Senator Filep Respons Problematika Dosen, Soal Tukin Hingga Beban Administrasi

Tuesday, 7 January 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

 

DAELPOS.com – Ketua Komite III DPD RI, Dr. Filep Wamafma, SH, MHum menanggapi problematika yang dihadapi kalangan dosen di Indonesia. Diantaranya terkait tunjangan kinerja (tukin), beban administrasi hingga ketentuan jam kerja dosen.

Filep menekankan bahwa tukin dosen ASN merupakan komponen penting untuk meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas dosen. Menurutnya, ketidaksesuaian dalam regulasi dan keterbatasan anggaran menjadi hambatan utama dalam realisasi kebijakan ini.

“Pada permasalahan ini, penyusunan Peraturan Presiden (red, Perpres), harmonisasi regulasi, penguatan anggaran, dan revisi kebijakan merupakan solusi konkret yang harus segera dilakukan. Karena realisasi tunjangan kinerja akan linier dengan upaya menciptakan ekosistem pendidikan tinggi yang lebih sehat, produktif, dan berintegritas,” ujar Filep dalam keterangannya, Selasa (7/1/2025).

Pasalnya, lanjut Filep, dosen yang berstatus sebagai ASN di lingkungan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbud Ristek) hingga saat ini belum sepenuhnya menerima tunjangan kinerja. Kondisi ini berbanding terbalik dengan ASN di kementerian lain yang telah menerima tunjangan tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku.

“Dosen berstatus ASN sempat dijanjikan mendapatkan tunjangan kinerja mulai 2025. Namun, realisasi kebijakan ini menghadapi kendala anggaran karena Kementerian Keuangan tidak mengakui tunjangan kinerja untuk dosen, diantaranya soal perubahan nomenklatur. Tunjangan ini hanya diakui untuk pegawai kementerian. Sementara itu, Mendiksaintek menyebut, draft Perpres mengenai tunjangan kinerja dosen sedang disiapkan sebagai bagian dari program 100 hari Kemendiktisaintek,” katanya.

“Di sisi lain, tuntutan pembayaran tukin ini juga mencuat dari ADAKSI di awal tahun ini. Kritik soal ketidakpastian kebijakan ini mendesak pemerintah segera merealisasikan pembayaran tukin yang tertunda sejak 2020. Kondisi ini menyebabkan banyak dosen ASN bergantung pada honor tambahan dari tugas dinas, seperti seminar/workshop. Sedangkan, keterlambatan pembayaran tukin juga berdampak pada kesejahteraan dosen dan berisiko menurunkan kualitas ekosistem pendidikan tinggi,” sambung senator Papua Barat itu.

See also  Kemendagri Dukung Penuh Pelaksanaan Tugas DKPP

Oleh sebab itu, Filep menekankan penerbitan Perpres harus mencakup mekanisme pemberian tukin yang sesuai dengan karakteristik profesi dosen. Diperlukan juga harmonisasi regulasi antara Kemdikbud Ristek dengan Kementerian Keuangan diperlukan agar anggaran dapat dialokasikan secara efektif. Selain itu, evaluasi terhadap kemampuan anggaran negara juga perlu dilakukan secara transparan.

“Penyusunan skema pembayaran tunjangan kinerja dapat dimulai dengan pemberian secara bertahap berdasarkan prioritas tertentu. Misalnya, berdasarkan jabatan fungsional atau beban kerja. Langkah ini dapat mengurangi beban keuangan negara sekaligus memberikan manfaat langsung kepada dosen ASN yang membutuhkan,” sebutnya.

”Tak kalah penting juga, perlu penguatan alokasi anggaran di tingkat legislatif yakni Banggar DPR. Dukungan legislatif dapat mempercepat proses pengesahan anggaran sehingga tukin dapat direalisasikan sesuai target. Ini dapat didukung dengan sosialisasi kepada para pemangku kepentingan. Langkah lain yang perlu diambil adalah revisi Permendikbud Ristek 44/2024. Revisi ini dapat memuat ketentuan yang lebih jelas soal hak dosen ASN atas tukin, diiringi dengan kebijakan pengelolaan perguruan tinggi yang otonom dan akuntabel,” jelas Filep.

Di kesempatan yang sama, Filep yang akrab disapa Pace Jas Merah itu juga menanggapi perihal beban administrasi dan beban jam kerja dosen. Menurutnya, beban administrasi dosen di Indonesia menjadi salah satu tantangan utama yang menghambat efektivitas pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi, yang memuat pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat.

“Beban administrasi yang berlebihan kerap mengalihkan perhatian dari tugas inti dosen. Penelitian menunjukkan bahwa beban administrasi yang tinggi secara signifikan mempengaruhi kualitas pengajaran. Misalnya, Beban Kerja Dosen (BKD) mencakup pelaporan berkala dalam bentuk SKS yang terdiri dari pengajaran, penelitian, pengabdian kepada masyarakat, pengembangan diri, serta tugas tambahan lainnya. Sistem pelaporan ini sering dianggap membebani dosen,” katanya.

