DAELPOS.com – Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan bahwa tiga fungsi keuangan negara (alokasi, distribusi, dan stabilisasi) selaras dengan tujuan syariat agama Islam atau Maqashid asy-Syariah yang meliputi perlindungan terhadap jiwa, akal, harta, keturunan, dan juga agama. Ia menyebut, prinsip Islam seperti keadilan memiliki sifat yang universal dan relevan dengan kehidupan manusia secara luas.
“Jika kita lihat pada tiga fungsi keuangan negara dalam undang-undang kemudian dibandingkan dengan prinsip-prinsip dalam Maqashid asy-Syariah meliputi perlindungan terhadap jiwa, akal, harta, keturunan, dan keluarga, maka semua hal ini konsisten,” ujarnya dalam Annual Islamic Finance Conference (AIFC) ke-8 di Jakarta pada Jumat (4/10).
Perlindungan terhadap lima hal tersebut menurutnya tercermin dalam desain kebijakan APBN, baik itu dari sisi pendapatan, belanja, maupun investasi. “Jika anda melihat angka yang dikhususkan untuk perlindungan sosial, entah itu dukungan untuk keluarga tidak mampu, bantuan langsung tunai, bantuan pangan, subsidi baik itu di sektor energi, pupuk, UMKM. Seluruhnya merupakan area di mana APBN mengalokasikan jumlah yang signifikan,” jelas Sri Mulyani.
Menkeu mengungkapkan, prinsip keadilan diterapkan pada aspek perpajakan di mana pihak yang mampu akan memberikan kontribusi lebih besar sementara pihak yang tidak mampu diberikan keringanan bahkan mendapat bantuan dalam bentuk zakat maupun perlinsos. Belanja negara juga didesain untuk bisa memenuhi kebutuhan masyarakat yang paling membutuhkan, seperti misalnya infrastruktur dasar dalam bentuk pengairan, sanitasi, dan perumahan.
Lebih lanjut, Menkeu juga mengungkapkan bahwa 4 karakter utama Nabi Muhammad SAW yaitu amanah, shiddiq, fathonah, dan tabligh juga perlu menjadi panutan bagi siapapun yang berkecimpung di bidang pengelolaan keuangan khususnya keuangan publik.
Ia menjelaskan, nilai integritas yang selama ini terus ditekankan di lingkungan Kementerian Keuangan merefleksikan sifat shiddiq dan amanah. Adapun sifat fathonah dan tabligh terimplementasikan dalam kepemimpinan intelektual pada institusi ini.
Pada kesempatan tersebut, ia juga mendorong para peserta konferensi untuk terus berpikir kritis dan memastikan bahwa kebijakan fiskal yang dirancang tidak hanya memenuhi prinsip-prinsip Islam, tetapi juga relevan dalam konteks perekonomian modern.
AIFC sendiri merupakan forum keuangan islam tahunan yang diselenggarakan oleh Kementerian Keuangan, bekerja sama dengan Islamic Development Bank, Universitas Indonesia, Ikatan Ahli Ekonomi Islam, Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah, dan juga Bank Syariah Indonesia.
Dalam AIFC, para pembuat kebijakan, ekonom, akademisi, dan sektor swasta berpartisipasi membahas ekonomi dan keuangan Islam. Pada pertemuan tahun ini, tema yang dibahas adalah bagaimana menggali dan memanfaatkan potensi dan inovasi dalam pengelolaan keuangan publik untuk pembangunan ekonomi sesuai dengan nilai-nilai dalam ajaran islam yang bersifat universal dan berpegang teguh pada prinsip keadilan.