DAELPOS.com – Anggota DPD RI, Pdt. Penrad Siagian, melakukan kunjungan kerja ke Kejaksaan Negeri Pematangsiantar, Rabu, 18 Agustus 2024.
Dalam pertemuan ini, Penrad bertemu langsung dengan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Pematangsiantar, Jurist Precisely, guna membahas berbagai isu strategis, mulai dari netralitas Pilkada hingga konflik agraria.
Adapun konflik agraria yang dibahas, yakni di Desa Gurilla, Kecamatan Siantar Sitalasari, Kota Pematangsiantar dan di Desa Simpang Gambus, Kabupaten Batubara.
Netralitas Kejaksaan dalam Pilkada
Pada kesempatan itu, Kajari Pematangsiantar menyampaikan bahwa pihaknya telah jauh-jauh hari melakukan sosialisasi terkait netralitas institusi dalam pelaksanaan Pilkada Serentak 2024.
Hal itu dibuktikan dengan adanya surat edaran yang disampaikan kepada unsur Forkopimda, KPU, dan Bawaslu Kota Pematangsiantar, pada 26 Juli 2024 lalu.
“Dalam Pilkada serentak, jauh hari sebelum hari H pemilihan, kita telah melakukan sosialisasi tentang netralitas Kejaksaan Negeri Pematangsiantar dalam pelaksanaan Pilkada serentak,” tegas Jurist.
Penrad pun mengapresiasi langkah tersebut dan menekankan pentingnya netralitas seluruh aparat penegak hukum dalam menjaga stabilitas demokrasi.
Konflik Gurilla dan PTPN
Penrad menyoroti konflik antara masyarakat yang tergabung dalam Forum Tani Sejahtera Indonesia (Futasi) dengan PTPN III di Desa Gurilla terjadi karena dipicu sengketa lahan ex Hak Guna Usaha (ex HGU).
Ia pun dengan tegas mengkritik Kapolres Pematangsiantar, AKBP Yogen Heroes Baruno. Senator asal Sumatra Utara (Sumut) itu menilai kepolisian bertindak tidak netral dan tidak menjalankan fungsinya sebagai pelindung masyarakat.
“Kapolres bertindak tidak netral terutama untuk masyarakat Gurilla. Masyarakat harus dilindungi, jangan laporan dari masyarakat tidak ditindaklanjuti, sedangkan dari PTPN selalu cepat diproses. Hal-hal seperti ini menimbulkan dugaan kejadian di Gurilla adalah pesanan, saya berharap kepolisian jangan buat keputusan yang tidak adil” ujar Penrad.
Lebih lanjut, dia juga akan meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mengaudit dana yang beredar di Desa Gurilla.
Beberapa masyarakat menerima tali asih tetapi tidak diketahui jumlahnya, demikian juga biaya-biaya saat aparat keamanan berjaga-jaga di awal konflik pecah.
“Apakah dana itu bersumber dari APBN atau non APBN kita tidak tahu,” kata Penrad.
“Saya ingin transparansi. Keuangan yang turun tanpa sumber yang jelas harus diaudit,” tegasnya.
Kajari menambahkan bahwa konflik tersebut mengakibatkan dua jenis kerugian besar, yakni kerugian keuangan negara dan kerugian ekonomi negara.
KUHP dan Penguatan Hukum
Lebih lanjut, Kajari juga menyebut pentingnya penerapan KUHAP Pasal 16 Juncto 116 secara maksimal dalam penegakan hukum.
Ia menyoroti perlunya penguatan Undang-Undang (UU) tentang KUHAP dengan menambahkan pasal terkait check and balance demi menghasilkan sistem hukum yang lebih berkualitas.
“Saat ini, kejaksaan hanya dapat memproses bukti-bukti yang disampaikan oleh pihak kepolisian. Ini menjadi kendala dalam menangani kasus-kasus besar,” jelas Kajari.
Uang Ganti Rugi Tidak Boleh Dipajaki
Dalam diskusi, Kajari Pematangsiantar juga menegaskan bahwa uang ganti rugi terkait persoalan agraria yang diberikan kepada masyarakat tidak boleh dikenakan pajak.
Hal ini dianggap sebagai langkah untuk memastikan hak masyarakat terlindungi secara penuh tanpa beban tambahan.
Langkah Kolaboratif untuk Penyelesaian
Kunjungan kerja ini menjadi ajang penting untuk memperkuat sinergi antara legislatif dan lembaga penegak hukum.
Penrad Siagian menegaskan komitmennya untuk terus mengawal aspirasi masyarakat, terutama dalam menyelesaikan konflik agraria dan memastikan penegakan hukum yang adil.
“Kita semua harus bekerja bersama. Pemerintah, kejaksaan, dan masyarakat harus bersinergi untuk menyelesaikan masalah ini dan mendorong pembangunan yang lebih baik di Sumatra Utara,” tutup Penrad.[]