DAELPOS.com – Human Rights Working Group (HRWG) menyayangkan pernyataan Jaksa Agung ST Burhanuddin yang menyatakan bahwa peristiwa Tragedi Semanggi I dan Semanggi II bukan pelanggaran HAM berat. Pernyataan itu ia keluarkan dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR RI pada Kamis, 16 Januari 2020.
Dalih Jaksa Agung, kesimpulan itu adalah hasil Rapat Paripurna DPR RI. Padahal, seharusnya Jaksa Agung memahami bahwa kewenangan untuk menyelidik dan memutuskan apakah sebuah peristiwa termasuk pelanggaran HAM berat atau tidak, ada pada Komnas HAM, bukan pada DPR RI.
Faktanya, Komnas HAM sendiri sudah melakukan penyelidikan atas peristiwa tersebut dan sudah memutuskan bahwa kasus tersebut terkategori sebagai pelanggaran HAM berat. Hasil penyelidikan itu pun sudah dikirimkan ke Kejaksaan Agung bersama dengan sebelas berkas kasus pelanggaran HAM berat lainnya. Jadi permasalahannya adalah apakah Kejaksaan Agung akan bekerjasama dengan Komnas HAM untuk melanjutkan kasus ini ke tingkat penyidikan dengan menyempurnakan bukti-bukti, atau malah memilih menutup kasus dan melanggengkan impunitas.
Setelah lebih dari dua puluh tahun penyelesaian kasus ini terkatung-katung, pernyataan Jaksa Agung yang keliru itu justru mengindikasikan stagnansi bahkan kemunduran atas penuntasan kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu. Pernyataan tersebut bertolak belakang dengan pernyataan Presiden Jokowi yang sejak periode pertama selalu mengatakan ingin menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.
Apalagi, dengan fakta bahwa meskipun periode sudah berganti namun penuntasan kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu belum kunjung ada realisasinya, pernyataan Jaksa Agung tentang peristiwa Tragedi Semanggi I dan II justru semakin menimbulkan pertanyaan soal keseriusan rezim Presiden Jokowi untuk merealisasikan janjinya.
Terkait pernyataannya, HRWG menilai Jaksa Agung perlu menilik kembali informasi yang ada terkait peristiwa Tragedi Semanggi I dan II serta membuat klarifikasi kepada publik agar tidak menimbulkan kesimpang-siuran terkait status hukum penuntasan kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu khususnya peristiwa Tragedi Semanggi I dan II yang memakan puluhan korban jiwa tersebut.
Presiden Jokowi juga perlu mengeluarkan sikap atas pernyataan Jaksa Agung untuk memperjelas sikap pemerintahannya hari ini terkait keseriusannya untuk menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu. Penuntasan kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu bukan hanya kebutuhan korban, tetapi juga kebutuhan bangsa dan negara atas kepastian bahwa kasus-kasus serupa tak akan lagi memakan korban lainnya.
Bila memang Pemerintah dan DPR gamang, Presiden bisa keluarkan Perppu yang memutus mata rantai kebuntuan antara Komnas HAM dan Jaksa Agung.
Bila hal itu tidak juga dilakukan dan malah menyatakan kasus-kasus ini telah selesai atau membiarkannya terbengkalai, sama halnya Pemerintah melanggengkan impunitas dan membela pelanggar HAM. Ini akan dicatat sejarah.