Oleh: Hendra J. Kede*
BAGI masyarakat umum, indikator berhasil tidaknya penerapan konsep new normal hanya satu saja: tingkat penyebaran Virus Corona.
Jika penyebaran Virus Corona makin rendah yang ditandai dengan turunnya jumlah pasien positif corona, atau setidaknya stabil, maka penerapan konsep new normal bisa dikatakan berhasil dan melindungi keselamatan masyarakat.
Kalau sebaliknya yang terjadi, tingkat penyebaran Virus Corona makin naik, berarti penerapan konsep new normal gagal dan membahayakan keselamatan masyarakat.
Yang paling berbahaya itu kalau sampai terjadi lonjakan luar biasa penularan Virus Corona pada daerah tempat uji coba konsep new normal, maka kompleksitas masalahnya bisa saja menjadi sangat tinggi, termasuk tingginya kompleksitas dalam politik ketata-negaraan Indonesia.
Lonjakan penyebaran Virus Corona di daerah yang melaksanakan konsep new normal dapat saja oleh beberapa pihak dihubung-hubungkan dengan azaz hukum tertinggi: Salus populi suprema lex esto, keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi.
Apalagi jika proses pengambilan keputusan penerapan konsep new normal tersebut kurang atau tidak secara maksimal mengindahkan poin ke-6 WHO tentang syarat penerapan new normal.
Yaitu: masyarakat harus dilibatkan untuk memberi masukan, berpendapat, dalam proses masa transisi the new normal.
Terlebih lagi poin ke-6 syarat WHO tersebut sejalan dengan prinsip-prinsip Keterbukaan Informasi Publik sebagaimana diamanahkan Pasal 28F UUD NRI 1945, UU 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, dan aturan turunannya.
Artinya, jika terjadi keadaan yang tidak diinginkan atas penerapan konsep new normal, semoga tidak terjadi, maka pemerintah tentu bisa diminta pertanggungjawabannya oleh dunia internasional dan publik Indonesia.
Rezim Keterbukaan Informasi Publik di Indonesia tidak saja menekankan pentingnya pelibatan masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan yang menyangkut hajat hidup dan hajat keselamatan masyarakat luas.
Namun juga mengharuskan pemerintah untuk penyampaikan informasi terkait alasan atas penerapan sebuah kebijakan dilasanakan secara transparan dan akuntabel, termasuk kebijakan penerapan new normal.
Namun juga mengharuskan pemerintah menjamin kemudahkan akses informasi bagi masyarakat atas proses pengambilan kebijakan dan pelaksanaan kebijakan tersebut, termasuk kebijakan penerapan new normal.
*
Tidak bisa tidak, kebijakan pemerintah terkait penerapan new normal harus sangat memperhatikan 3 (tiga) sisi Keterbukaan Informasi tersebut, baik dalam proses pengambil kebijakan konsep new normal maupun selama proses pelaksanaanya.
Harus terjamin bahwa semua informasi perkembangan pelaksanaan konsep new normal disampaikan secara jujur dan transparan kepada masyarakat luas.
Harus terjamin bahwa masyarakat luas dapat secara mudah mengases informasi perkembangan dan evaluasi pelaksanaan new normal tersebut.
Kenapa? Karena itu adalah Hak Azazi masyarakat Indonesia yang diakui dan dilindungi konstitusi, Hak Konstitusional rakyat Indonesia yang diberikan oleh UUD NRI 1945, dan Hak Legal publik Indonesia yang dijamin UU 14/2008 tentang Keterbukaan Infornasi Publik beserta aturan turunannya.
*
Penerapan konsep new normal ini bisa berhasil, bisa setengan berhasil, dan berpeluang juga gagal.
Namun perlu diingat, yang dipertaruhkan adalah keselamatan nyawa anak bangsa.
Dan keselamatan masyarakat adalah hukum tertinggi.
Maka resiko atas kegagalan menjalankan hukum tertinggi ini tentu juga tinggi.
Inilah yang penulis maksud dengan judul tulisan ini.
Penerapan konsep new normal, merupakan taruhan besar Presiden Jokowi.
Semoga Allah SWT senantiasa membimbing para pemimpin negeri dalam melaksanakan hukum tertinggi yang bahkan lebih tinggi dari UUD NRI 1945: keselamatan raykat.
Allahumma amiin.
*)Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat RI | Ketua Bidang Hukum dan Legislasi PB KBPII