DAELPOS.com – Saat ini dunia mulai pulih dari pandemi Covid-19 dan tren pemulihan ekonomi baik di level domestik maupun global sudah tampak. Untuk ekonomi Indonesia dapat dikatakan positif, yaitu tumbuh 5,01 persen pada triwulan I 2022 dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Namun, pada saat bersamaan dunia dihadapkan dengan tantangan berat, yaitu konflik geopolitik yang memanas. Hal ini mengakibatkan rantai pasok produksi terganggu akibat pandemi, akhirnya berdampak pada harga komoditas dan inflasi yang ikut naik.
Kenaikan harga komoditas ini seperti dua sisi mata uang. Analis Kebijakan Madya Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Syarif Mulyani menjelaskan peningkatan harga komoditas memberikan pengaruh pada peningkatan penerimaan negara, tetapi di sisi lain menekan harga energi dan pangan. “Memang pada satu sisi kondisi saat ini memberikan “berkah” pada kinerja penerimaan yang cukup baik. Namun, di sisi lain, ternyata ada risiko bahkan sudah merupakan kebutuhan untuk memitigasi dampak-dampak lainnya,” tutur Syarif.
Dalam upaya mitigasi lonjakan harga komoditas, APBN harus mampu berperan untuk mengurangi dampak penurunan daya beli. Pemerintah terus mencermati berbagai risiko yang muncul dari dampak lonjakan harga komoditas seperti minyak mentah, batu bara, dan crude palm oil (CPO) terhadap pelaksanaan APBN. Pada akhirnya, kebijakan APBN dapat diarahkan untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi, daya beli, dan kesehatan masyarakat.
“Disinilah kenapa kita harus menyeimbangkan peran pemerintah, dalam hal ini APBN sebagai shock absorber. Jadi, pemerintah harus bisa mengurangi ataupun menahan penurunan daya beli tersebut untuk menjaga konsumsi tetap berjalan sehingga pertumbuhan ekonomi meningkat,” tegas Syarif.
Peningkatan harga komoditas diperkirakan akan masih tetap berlanjut pada tahun 2022 ini. Hal itu tak lepas dari kondisi global saat ini yang masih dibayangi dinamika konflik geopolitik yang masih berlangsung. Di sisi lain, kinerja baik pendapatan negara pun diperkirakan masih akan terus berlanjut hingga akhir tahun. Penerimaan perpajakan baik dari sektor pajak maupun kepabeanan dan cukai pada akhir tahun ini diperkirakan tumbuh positif mencapai Rp1.924,9 triliun. angka tersebut lebih tinggi Rp140,9 triliun dibanding target di dalam Perpres 98 Tahun 2022 dan tumbuh 24,4 persen dibanding tahun 2021.
Sementara itu, PNPB pada semester II tahun 2022 diperkirakan sebesar Rp229,9 triliun. Dengan demikian, pada akhir tahun ini PNBP diperkirakan akan mencapai Rp510,9 triliun atau mencapai 106,1 dari target.
Dari indikasi pendapatan negara tersebut dapat diketahui bahwa kebijakan APBN masih mampu diarahkan untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi, daya beli, dan kesehatan masyarakat, namun dengan tetap menjaga kesinambungan fiskal. Untuk itu, pelaksanaan APBN pada semester II tahun 2022 diarahkan untuk tetap fleksibel dalam meredam risiko perkembangan pandemi maupun perekonomian global.