DAELPOS.com – R. Haidar Alwi, pendiri Haidar Alwi Care dan Haidar Alwi Institute, kembali menyampaikan pandangan logis dan tajam mengenai posisi strategis institusi kepolisian dalam tatanan kenegaraan. Ia mengangkat satu analogi yang menggugah kesadaran publik: “Ada negara yang tidak memiliki militer, tapi tidak ada negara yang tanpa polisi.” Kalimat ini, menurut Haidar, menjadi penanda bahwa polisi bukan sekadar perangkat keamanan, melainkan elemen fundamental dalam keberlangsungan sebuah negara.
Dalam sistem demokrasi yang terus bergerak dinamis, Haidar melihat kepolisian sebagai garda depan penjaga ketertiban sipil sekaligus penyeimbang antara hak dan tanggung jawab warga negara. Polisi tidak hanya hadir ketika terjadi pelanggaran hukum, tapi juga berperan aktif menjaga stabilitas sosial yang menjadi fondasi utama kehidupan berbangsa. “Demokrasi yang sehat hanya bisa tumbuh di atas ketertiban. Dan ketertiban tak akan terjaga tanpa kehadiran polisi yang kuat dan berpihak pada rakyat,” tegas Haidar Alwi.
Ia mengajak publik untuk tidak semata-mata melihat institusi kepolisian dari sisi kekurangannya. Menurut Haidar, kritik adalah bagian dari demokrasi, tapi harus disertai dengan semangat membangun. “Kita boleh mengoreksi polisi, bahkan wajib. Tapi jangan berhenti di situ. Kita juga harus menjadi bagian dari proses penguatan institusi ini,” ujarnya.
Haidar alwi menambahkan bahwa kepercayaan publik terhadap polisi hanya akan tumbuh jika ada keterlibatan masyarakat dalam mengawal transformasi di tubuh kepolisian.
Haidar Alwi juga menyoroti berbagai tantangan yang dihadapi Polri, mulai dari tuntutan profesionalisme, pengawasan etik, hingga adaptasi terhadap perkembangan teknologi. Namun, ia menegaskan bahwa tantangan-tantangan tersebut bukan alasan untuk melemahkan lembaga ini. Sebaliknya, justru menjadi alasan kuat bagi negara dan rakyat untuk bersama-sama mempercepat proses reformasi kepolisian. “Kita harus membenahi, bukan menghancurkan. Kita butuh polisi yang kuat, tapi juga transparan dan akuntabel,” jelasnya.
Pemerintah, menurut Haidar, tidak boleh setengah hati dalam mendukung Polri. Ia menekankan pentingnya peningkatan kesejahteraan, perlengkapan, serta pendidikan berkelanjutan bagi anggota kepolisian. “Kalau kita ingin polisi yang tidak tergoda korupsi, kita juga harus memastikan mereka hidup layak dan dihargai sebagai penjaga negara,” ujarnya.
Dalam konteks dunia digital yang terus berkembang, Haidar mengingatkan bahwa tantangan kepolisian tidak lagi hanya di jalan-jalan atau ruang publik fisik, tapi juga di ruang siber. Ia mendorong peningkatan kapasitas cyber policing agar Polri mampu mengatasi ancaman dari hoaks, ujaran kebencian, dan propaganda yang merusak keutuhan bangsa. “Keamanan masa depan ada di ruang digital. Polisi tidak boleh tertinggal dari para pelaku kejahatan dunia maya,” kata Haidar Alwi.
Pandangan ini menjadi pengingat bahwa membangun Indonesia tidak bisa hanya melalui kritik dan protes. Diperlukan juga semangat kolaborasi, terutama dalam memperkuat lembaga-lembaga yang menjadi pilar utama negara seperti kepolisian.
Menutup pandangannya, R. Haidar Alwi mengajak semua pihak untuk terus mendukung transformasi Polri menjadi institusi yang modern, terbuka, dan berpihak pada kepentingan rakyat. “Polisi adalah wajah negara yang paling sering berhadapan langsung dengan masyarakat. Maka, kita butuh polisi yang tidak hanya tegas, tapi juga adil dan manusiawi,” pungkas Haidar Alwi.