DAELPOS.com – Wakil Ketua MPR Dr. Hidayat Nur Wahid, MA, mengharapkan partai politik lebih mengenali dan memahami Empat Pilar MPR (Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika) sehingga kehidupan berpolitik dan berdemokrasi semakin berkualitas.
“Partai politik harus berkualitas melalui pemahaman yang maksimal terhadap Empat Pilar MPR. Dengan pemahaman yang baik maka partai politik akan memberikan kontribusi yang baik dan hasil yang baik pula. Ini menjadi komitmen kita bersama,” kata Hidayat Nur Wahid dalam sosialisasi Empat Pilar MPR bersama Pengurus Wilayah Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Bengkulu, Sabtu (23/10/2021). Hidayat Nur Wahid hadir secara virtual sebagai narasumber dalam sosialisasi Empat Pilar. Turut berbicara dalam sosialisasi ini Presiden PKS H. Achmad Syaikhu dan Ketua DPW PKS Bengkulu, Sujono.
Dalam sosialisasi itu, Hidayat mengatakan sesuai dengan UUD dan UU, partai politik bisa hadir dan eksis supaya demokrasi menjadi lebih berkualitas melalui wakil rakyat yang berkualitas dan presiden yang berkualitas. “Para wakil rakyat di DPR dan DPRD, serta Presiden dan Wakil Presiden dicalonkan oleh partai politik. Bila partai politik berkualitas maka akan muncul calon yang juga berkualitas. Anggota dewan dan presiden yang berkualitas pada gilirannya membuat negara pun berkualitas,” katanya.
Menurut Hidayat Nur Wahid atau disapa HNW, partai politik harus berkualitas melalui pemahaman yang maksimal terhadap Empat Pilar MPR (Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika). “Dengan pemahaman yang baik maka partai politik akan memberikan kontribusi yang baik dan hasil yang baik. Dengan mengenali dan memahami Empat Pilar maka parpol akan menyayangi Indonesia,” ujarnya.
HNW mengungkapkan sosialisasi Empat Pilar MPR menjadi bagian dari kurikulum kaderisasi partai PKS. Dia menyebutkan, semakin memahami UUD NRI Tahun 1945, misalnya, maka kehidupan berpolitik dan berdemokrasi semakin berkualitas. “Dengan pemahaman itu bisa menjadi solusi beragam masalah di Indonesia, seperti radikalisme, terorisme, separatism, ketidakadilan,” ujarnya.
Pada bagian lain sosialisasi, HNW membahas tentang Pancasila. Bung Karno pada pidato 1 Juni 1945, menyebutkan Pancasila bisa diperas menjadi Trisila. Bila dirasakan masih terlalu banyak, Pancasila bisa diperas lagi menjadi Ekasila, yaitu Gotong Royong. “Tetapi setelah pidato 1 Juni, Bung Karno tidak lagi menyinggung soal Trisila dan Ekasila,” ujarnya.
Panitia Sembilan menyepakati Pancasila, tetapi bukan Pancasila yang disebutkan dalam pidato Bung Karno pada 1 Juni. Bung Karno sebagai Ketua Panitia Sembilan, lanjut HNW, tidak pernah mengatakan Pancasila yang disepakati pada 22 Juni bisa diperas menjadi Trisila, atau diperas menjadi Ekasila.
Begitu pun, Pancasila yang disepakati secara final pada 18 Agustus 1945. “Bung Karno adalah Ketua PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Ketika menjadi Ketua Panitia Delapan, Ketua Panitia Sembilan, dan Ketua PPKI, Bung Karno tidak pernah mengatakan bahwa Pancasila yang disepakati pada 22 Juni maupun pada 18 Agustus bisa diperas menjadi Trisila. Bung Karno juga tidak pernah mengatakan bisa diperas menjadi Ekasila,” papar HNW.
Karena itu, HNW menegaskan bila kita konsisten dengan Pancasila maka ikuti Pancasila yang sudah disepakati pada 18 Agustus 1945. “Pancasila yang final pada 18 Agustus memang Pancasila yang tidak bisa diperas menjadi Trisila atau Ekasila,” tuturnya. HNW menambahkan, Presiden Soeharto dalam Inpres tahun 1968 yang berisi urutan dan penyebutan Pancasila juga tidak mengenal Pancasila yang diperas menjadi Trisila atau Ekassila.
“Bung Karno setelah tanggal 1 Juni, tidak pernah menyinggung Pancasila yang bisa diperas menjadi Trisila dan Eka Sila. Partai politik terutama partai Islam sudah sewajarnya berada di garda terdepan membentengi Pancasila dan merealisasikan Pancasila dalam kehidupan berpartai dan berpolitik,” ucapnya.