Repdem: Stop PCR Berbayar, Jangan Berbisnis di Tengah Derita Rakyat!!!

Monday, 2 August 2021

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

DAELPOS.com – Relawan Perjuangan Demokrasi (REPDEM), organisasi sayap aktivis pro demokrasi PDI Perjuangan menilai pembatasan menilai pemerintah belum maksimal mengatasi pandemi Covid19. Hal ini dilandasi beberapa pengaduan masyarakat dan pengecekan lapangan yang dilakukan langsung oleh para aktivis Repdem.

Beberapa catatan penting dari investigasi tersebut pertama soal test PCR. Test PCR memakan waktu berhari-hari bahkan lebih dari seminggu untuk mendapatkan hasil. Masyarakat yang pergi ke puskesmas harus rela menunggu hasil PCR begitu lama. Sementara, di tempat yang berbayar, hasil test bisa didapatkan kurang dari 24 jam dengan tarif bervariasi antara 450 ribu sampai 1,3 juta. Hal ini tentu menggelikan, mengingat pasien terinfeksi atau mempunyai gejala justru harus cepat diisolasi dan dibantu kebutuhan hidupnya selama masa isolasi.

Sebelum wajib tes PCR, pemerintah hanya mewajibkan swab antigen yang hasilnya bisa didapat dalam waktu 15-40 menit dan dapat dilihat oleh orang yang datang untuk diantigen. Jika ditemukan positif, baru dilakukan test PCR.  Namun sekarang pemerintah justru seperti membiarkan penyebaran covid19 lebih cepat karena wajib PCR dan entah kapan keluar hasilnya. Tidak ada deteksi dini sehingga mempercepat penanganan.

Celakanya, banyak tempat penerimaan sampel test PCR ternyata tidak punya alat uji labnya. Untuk menguji harus dibawa ke laboratorium khusus dengan antrian sangat panjang. Disinilah permainan istilah “silver, gold dan platinum” berjalan. Semakin besar biaya yang dikeluarkan, semakin cepat mendapat hasil. Mafia kesehatan meraup untung besar di tengah penderitaan rakyat. Untuk ‘silver’, syukur-syukur hasilnya keluar. Minimal sepuluh hari. Kalau ternyata positif dan keburu mati karena fasilitas kesehatan pemerintah ‘mempunyai keterbatasan alat uji’ ya sudah. Jadi bisnis pemakaman.

See also  Menag Yaqut: Jangan Pilih Pemimpin yang Gunakan Agama sebagai Alat Politik

Bahkan, Repdem sempat menemukan Ibukota Propinsi yang hanya mempunyai satu lab penguji. Semua lab penerima mengirim sampel kesana. Lab swasta tersebut mematok harga minimal 900 ribu. Bisa dibayangkan apa yang terjadi dengan sampel yang dari puskesmas?

Dari sini Repdem menyarankan kembali ke test swab antigen secara gratis dan jemput bola. Harus diatur agar penanganan pandemi bisa lebih cepat. BUMN dan BUMD kesehatanpun jangan hanya jadi makelar. Jual obat dan vitamin jangan menggunakan HET. Ini sedang dalam tindakan penyelamatan, bukan melulu bisnis. Belum lagi soal ketersediaan oksigen yang sampai saat ini belum tertangani dengan baik. Bertindak cepat, bukan minta buzzer bikin pencitraan terus sembari membiarkan rakyat menderita. Buatlah swab antigen gratis sampai ke kampung-kampung. Perbanyak lab PCR gratis di apotek-apotek pemerintah. Kasihan rakyat kalau isi kepalanya cuma Eceran Tertinggi terus.

Hal kedua, Repdem menyarankan agar vaksinasi terus dipercepat dengan jemput bola. Terutama di luar Jakarta. Bagaimana mungkin satu puskesmas kecamatan di Jawa hanya bisa melayani 100 vaksin perhari. Mustahil kejar target herd immunity kalau polanya seperti itu. Bagi masyarakat yang masih menunggu vaksin merek tertentu harus diedukasi bahwa mereka boleh saja menunggu merek tersebut, tetapi sekarang harus divaksin dengan yang tersedia dulu untuk tindakan preventif pencegahan penularan.

Repdem berharap pemerintah kembali memberlakukan new normal. Selama sebulan pengekangan ini yang terjadi bukan hanya mati covid, tapi mental masyarakat menjadi depresi karena tidak bisa mencari penghidupan. Sementara bantuan tak kunjung datang. Di perkotaan seperti Jakarta saja, kaum urban yang bekerja informal dan tidak ada yang terdaftar. Karena patokannya NIK bukan keberadaannya.

Berita Terkait

Perkuat Kolaborasi, Mendes Yandri Ingin GP Ansor Manfaatkan Jaringan Dukung Pembangunan Desa
Haidar Alwi: Perubahan Pemerintahan Trump BUKAN Bom Waktu Bagi Ekonomi Indonesia.
Delegasi Israel Walkout, Ketua BKSAP DPR RI FPKS: Negara Dunia Dukung Palestina Merdeka
Haidar Alwi: Narasi Tempo Tentang Sufmi Dasco Ahmad Menyimpang dari Etika, dan Fakta Tak Lagi Jadi Landasan
Hasanuddin Siaga 98′ KPK dan Danantara
Terima Aduan Nelayan Soal Surabaya Waterfront Land, LaNyalla: Keadilan Harus Jadi Ukuran
GKR Hemas Dorong Jaringan Politik Perempuan Wujudkan Politik yang Implementatif
Kemendes dan PP Pemuda Muhammadiyah Kolaborasi Bangun Desa

Berita Terkait

Monday, 14 April 2025 - 10:34 WIB

Perkuat Kolaborasi, Mendes Yandri Ingin GP Ansor Manfaatkan Jaringan Dukung Pembangunan Desa

Wednesday, 9 April 2025 - 19:32 WIB

Haidar Alwi: Perubahan Pemerintahan Trump BUKAN Bom Waktu Bagi Ekonomi Indonesia.

Wednesday, 9 April 2025 - 09:05 WIB

Delegasi Israel Walkout, Ketua BKSAP DPR RI FPKS: Negara Dunia Dukung Palestina Merdeka

Monday, 7 April 2025 - 18:06 WIB

Haidar Alwi: Narasi Tempo Tentang Sufmi Dasco Ahmad Menyimpang dari Etika, dan Fakta Tak Lagi Jadi Landasan

Wednesday, 26 March 2025 - 19:33 WIB

Hasanuddin Siaga 98′ KPK dan Danantara

Berita Terbaru

foto istimewa

Berita Terbaru

Transjakarta Terapkan Tarif Khusus Rp1 untuk Kaum Perempuan Besok

Sunday, 20 Apr 2025 - 21:26 WIB

ilustrasi / foto ist

Berita Utama

Pram Bakal Tegur Pengelola Pelabuhan Tanjung Priok

Sunday, 20 Apr 2025 - 21:15 WIB

Olahraga

Kalahkan Electric PLN, Popsivo Peluang ke Grand Final

Sunday, 20 Apr 2025 - 21:05 WIB

foto istimewa

Hot Topics

Bandung Lautan Palestina, Ribuan Massa Tuntut Hentikan Genosida

Sunday, 20 Apr 2025 - 19:33 WIB