DPR RI memfasilitasi Focus Group Discussion (FGD) dengan melibatkan Komisi IX dengan BPJS Kesehatan, Kementerian Kesehatan, Kejaksaan Agung, Polri dan BPK. Dalam FGD yang dipimpin Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad itu, memberikan kesempatan kepada semua pihak agar memberikan pendapat dan dukungan kepada Direksi BPJS Kesehatan untuk tidak menaikan iuran Kelas III. Sehingga, iuran tersebut berpeluang kembali ke besaran sebelumnya yakni Rp 25.500.
Kesimpulan rapat ini sendiri memutuskan agar Polri, BPK, dan Kejagung memberikan pendapat secara tertulis kepada Komisi IX DPR RI dan Direksi BPJS Kesehatan, agar Direksi bisa memutuskan langkah apa yang selanjutnya diambil. “Jadi kami kasih dua hari, untuk semua berikan pendapat tertulis. Kami instruksikan juga, setelah mendapat pendapat tersebut, Direksi BPJS bisa mengambil sikap,” papar Sufmi di Ruang Rapat Pansus B, Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Selasa (28/1/2020) malam.
Sementara itu, Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris menyampaikan akan membawa keputusan ini ke Presiden Joko Widodo terlebih dahulu. Baru kemudian Direksi akan mengambil langkah selanjutnya. “Dua hari ini kami tunggu pendapat tertulis tiga lembaga, dan setelah itu yang terkait diskresi kami akan laporkan kepada atasan langsung kami, Presiden,” ujar Fahmi.
Pada rapat kerja sebelumnya antara Komisi IX DPR, Kementerian Kesehatan, dan BPJS Kesehatan Desember lalu, sepakat tidak akan menaikkan iuran Kelas III, namun mengalihkan surplus pada kenaikan iuran kelas I dan II untuk membayar selisih iuran kelas III. Hanya saja keputusan ini dikhawatirkan BPJS Kesehatan menabrak hukum.
Dalam PP 87 No. 2013 pasal 21 dijelaskan, BPJS Kesehatan hanya bisa mengalirkan dananya untuk tiga hal, pembayaran manfaat atau pembiayaan layanan jaminan kesehatan, dana operasional penyelenggaraan program jaminan kesehatan, dan investasi dalam instrumen investasi sesuai dengan peraturan perundangan-undangan.
Namun, menurut Plh. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Ali Mukartono, dalam masalah ini BPJS Kesehatan bisa saja tidak melanggar hukum. Asalkan, apa yang dilakukan BPJS digunakan untuk kepentingan umum dan tidak menguntungkan satu pihak.
“Untuk ukur masalah ini, meskipun bisa terduga pelanggaran, selama dia tidak mendapat keuntungan dan untuk kepentingan umum maka tidak melanggar hukum. Jangan takut kalau untuk kepentingan umum,” jelas Ali.