Oleh : MF Fadhil
DAELPOS.com – Pembangunan daerah Tertinggal, Terjauh dan Terluar atau lebih dikenal dengan Daerah 3 T, di hampir semua daerah Provinsi di Indonesia masih saja terabaikan. Kalaupun ada kegiatan, tidak dilakukan secara maksimal. Salah satu contoh adanya daerah 3 T ini terdapat di Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing) Provinsi Riau. Daerah ini sangat mendesak membutuhkan “Political Will” yang jelas dan cepat dari Bupati Dr. Suhardiman Amby.Ak.MM
Daerah 3 T di Indonesia, rata rata lokasinya termasuk wilayah yang berlokasi di daerah pedalaman dari sebuah daerah administraif sebuah provinsi maupun kabupaten maupun kota di Indonesia. Lebih khusus lagi lokasi pemukiman maupun tempat kegiatan masyarakat setempat dalam bercocok tanam (berusaha dan bekerja) kebanyakan statusnya masih milik negara dengan berbagai peruntukan.
Biasanya jarak tempuh antara daerah 3 T ini dengan desa terdekat antara 15 – 50 km bahkan ada yang lebih dengan kondisi jalan yang bermacam macam. Ada melalui jalan setapak di kiri kanan terdapat lembah dan jurang. Ada pula yang harus melewati sungai, hutan bakau, lembah dan jurang. Ada yang lebih baik kondisinya jalannya yaitu dalam bentuk jalan poros namun masih terdiri dari tanah merah. Hal ini bisa saja terjadi sebelum masyarakat di Daerah 3 T bermukim dan menggarap lahan, sudah ada pihak lain (badan usaha) yang masuk dan menggarap potensi alam daerah tersebut.
Jika kita amati dan telaah secara lebih teliti, mungkin yang membedakan kondisi masyarakat daerah 3 T di lokasi alam yang masih murni dengan Daerah 3T yang masyarakatnya sudah bisa berkomunikasi dengan masyarakat luar (desa) terdekat adalah mereka yqng tinggal di Daerah 3 T yang minimal sudah ada jalan porosnya ini. Meski membutuhkan waktu yang relatif lama, mereka sudah bisa membawa hasil panen bertani, berkebun mereka keluar lebih mudah.
Rata rata masyarakat daerah 3 T yang sudah dapat leluasa pergi dan kembali dari daerah perkotaan maupun Kecamatan dan Desa, kehidupan mereka bisa saja lebih baik dibanding saudara mereka yang bermukim di wilayah yang lebih lagi jauh di pedalaman.
Namun secara resmi, nasib mereka masih tidak berbeda. Tetap sama, yaitu mereka “tidak tersentuh ataupun mendapatkan” anggaran resmi dari pemerintah pusat ataupun daerah yang dianggarkan melalui APBN ataupun APBD Provinsi dan Kabupaten Kota untuk mendapatkan fasilitas pembangunan yang sama dengan saudara saudara mereka sesama anak bangsa yang berada di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Alasannya sangat klasik bahwa “keberadaan mereka ada di wilayah lahan milik negara” dengan berbagai peruntukan.
Melihat persoalan di daerah 3 T yang membutuhkan bantuan negara secara langsung ini, sebenarnya tidak lah susah susah sekali. Yang paling penting adalah “ Ada apa tidak kemauan pimpinan negara, provinsi ataupun Kabupaten dan Kota secara politik dengan melalui kewajiban sebagai pemimpin yang berazaskan kepada UUD 1945 untuk melaksanakan dan memberikan hak hak warganegara dimaksud.
Salah satu contoh kasus bagian lokasi daerah 3T terkecil di Kabupaten Kuansing, kondisi yang dialami oleh masyarakat Dusun III dan IV Desa Sungai Besar serta Dusun Sumber Sari Desa Perhentian Sungkai, keduanya berlokasi di Kecamatan Pucuk Rantau Kabupaten Kuansing. Lokasi daerah 3 T di tiga dusun Kecamatan Pucuk Rantau ini dihadapkan kepada ketidakpastian tentang masa depan mereka di sana.
Masyarakat di tiga dusun ini bersama 10 desa lainnya pada tahun 2021 diundang Camat Pucuk Rantau ke Kantor Camat, karena Plt. Bupati Kuansing (waktu itu) Suhardiman Amby, ak.MM akan berdialog dengan Kepala desa dan wakil masyarakat sekaligus mensosialisasikan program pemerintah pusat berdasarkan Undang Undang Nomor 11 Tentang Cipta Kerja (UUCK) Tahun 2020 Pasal 110 A dan 110 B. Intinya masyarakat yang terlanjur menggarap lahan di kawasan hutan paling singkat secara terus menerus 5 tahun sebelum berlakunya UUCK dimaksud diminta mengajukan permohonan dan wajib menyelesaikan persyaratan kepada Pemerintah RI Cq Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan paling lambat 3 tahun sejak Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja ini berlaku.
Sosialisasi pemerintah kabupaten Kuansing yang didukung oleh surat edaran Gubernur Riau nomor: 525/SLHK/2697 tanggal 11 Oktober 2021 perihal Pendataan Kebun Kelapa Sawit di Dalam Kawasan Hutan ditandatangani gubernur Syamsur ini jelas sangat ditunggu tunggu masyarakat yang sejak 2016 sudah berusaha melakukan permohonan ke berbagai pihak, namun tidak ada realisasi yang jelas.
