DAELPOS.com – Kekeliruan memahami posisi partai politik (Parpol), politisi parpol dan lembaga legislatif (DPR) karena melihatnya sepotong-sepotong dan mereduksinya semata dalam cara pandang sistem pemilu.
Celakanya sistem pemilu legislatif yang proporsional di kontestasikan dan dikomparasikan baik buruknya, efektifitas dan efisiensinya antara tertutup dan terbuka.
Yang akibatnya sistem pemilu proporsional ini, baik tertutup maupun terbuka menjadi buruk keduanya, setidaknya dalam wacana yang berkembang karena argumentasinya yang bersifat politis.
SIAGA 98 memandang bahwa terbuka maupun tertutup dalam sistem pemilu proporsional adalah sama-sama demokratis dan sama-sama dapat diberi landasan hukum sehingga dapat dilakukan, tergantung pembuat peraturannya (open legal policy).
Sistem memilih legislatif dapat apa saja diterapkan, baik distrik, proporsional ataupun campuran. Diantaranya tak dapat diuji atau dipersoalkan derajat demokratisnya bahkan menolaknya sebagai tidak demokratis.
Sebab sistem ini dalam ruang lingkup pelaksanaan demokrasi Pemilu ! Jadi hentikan kekonyolan memperdebatkan tertutup atau terbuka dalam sistem pemilu proporsional.
Dalam hal hendak dicari kesesuaian bangunan demokrasi dalam lembaga legislasi kita, maka, membangunan sistem rekruitmen anggota legislatif salah satu dari varian proporsional; tertutup atau terbuka haruslah dilihat dan diukur dari dari cara bekerjanya legislatif kita dan sistem yang bekerja di legislatif (DPR).
Jika ini ditelusuri dari jejak cara bekerja dan sistem kerja legislasi kita (DPR), yang memperlihatkan dominasi keputusan politik pada partai politik via fraksi, dan bukan orang-perorang, maka semestinya Sistem Pemilu kita agar sebangun dalam kontruksi bekerja legislatif adalah sistem pròporsional tertutup.
Namun kenyataannya adalah sistem yang digunakan adalah proporsional terbuka. Wajar saja, karena bangunan politik legislatif kita tidak terkontruksi dengan benar. Setiap produk legislasi, digugat (dimohonkan) diuji kembali oleh partai politik melalui jalur hukum Mahkamah Konstitusi (MK). “Ini ironis. Dan kekonyolan yang demokratis.” Ungkap Hasannudin
HASANUDDIN
Koordinator SIAGA 98