See also  Gubernur Anies Baswedan, Pemprov DKI Jakarta Dan Masyarakat Cegah Kekerasan Perempuan Dan Anak Di Jakarta

Filep memandang, deregulasi beban administrasi dosen menjadi langkah strategis yang diusulkan oleh Mendiksaintek. Deregulasi ini bertujuan untuk mengurangi tugas administratif yang tidak relevan dengan pelaksanaan Tri Dharma, sehingga dosen dapat lebih fokus pada pengajaran dan penelitian. Proses deregulasi ini dapat mencakup penyederhanaan aturan pelaporan BKD dan penghapusan tugas yang tidak memberikan nilai tambah bagi kinerja akademik dosen.

“Langkah pertama dalam deregulasi bisa penyederhanaan pelaporan BKD. Ini bisa dilakukan dengan mengintegrasikan laporan pengajaran, penelitian, dan pengabdian masyarakat ke dalam satu format yang lebih ringkas. Penggunaan indikator kinerja utama (IKU) yang terstandar juga dapat membantu menilai kinerja dosen secara lebih objektif tanpa memerlukan laporan yang terlalu detail. Ini bisa didukung dengan pemanfaatan teknologi,” terang Filep.

Soal jam kerja dosen, Filep menyinggung kebijakan KemenPAN-RB yang mengharuskan dosen bekerja di kantor dari pukul 8 pagi hingga 4 sore. Filep menilai pendekatan ini belum sepenuhnya memahami karakteristik dan ritme kerja dosen sebagai tenaga akademik.

“Tugas dosen yang bersifat multidimensional mencakup pengajaran, penelitian, pengabdian masyarakat, serta kegiatan administratif memerlukan pengaturan jam kerja yang fleksibel dan sesuai dengan kebutuhan akademik.

“Solusi untuk mengatasi permasalahan ini memerlukan pendekatan yang holistik. Kebijakan pengelolaan jam kerja dosen menjadi langkah penting untuk menciptakan sistem yang adaptif terhadap kebutuhan akademik. Penghitungan jam kerja perlu dirancang berdasarkan output dan capaian kerja, bukan hanya kehadiran fisik di kantor. Mekanisme pelaporan kinerja berbasis digital dapat digunakan untuk memantau aktivitas dosen secara transparan dan efisien,” urai Filep.

“Pemerintah perlu memahami karakteristik profesi dosen lebih dalam dan merancang kebijakan yang mendukung produktivitas tanpa mengorbankan fleksibilitas. Perguruan tinggi perlu mengembangkan sistem manajemen waktu kerja yang adaptif dan berorientasi pada hasil kerja. Dosen juga perlu meningkatkan kesadaran akan tanggung jawab profesinya dan memanfaatkan fleksibilitas waktu kerja untuk meningkatkan kontribusi terhadap institusi dan masyarakat,” tutupnya.

Berita Terkait

BAP DPD RI Terima Audiensi terkait Sengketa Lahan dan Korban Bencana
Jelang Ramadan, Stok Cabai di Pasar Induk Kramat Jati Aman
BULD DPD RI: Sinkronisasi Perencanaan Pembangunan Antara Desa dan Sektor Belum Optimal
Komite I DPD RI Minta Penjelasan Menteri ATR Soal Kasus Pagar Laut
Pemprov DKI Gelar Operasi Keselamatan Jaya
Erni Daryani Desak Pemerintah untuk Perbaiki Tata Kelola Gas Elpiji 3 Kg Secara Berkeadilan
Terima Audiensi PB Lemkari, Tamsil Linrung Digadang Jadi Calon Ketum
Warga RW 14 Perumahan Kalideres Permai Desak Penertiban Lahan Fasos Fasum untuk Kepentingan Umum

Berita Terkait

Friday, 14 February 2025 - 09:51 WIB

BAP DPD RI Terima Audiensi terkait Sengketa Lahan dan Korban Bencana

Thursday, 13 February 2025 - 14:49 WIB

Jelang Ramadan, Stok Cabai di Pasar Induk Kramat Jati Aman

Wednesday, 12 February 2025 - 22:06 WIB

BULD DPD RI: Sinkronisasi Perencanaan Pembangunan Antara Desa dan Sektor Belum Optimal

Wednesday, 12 February 2025 - 07:15 WIB

Komite I DPD RI Minta Penjelasan Menteri ATR Soal Kasus Pagar Laut

Monday, 10 February 2025 - 10:26 WIB

Pemprov DKI Gelar Operasi Keselamatan Jaya

Berita Terbaru