DAELPOS.com – Wakil Ketua MPR RI Dr. H. M. Hidayat Nur Wahid, MA mengingatkan, para Pemuda, apalagi Pemuda Muslim, harus memahami pentingnya sejarah bangsa secara utuh. Para pemuda juga harus memahami pentingnya membangun soliditas dan solidaritas bersama komponen bangsa lainnya dalam mengimplementasikan dan menjaga Pancasila dan NKRI. Apalagi dengan adanya upaya pengaburan sejarah, serta tantangan lokal dan global. Seperti separatisme, neo kolonialisme dan pandemi covid-19.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Hidayat Nur Wahid saat menjadi narasumber Seminar Nasional bertema ‘Peran Pemuda Dalam Mengokohkan Simpul Kebangsaan di Tengah Kemajemukan dan Pandemi’. Seminar ini terselenggara berkat kerja sama antara MPR dengan Gema Keadilan DKI Jakarta, dan berlangsung di Jakarta Selatan, Sabtu (9/10)2021). Acara itu dihadiri Gubernur DKI Anies Baswedan, Ketua Umum KNPI dan Presiden Gema Keadilan.
Menurut HNW sapaan akrab Hidayat Nur Wahid, pemahaman sejarah bangsa yang utuh dan benar, perlu dimiliki oleh para pemuda. Agar para pemuda bangga dengan perjuangan Bapak / Ibu Bangsa dan bisa melanjutkan perjuangan tersebut. Tidak mudah terpengaruh oleh upaya-upaya pengaburan sejarah Bangsa dan peran para tokoh Umat Islam. Karena itu lanjut HNW, pemuda dan generasi milenial yang memiliki akses informasi harus melek informasi dan tidak mensiakan potensi serta momentum yang di miliki.
Hidayat mencontohkan adanya upaya pengaburan sejarah terkait pemberontakan yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) pada 1948 dan 1965. “Ada upaya yang menarasikan bahwa PKI bukan sebagai pelaku, melainkan korban. Padahal korban kejahatan PKI sudah banyak berjatuhan dari Para Kiyai, Santri, Gubernur Jawa Timur, dan beberapa Jendral TNI AD. Karena pemberontakan PKI bahkan tidak hanya dilakukan sekali saja,” ujarnya.
Ada upaya mengalihkan peristiwa G30S PKI tahun 1965, kata HNW dengan menimpakan kesalahan justru kepada Orde Baru. Padahal orde barulah yang berhasil menumpas PKI dan gerakan komunisme. HNW menegaskan, penolakan terhadap komunisme tidak hanya berkaitan dengan pemberontakan. Tetapi juga sifat ideologinya yang radikal, intoleran dan tak sesuai dengan Pancasila. Karena itu mereka ingin mengubah Pancasila, sebagaimana yang tampak pada peristiwa Madiun Affair, pemberontakan PKI tahun 1948.
“Kudeta PKI pada 18/9/1948 jelas tidak ada hubungan dengan Orba, CIA atau Amerika Serikat. Tetapi terkait dengan dukungan dari Partai Komunis Uni Soviet. Mereka bukan hanya melakukan pemberontakan, tapi tragedi kemanusiaan, dan kudeta terhadap pemerintah RI yang sah. PKI bahkan sudah berhasil menetapkan Ibukota dan mendeklarasikan negara mereka di teritorial RI. Yaitu Negara Republik Soviet Indonesia. Mereka juga umumkan Musso sebagai Presiden dan Amir Syarifuddin sebagai Perdana Menteri,” tuturnya.
Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menambahkan, narasi menyesatkan tersebut diperparah dengan kemunculan Kamus Sejarah Indonesia yang disusun Ditjen Kebudayaan Kemendikbud. Walau Kamus Sejarah Indonesia yang kontroversial itu telah ditarik karena memperoleh banyak protes keras dari masyarakat luas, termasuk PKS, tetapi itu menunjukkan bukti nyata adanya usaha penulisan sejarah yang baru dengan pengaburan fakta. Atau penampilan pemahaman sejarah yang tidak utuh, sayanganya itu justru ada pada institusi pemerintahan.
Dalam jilid 1 Kamus tersebut yang membahas periode Indonesia dipersiapkan dari tahun 1900-1950, lanjutnya, malah tidak disebutkan peran-peran besar pemuda Moslem, Jong Islamieten Bond, organisasi Pemuda Islam yg aktif menghadirkan Sumpah Pemuda 28/10/1928. Juga peran Ulama yang ikut memperjuangkan serta menyelamatkan NKRI, malah tidak disebutkan. Tetapi yang banyak disebut adalah PKI dan tokoh Komunis. Jong Islamieten Bond, KH Hasyim Asyari (dengan Resolusi Jihad), KH. mas Mansoer dan KH. Wahid Hasyim (BPUPK), Mr Syafrudin Prawiranegara ( PDRI) dan M Natsir (Mosi Integral kembali ke NKRI) tidak disebut. “Sejarah gilang gemilang mereka untuk Indonesia Merdeka dan NKRI, justru diputarbalikkan dan tidak disebutkan secara benar,” ujarnya.
Padahal, dengan pemahaman sejarah yang baik dan utuh, pemuda termasuk Pemuda Muslim mendapatkan keteladanan dan kebanggaan atas perjuangan para tokoh Bangsa. Pemuda bisa belajar dan meneruskan peran para tokoh bangsa, agar Indonesia dan cita-cita kemerdekaan serta reformasinya dapat terus diwujudkan juga diwariskan kepada generasi berikut, untuk mensukseskan Indonesia Emas tahun 2045.
“Sangat penting bagi anak muda untuk mempelajari dan mendapatkan sejarah secara benar, agar mempunyai kebanggaan dan mengetahui bagaimana pemuda termasuk Pemuda Muslim eksis dan terus berkontribusi, mengokohkan soliditas, solidaritas dan kemajuan bangsa, dangan menjaga Negara dan Pancasila dari berbagai ancaman. Seperti wabah Covid-19 saat ini, serangan luar negeri, neo kolonialisme, separatisme, serta ideologi-ideologi menyimpang yang tak sesuai dengan Pancasila seperti Komunisme,” tambahnya.
“Dengan pemahaman sejarah yang baik dan benar, maka konteks peran Pemuda menguatkan simpul kebangsaan pada saat ini, juga bisa dilakukan secara lebih aktif dan konstruktif, karena sistem hukum dan prinsip demokrasi yang berlaku di Indonesia memberi ruang bagi pemuda untuk berkiprah di mana saja. Membangun soliditas guna menghadirkan solidaritas kepada masyarakat. Pemuda, dan Rakyat pada umumnya, diberikan jaminan hak untuk berkumpul dan berserikat dalam Pasal 28 UUD NRI 1945 yang diperkuat dengan pasal-pasal tentang HAM lainnya dari Pasal 28A hingga 28J. Itu semua bisa dilakukan untuk menghadirkan kemaslahatan, dan kontribusi maksimal bagi Pemuda Indonesia. Karena tidak bertentangan dengan Pancasila, aturan hukum dan norma yang hidup di masyarakat (agama). Dan itulah teladan yg telah diwariskan oleh Bapak dan Ibu Bangsa untuk kaum Muda di zaman milenial sekarang. Maka maksimalkanlah, dan jangan dimubadzirkan,” pungkasnya.