DAELPOS.com – Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Kendari (23/12/2019). Indonesia sedang mengalami dan berusaha mengatasi permasalahan gizi ganda, yaitu kekurangan gizi seperti wasting (kurus) dan stunting (pendek) pada balita, anemia pada remaja dan ibu hamil serta kelebihan gizi, termasuk obesitas baik pada balita maupun orang dewasa. Sekitar 37 persen (hampir 9 juta) anak balita, mengalami stunting (Rikesdas 2013) dan Indonesia adalah negara dengan prevalensi stunting ke 5 (lima) terbesar di dunia, di Provinsi Sulawesi Tenggara sendiri 36 % mengalami Stunting. Anak kerdil yang terjadi di Indonesia sebenarnya tidak hanya dialami oleh keluarga yang miskin dan kurang mampu, akan tetapi stunting juga dialami oleh keluarga yang tidak miskin/yang berada di atas 40 persen tingkat kesejahteraan sosial dan ekonomi.
Stunting dapat terjadi karena masih terbatasnya pemahaman tentang pengasuhan yang tidak hanya dilakukan ketika anak sudah lahir, tetapi juga dilakukan sejak anak masih berada di dalam kandungan sehingga orang tua dan keluarga dapat meminimalisir faktor risiko terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak. Oleh karenanya, peningkatan upaya promotif dan preventif dalam rangka perbaikan gizi melalui optimalisasi pengasuhan 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dan Penyiapan Perencanaan Kehidupan Berkeluarga bagi Remaja menjadi 2 (dua) hal penting selain dengan memastikan terpenuhinya kebutuhan fisik (gizi) dan mental ibu serta bayi selama masa kehamilan hingga anak menginjak usia 2 (dua) tahun.
Stunting dapat dicegah di mulai dari masa remaja dimana seorang remaja dapat mempersiapkan dan merencanakan masa depan dan kehidupan berkeluarga. Indonesia sendiri sedang menyongsong era bonus demografi dimana proporsi dan jumlah remaja sangat tinggi terhadap total populasi. Menurut data Supas tahun 2015, jumlah penduduk usia 10-24 tahun mencapai sekitar 61 juta jiwa dan jumlah penduduk 10-24 tahun yang belum menikah sebanyak 54 juta. Jumlah remaja yang besar tersebut akan dapat menjadi aset yang luar biasa bagi bangsa dan negara Indonesia apabila dikelola dengan baik dan kualitasnya juga baik.
BKKBN melalui program Generasi Berencana (GenRe) berupaya menyiapkan generasi muda untuk mampu mengisi Bonus Demografi, menyiapkan Generasi Emas Indonesia pada tahun 2045 mendatang. GenRe dikembangkan untuk penyiapan kehidupan berkeluarga bagi remaja sehingga mereka mampu melangsungkan jenjang pendidikan, berkarir dalam pekerjaan, serta menikah dengan penuh perencanaan sesuai siklus kesehatan reproduksi.
“Program GenRE dapat meningkatkan pemahaman, pengetahuan, serta sikap dan perilaku positif remaja tentang kesehatan dan hak-hak reproduksi, guna meningkatkan derajat kesehatan reproduksinya dan menyiapkan kehidupan berkeluarga dalam upaya peningkatan kualitas generasi mendatang. Dengan bekal yang baik selama menjadi remaja GenRE, diharapkan dapat membentuk keluarga yang sejahtera, damai, dan tentram. Tanpa ada keluarga yang tenteram, mustahil bisa melahirkan anak-anak yang unggul dan berkualitas.” tutur Kepala BKKBN dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K) saat membuka Sinkronisasi Program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) melalui Promosi dan KIE Pengasuhan 1000 HPK serta Penyiapan Perencanaan Kehidupan Berkeluarga bagi Remaja Generasi Berencana Sulawesi Tenggara di Hotel Claro, Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara (23/12).
Pernikahan usia anak sendiri menempatkan remaja putri dalam resiko tinggi terhadap kehamilan dini dan kehamilan tidak diinginkan, dengan konsekuensi ancaman kehidupan. Bila tren ini terus berlanjut, 142 juta remaja putri akan melakukan pernikahan sebelum mereka berusia 18 tahun sebelum 2020. Hal ini berarti 14,2 juta remaja putri melakukan pernikahan setiap tahun atau 39 ribu setiap hari. Hampir 600.000 lebih wanita di dunia kehilangan kesempatan disebabkan hamil di luar nikah. Gara-gara itu mereka harus berhenti sekolah, yang kemudian membuat mereka kehilangan kesempatan untuk menjadi generasi yang unggul. Pencegahan pernikahan dini akan membantu penurunan risiko infeksi pada saat melahirkan bahkan ‘ancaman’ kematian pada saat ibu melahirkan serta bayi cacat lahir.
“Provinsi Sulawesi Tenggara belum menikmati bonus demografi karena masih memiliki dependensi rasio yang tinggi. Butuh kerjasama dengan mitra terkait khususnya Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara untuk mencapainya. Karena jendela peluang dalam bonus demografi tercipta ketika TFR dan angka kematian ibu dan anak menurun. Sedangkan TFR Provinsi Sulawesi Tenggara masih berada di angka 2.89 (SKAP 2019). Kami juga berharap Gubernur Sulawesi Tenggara bisa menambah personel kader KB non pns untuk mempercepat penurunan TFR dan angka kematian ibu dan anak.” tambah Hasto.
Turut hadir dalam kegitan ini Wakil Gubernur Sulawesi Tenggara, Kepala Dinas Organisasi Perangkat Desa (OPD) KB Kabupaten/Kota, Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi dan Kabupaten/Kota se-Sulawesi Tenggara, Kader BKB, PKK, dan Posyandu Kota Kendari, PLKB/PKB Kota Kendari, PPKBD/Sub PPKBD Kota Kendari, Perwakilan BKKBN Provinsi Sulawesi Tenggara, Mitra kerja Provinsi (Dinas P3APPKB, IBI, Koalisi Kependudukan, PAPSEDU, Paguyuban Juang Kencana, IPADI, dan Pengelola PIK-R SMP dan SMA di Kota Kendari. (RED)