DAELPOS.com – Sepanjang tahun 2021 Kejari Sleman ternyata telah menghentikan penuntut terhadap tiga perkara tindak pidana umum. Alasannya, penghentian ini berdasarkan keadilan restoratif atau restorative justice (RJ).
“Tiga perkara yang dihentikan penuntutannya tersebut terjadi pada bulan Februari dan September 2021,” kata Kepala Kajari Sleman Bambang Marsana didampingi Kasi Pidum Kejari Sleman Andika Romadona kepada TIMES Indonesia di kantornya, Rabu (2/2/2022).
Tiga perkara itu adalah kasus kecelakaan lalu lintas dengan korban mengalami luka-luka berat. Pelaku dinilai melanggar Pasal 310 ayat (3) UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Kemudian, perkara tindak pidana penganiayaan dengan korban mengalami luka-luka. Pelaku dinilai melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP. Ketiga adalah perkara penganiayaan secara bersama-sama, sang pelaku di sangka melanggar pasal 351 ayat (1) KUHP Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Tentu, penghentian penuntutan ini sesuai perundang-undangan yang berlaku. Tidak asal dihentikan,” tandas Bambang.
Bambang menerangkan, Keadilan Restoratif yang diterapkan Kejari Sleman sesuai dengan Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 tertanggal 21 Juli 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. Bahwa, penuntutan dapat dilakukan apabila pelaku belum pernah dipidana (bukan residivis) dan ancaman pidana tidak lebih dari 5 (lima) tahun. “Juga nilai kerugian yang diderita korban di bawah Rp2,5 juta,” papar Bambang.
Bambang menerangkan, Keadilan Restoratif yang diterapkan Kejari Sleman sesuai dengan Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 tertanggal 21 Juli 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. Bahwa, penuntutan dapat dilakukan apabila pelaku belum pernah dipidana (bukan residivis) dan ancaman pidana tidak lebih dari 5 (lima) tahun. “Juga nilai kerugian yang diderita korban di bawah Rp2,5 juta,” papar Bambang.
Selain itu, penghentian penuntutan juga atas kesepakatan perdamaian antara pelaku dan korban. Nah, Jaksa Penuntut Umum berperan sebagai fasilitator yang tidak memihak kepada salah satu pihak.
“Penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif diprioritaskan terhadap masyarakat miskin untuk menjamin tegaknya rasa keadilan masyarakat,” terang Bambang.
Kasi Pidum Kejari Sleman, Andika Romadona menambahkan sebelum menerbitkan surat penghentikan penuntutan, terlebih dahulu jaksa meneliti berkas perkara. Kemudian, jaksa meneliti apakah perkara dimaksud memenuhi syarat untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.
Setelah dilakukan penerimaan tersangka dan barang bukti dari tim penyidik, tahap berikutnya jaksa melakukan upaya perdamaian. Proses perdamaian antara tersangka dan korban dilakukan di Kantor Kejaksaan Negeri Sleman dan dihadiri oleh kedua belah pihak tersangka, korban dan keluarganya. Juga ada tokoh masyarakat dan tokoh agama serta Jaksa Penuntut Umum (JPU) selaku fasilitator atau mediator.
“Apabila terwujud kesepakatan perdamaian diantara para pihak, maka Kepala Kejaksaan Negeri melaporkan hal tersebut kepada Kepala Kejaksaan Tinggi, untuk selanjutnya dilaksanakan ekspose secara virtual dengan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum),” jelas Andika.
Nah, apabila usulan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif disetujui Jampidum. Maka, Kepala Kejaksaan Negeri menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan.
Dengan adanya kebijakan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restroatif ini, lanjut Andika, maka sudah ada tiga mekanisme penghentian penuntutan, disamping penghentian penuntutan demi hukum serta pengesampingan perkara demi kepetingan umum (seponering).
Mekanisme RJ merupakan salah satu dari tujuh Prioritas Program Jaksa Agung RI tahun 2021, yakni prioritas kelima, penegakan hukum yang berkeadilan, serta memberikan kemanfaatan, khususnya dalam upaya memulihkan korban kejahatan dan memperbaiki pelaku.
Kajari Sleman Bambang Marsana kembali mengingatkan, keberadaan Peraturan Kejaksaan Nomor 15 tahun 2020 tersebut sebagai paradigma baru dari model penyelesaian perkara pidana yang sudah lama ditunggu dan diharapkan masyarakat kecil.
Kedepan, Kejari Sleman akan terus melanjutkan pelaksanaan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif terhadap perkara yang memenuhi syarat.
Sebagaimana diberitakan, sepanjang tahun 2021 Kejagung RI telah menghentikan pentuntutan sebanyak 53 kasus. Diantaranya penghentian penuntutan tiga perkara oleh Kejari Sleman dalam rangka menerapkan keadilan restoratif.(*)