DAELPOS.com – Pembenahan Tenaga Pendamping Profesional (TPP) yang dilakukan oleh Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Kemendes PDT) sempat menuai polemik. Hal ini direspon oleh Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Esa Unggul, Prof DR Juanda, SH, MH.
Juanda mengatakan, tidak ada satu aturan pun yang melarang TPP menjadi Bakal Calon Anggota Legislatif (Caleg), karena itu hak setiap warga negara yang dilindungi oleh Konstitusi sebagaimana tercermin dengan prinsip negara hukum (Pasal 1 ayat 3), kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan (Pasal 27) dan hak-hak politik warga negara sebagaimana diatur dalam Pasal 28 UUD NRI Tahun 1945.
Implementasi dari prinsip dan hak-hak dalam konstitusi tersebut diatur lebih lanjut di dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Khususnya Pasal 240 ayat (1) huruf (k) yang mengatur persyaratan Bakal Calon Legislatif yang menyatakan Seorang warga negara Indonesia yang akan menjadi Bakal Calon Anggota Legislatif harus memenuhi persyaratan selain usia, juga bagi pejabat tertentu seperti Kepala Daerah, Direksi, ASN, anggota TNI dan Polri, BUMN atau BUMD, Dewan Pengawas atau profesi tertentu lainnya dan karyawan dari lembaga atau badan lain wajib mengundurkan diri
Selain itu, harus dipahami secara lengkap dan utuh bahwa suatu ketentuan norma dari Pasal, seharusnya dibaca dan dipahami pula makna penjelasan dari Pasal dimaksud.
Dalam penjelasan Pasal 240 ayat (1) huruf (k) ternyata menjelaskan jika surat pengunduran tidak dapat ditarik kembali setelah surat tersebut diterima dan ditindaklanjuti oleh instansi terkait.
Penjelasan kedua, bagi yang diwajibkan mengundurkan diri sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 240 ayat (1) huruf (k) maka yang bersangkutan tidak lagi memiliki status beserta hak dan kewenangannya sejak ditetapkan sebagai calon tetap.
Titik utama soal TPP wajib mundur jika menjadi Caleg, kata Juanda selanjutnya , kita harus membaca Bagian kedua dengan Judul “Pencalonan Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kab./kota”. Pada paragraf 1 Persyaratan Bakal Calon Anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota pada Pasal 240 Ayat 1 Bakal Calon adalah WNI dan harus memenuhi syarat sesuai ketentuan yang berlaku.
Jika merujuk pada Pasal 240 Ayat 1 huruf k TPP memang tidak secara tegas ditulis seperti yang lainnya, ASN, TNI dan Anggota Kepolisian, karyawan BUMN dan BUMD.
“Meski begitu, dalam dunia Ilmu Hukum dan peraturan perundang-undangan dimungkinkan gunakan metode interpretasi hukum, asal dalam rangka mencari kebenaran dan memperjuangkan kepentingan umum/publik dan mewujudkan tegaknya hukum dan keadilan, kata Juanda.
“Pertanyaan berikutnya, apakah kita bisa tafsirkan TPP itu sama maknanya dengan frasa ‘karyawan’ sebagaimana disebutkan dalam Pasal 240 ayat (1) huruf k?. Merujuk Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan Pusat Bahasa Diknas Balai Pustaka tahun 2001, “Karyawan” adalah orang yang bekerja pada suatu lembaga (kantor, perusahaan, dan sebagainya) dengan mendapat gaji (upah): pegawai; pekerja yang bekerja berdasarkan Kontrak Kerja dalam waktu tertentu” .
Jika merujuk pada makna Karyawan di atas, kata Juanda, maka berdasarkan pendekatan metode interpretasi hukum baik secara gramatikal dan ekstentif sesungguhnya TPP dapat disamakan dengan makna “karyawan” . SEBAB TPP adalah orang yang bekerja pada suatu lembaga/badan yang mendapat gaji dan bekerja berdasarkan Kontrak Kerja.
Selanjutnya yang tidak kalah pentingnya mengenai makna “Badan lain” dalam Pasal 240 ayat (1) huruf (k) dapat diartikan sebagai Badan hukum baik privat maupun publik termasuk lembaga negara atau lembaga pemerintah termasuk Kementerian Desa dan PDT.
ketiga TPP harus miliki kualifikasi Profesional yaitu miliki kompetensi tanpa terpengaruh kepentingan politik yang bisa timbulkan konflik kepentingan dalam jalankan tugasnya. TPP dituntut untuk bekerja secara maksimal guna mewujudkan kemajuan dan kepentingan masyarakat desa.
“TPP Desa sudah jelas honornya bersumber dari keuangan negara yaitu APBN , di dasarkan Kontrak kerja dan kualifikasi Profesional sehingga yang bersangkutan diwajibkan mengundurkan diri jika mau menjadi Bakal Caleg,” kata Juanda.
Juanda mengatakan, jika TPP tidak mundur saat menjadi caleg dan akhirnya terpilih maka itu bisa dikategorikan melanggar Pasal 240 ayat (1) huruf (k) UU Pemilu dan secara hukum bisa digugat ke PTUN atau Peradilan Umum oleh pihak tertentu untuk meminta pembatalan sebagai anggota legislatif.
“Namun bagi yang tidak terpilih, maka dengan sendirinya yang bersangkutan sudah tidak berhak mendapatkan gaji/honor dan tidak berwenang pula menjalankan tupoksinya sebagai TPP dan hal itu diatur dalam bagian Penjelasan Pasal 240 ayat (1) huruf k UU Pemilu,” kata Juanda.
Jika nanti terbukti dikemudian hari tetap menerima gaji atau honor sejak wajib mundur tetapi tdk mundur saat ditetapkan calon tetap maka secara hukum pihak yang berwenang bisa meminta yang bersangkutan untuk mengembalikan semua gaji/ honor yang diterima setelah resmi menjadi Caleg.
“Jika Kemendes ingin melakukan pembenahan dan menegakkan hukum untuk wujudkan TPP Profesional maka jika terbukti melanggar Pasal 240 Ayat 1 huruf k, dapat saja kontrak kerja yang bersangkutan tidak dilanjutkan sesuai alasan dan pertimbangan Kemendes,” kata Juanda yang juga anggota Asosiasi APHTN-HAN ini mengakhiri.