DAELPOS.com – Lonjakan permintaan baterai hingga 70% pada 2023 menjadi tantangan sekaligus peluang untuk Indonesia. Pengembangan industri baterai di Indonesia perlu mempertimbangkan dampaknya terhadap lingkungan. Hal ini disampaikan Wakil Ketua Umum Koordinator Bidang Maritim, Investasi, dan Luar Negeri Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Shinta W. Kamdani dalam acara “International Battery Summit”, Senin (29/7).
Menurutnya, pengelolaan bahan baku baterai harus memperhatikan sirkulasi di dalam industri pengolahan, memaksimalkan efisiensi, dan mengurangi kerusakan lingkungan. Pengolahan baterai yang harus mempertimbangkan kondisi lingkungan merupakan salah satu upaya untuk menjaga Kesehatan dan kesejahterahaan masyarakat.
“Industri baterai domestik sangat penting untuk menarik investasi dengan menunjukkan keberadaan ekosistem baterai Indonesia dari produksi hingga daur ulang,” ujar Shinta.
Semua pihak, lanjut Shinta, harus dapat berkolaborasi untuk menciptakan ekosistem kendaraan listrik yang ideal untuk menangkap peluang di industri kendaraan listrik khususnya baterai. Kolaborasi tersebut baik dengan pemerintah, swasta, hingga akademisi dalam mengembangkan industri baterai di Indonesia. Kolaborasi ini penting untuk mengembangkan inovasi, pembangunan infrastruktur berkelanjutan dan mendorong sebuah lingkungan untuk perkembangan teknologi berkelanjutan.
“Usaha kami dikaitkan dengan tujuan negara untuk mencapai emisi net zero pada tahun 2060 melalui transisi energi dan pengembangan ekosistem EV yang komprehensif, termasuk baterai,” kata Shinta.
Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bidang Percepatan Pengembangan Industri Sektor ESDM Agus Tjahajana Wirakusumah mengatakan Indonesia bisa menghasilkan bahan baterai berbasis nikel dengan kapasitas 1.143 gigawatt hours (GWh).
“Jika semua perusahaan (pabrik) baterai sudah beroperasi, Indonesia akan dapat memainkan peran utama dalam memproduksi 1.143 GWh bahan baterai berbasis nikel,” kata Agus.
Agus juga memperkirakan permintaan baterai dunia akan mencapai 5.300 GWh pada 2025 yang didominasi oleh permintaan kendaraan listrik roda empat, disusul kendaraan listrik roda dua, bus, sistem penyimpanan energi baterai, dan berbagai barang elektronik.
“Permintaan baterai berbasis nikel diproyeksikan akan terus meningkat mencapai 40–50 persen hingga tahun 2035,” ungkapnya.