. Ekuitas negatif terjadi karena beberapa penyebab, di antaranya perusahaan banyak melakukan investasi pada aset berisiko untuk mengejar imbal hasil tinggi. Pada tahun lalu, sebesar 22,4% atau Rp 5,7 triliun dari total aset finansial perusahaan ditempatkan pada saham, tetapi hanya 5% yang ditempatkan pada saham LQ45.
Sementara itu, lanjutnya, 59,1% atau Rp 14,9 triliun ditempatkan pada reksa dana, tetapi hanya 2% yang dikelola oleh top tier manajer investasi. Selain itu, ada temuan rekayasa harga saham. Modusnya, Jiwasraya membeli saham dengan harga mahal kemudian dijual pada harga negosiasi (di atas harga perolehan) kepada manajer investasi, untuk kemudian dibeli Jiwasraya.
“Sebagai pengawas kinerja pemerintah, kami akan meminta kementerian BUMN dan Aparat penegak hukum agar menindaklanjuti adanya indikasi kecurangan (fraud) di tubuh Jiwasraya. Intinya ada campur tangan pemerintah untuk memastikan agar nasabah jiwasraya dapat dibayar. Pemerintah perlu membentuk lembaga penjamin polis, agar kasus gagal bayar polis asuransi tidak terulang kembali, sebagaimana yang diamanatkan oleh UU No.40/2014 tentang Perasuransian,” tutup Nevi. (dpr.go.id)