DAELPOS.com – Menindaklanjuti hasil pemantauan titik panas (hotspot) dan mencegah meluasnya kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Sumatera Selatan, Dirjen Penegakan Hukum Lingkungan Hidup KLHK Rasio Ridho Sani bersama Tim Pengawas Lingkungan Hidup, menyegel langsung lahan perkebunan sawit terbakar di PT. Sampoerna Agro (PT. SA) yang berlokasi di Kecamatan Pedamaran, Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan pada Rabu (04/10). PT. SA merupakan perusahaan perkebunan kelapa sawit dengan Penanaman Modal Asing (PMA) Singapura.
Disamping menyegel langsung lahan terbakar di perkebunan sawit PT. SA, Dirjen Gakkum KLHK juga menyegel lokasi perkebunan sawit milik PT. Tempirai Palm Resources (PT. TPR). Berdasarkan citra satelit, lahan PT. TPR yang terbakar seluas ±648 ha. Rasio Ridho Sani mengatakan penyegelan ini merupakan langkah awal penegakan hukum yang akan dilakukan terhadap karhutla di lokasi perusahaan.
“Hari ini kami menyegel lahan terbakar di lokasi PT. SA seluas 586 ha. Langkah penyegelan yang dilakukan ini harus menjadi perhatian bagi perusahaan lainnya. Di lokasi ini kebakaran masih terjadi, masih berasap. Karhutla ini berdampak serius bagi kesehatan dan lingkungan,” ujar Rasio.
Rasio Sani menambahkan bahwa di sekitar lokasi yang disegel, berdasarkan citra satelit terjadi juga kebakaran sekitar 1.030 ha. “Kami sedang mendalami penanggung jawab atau pemilik lahan ini. Karena kami tidak memiliki akses data HGU. Menurut PT. SA lokasi tersebut bukan HGU mereka. Kami akan berkoordinasi dengan Kementerian ATR/BPN siapa pemegang HGU atau pemilik lahan terbakar tersebut. Data HGU penting untuk mengetahui siapa penanggung jawab karhutla,” jelas Rasio.
Pada hari ini Tim Pengawas KLHK juga melakukan penyegelan lahan terbakar di PT. Bintang Harapan Palma (PT. BHP) yang berlokasi di Kecamatan Pangkalan Lampam, Kabupaten Ogan Komering Ilir. Berdasarkan citra satelit, luas lahan terbakar di PT BHP ±5.148 ha. Tim Pengawasan KLHK kembali menyegel PT. Banyu Kahuripan Indonesia (PT. BKI) yang berlokasi di Kecamatan Lalan, Kabupaten Musi Banyuasin karena masih terbakarnya lokasi tersebut. Luas area yang terbakar sekitar ±200 ha.
Sementara itu Ardy Nugroho, Direktur Pengawasan dan Sanksi Administratif KLHK yang hadir di lokasi penyegelan mengatakan bahwa hingga saat ini KLHK telah menyegel 11 lokasi kebakaran hutan dan lahan di Sumatera Selatan yaitu PT. KS (±25 ha), PT. BKI (±200 ha), PT. SAM (±30 ha), PT. RAJ (±1.000 ha), PT. WAJ (±1.000 ha), PT. LSI (±30 ha), PTPN VII (±86 ha). Lahan lainnya di Desa Kedaton Kab. OKI (±1.200 ha), PT. SAI (±586 ha),PT. TPR (±648 ha) dan PT. BHP (±5.148 ha). “Jumlah lokasi yang akan disegel akan bertambah karena tim KLHK sedang menganalisis data hotspot dan citra satelit. Apabila kami melihat ada lokasi yang terbakar kami akan mengirimkan tim ke lokasi”, tambah Ardy Nugroho.
Berkaitan dengan langkah penegakan hukum yang akan dilakukan, Rasio Sani menyampaikan bahwa sesuai perintah Menteri LHK Siti Nurbaya, ambil tindakan tegas terkait karhutla. “Kami akan gunakan semua instrumen penegakan hukum yang menjadi kewenangan KLHK baik instrumen administratif, perdata dan pidana,” tegas Rasio.
Rasio Sani menambahkan untuk kebakaran berulang tindakan tegas sanksi administratif termasuk pencabutan izin akan dilakukan. Kami juga sudah bicara dengan kuasa hukum dan ahli untuk menghitung ganti rugi lingkungan serta menyiapkan gugatan perdata ganti rugi lingkungan agar ada efek jera.
Disamping itu, Penegakan hukum pidana karhutla terpadu akan dilakukan sesuai dengan Surat Keputusan Bersama Menteri LHK, Kapolri dan Jaksa Agung. Penegakan hukum karhutla terpadu akan melibatkan penyidik KLHK dan Kepolisian serta Jaksa sejak awal penanganan kasus tindak pidana karhutla. Untuk penanganan kasus pidana karhutla ini segera dikoordinasikan dengan Bareskrim dan Polda Sumsel serta Jampidum dan Kejati Sumsel.
Rasio Sani menambahkan penegakan hukum pidana terpadu dan pidana berlapis akan meningkatkan efektitas penegakan hukum karhutla serta meningkatkan efek jera.
“Kepada Korporasi dan masyarakat untuk serius mencegah dan menangani karhutla. Ancaman hukuman sangat berat, sesuai Pasal 108 UU No. 32 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan (UU PPLH) pidana pokoknya 10 tahun penjara dan denda Rp. 10 miliar. Untuk badan usaha sesuai Pasal 119 UU PPLH dapat dikenakan pidana tambahan berupa antara lain perampasan keuntungan dan perbaikan akibat tindak pidana. Kami ingatkan kembali, kami tidak akan berhenti untuk menindak tegas pelaku karhutla,” pungkas Rasio Sani.