Menindaklanjuti sosialisasi Pemerintah Kuansing tersebut satu minggu kemudian dilanjutkan sosialisasi langsung di depan masyaraakat di dusun IV Sungai Geringging, Desa Sungai Besar dengan dihadiri oleh Plt. Bupati Suhardiman Amby, perwakilan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Riau, Kepala KPH Kuansing, Camat Pucuk Rantau serta 10 Kepala Desa se Kecamatan Pucuk Rantau.
Hasil pertemuan tersebut ditindaklanjuti masyarakat Dusun III dan IV dengan bermusyawarah di kantor Desa Sungai Besar dengan hasil terbentuknya panitia pengurusan Legalitas Lahan Desa Sungai Besar. Hasil upaya keras panitia dengan berswadaya bersama masyarakat setempat berhasil menyelesaikan sebanyak 832 pemohon. Selanjutnya Kepala Desa mengajukan permohoman Inventarisasi penguasaan lahan di kawasan hutan dimaksud kepada pemerintah melalui Plt Bupati Kuansing.
Pada 7 Juni Plt Bupati Kuansing mengajukan usulan ke pemerintah Pusat (cq: KLHK) dengan Nomor surat: 650/PUPR-TRJK/VI/2022/040. Dan diterima Biro umum Setjen Kementarian LHK tertanggal 8/6/2022.
Presiden RI waktu itu, Joko Widodo yang sangat serius melaksanakan program ini, bekerja cepat dengan sesegera mungkin menindaklanjuti permohonan dari masyarakat ini dari seluruh Indpnesia. Bagi masyarakat pemohon yang sudah melengkapi permohonan secara prosedur yang sudah ditentukan dilanjutkan dengan identifikasi dan verifikasi. Dari informasi yang diperoleh dari KLHK, bagi pemohon yang lokasinya sudah ditetapkan, maka mereka sudah masuk dalam peta indikatif nasional untuk selanjutnya dilanjutkan tahap berikut untuk diverifikasi.
Permohonan identifikasi dam verifikasi yang diajukan masyarakat berdasarkan perintah Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja khususnya Pasal 110 A dan 110 B dibidang Perkebunan Kelapa Sawit di Kawasan Hutan. DIsini bisa kita pahami bahwasanya UU yang diluncurkan pemerintah ini lebih bersifat strategis. Ya untuk kepentingan mensejahterakan rakyat petani,,pemerintah daerah melalui pemasukan pajak Pendapatan Asli Daerah (PAD) maupun Pusat melalui pendapatan devisa Negara.
Dari sisi kebijakan strategis pemerintah pusat ini, harusnya semua pihak yang memiliki kepentingan sesuai tugas pokok dan fungsinya, harusnya juga dapat melihat dari sisi sosial kehidupan berbangsa dan bernegara. Bahwa Tupoksi Negara adalah melaksnakan kewajiban dan tugas sesuai yang diamanatkan UUD 1945. Pengungsi asing saja diberikan tempat yang istimewa di daerah pengungsian. Pengusaha diberi fasilitas untuk dapat menjalankan usahanya diberbagai kawasan hutan si tanah air. Meski mereka mengeluarkan kewajiban namun objek di tempat mereka berusaha awalnya tidak berbeda jauh statusnya dengan yang dilakukan oleh masyarakat.
Bahkan ada kecenderungan mereka para pengusaha ini “diistimewakan. Didampingi para pihak keamanan, sementara masyarakat yqng seharusnya diayomi, disupervisi dan didorong untuk maju malah diabaikan. Bahkan tidak jarang mereka disurati dan diminta datang dengan alasan klarifikasi atau hal hal yang berkaitan dengan Tupoksi institusi terkait.
Kita tentu tidak ingin hal ini berlarut larut. Apapun alasannya, jika ada hal hal yang janggal, kenapa kok baru sekarang diproses, kenapa tidak dari awal. Bukan kah hal ini akan terjadi kontraksi kebijakan. Termasuk akan mendorong terjadi jarak yang semakin jauh antara masyarakat dengan pengayomnya.
Untuk itulah apapun alasannya, dalam hal ini pemerintah pusat yang sudah memberi jalan buat daerah untuk mengelola dan menarik pajak untuk menunjang pembangunannya, harus lah dapat membaca dan memahami situasi ini. Bagi Bupati Kepala Daerah, disukai atau tidaknya oleh masyarakat, sangat tergantung kepada apa yang mau, sedang dan sudah dilakukan dalam mensejahterakan masyarakatnya.
Banyak yang menilai Kinerja Bupati Kuansing, Suhardiman Amby cukup baik. Namun disisi lain masih banyak PR yang harus segera dilakukan dengan strategis dan diselesaikan secara tuntas. Jangan sampai ada program yang sedang dilakukan ataupun berproses stagnan di tengah jalan apalagi terjadi pembiaran “bias” kemana mana. Karena itu “Political Will” sebagai bupati Kepala Daerah Kunsing sangat lah dibutuhkan.(*)