DAELPOS.com – KLHK melalui kerja sama dengan Multi-stakeholders Forestry Programme Tahap 4 (MFP4) melakukan penguatan kapasitas pelaku usaha hutan melalui sertifikasi SVLK (Sistem Verifikasi Legalitas Kayu) dan CBFE (Community Based Forest Enterprises) dengan menggunakan pendekatan pasar atau market access player.
Sekretaris Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) Misran mengatakan pentingnya memastikan kayu yang beredar di pasar, berasal dari sumber yang legal. Selain itu, usaha hutan berbasis masyarakat, dan akses terhadap pasar, juga tidak kalah penting.
“Menjadi sebuah nilai plus bagi perusahaan yang membeli kayu rakyat yang telah melalui sertifikasi SVLK, karena pasti legal. Legalitas semakin penting apabila kayu-kayu tersebut akan diekspor,” kata Misran, saat meninjau HKm Sedyo Lestari di Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sabtu (24/4).
Terkait dengan sertifikasi, di DIY, MFP4 menggandeng NGO lokal Java Learning Center (Javlec) yang sudah sejak tahun 2000 melakukan pendampingan kepada kelompok HKm di Gunungkidul dan fokus pada pertumbuhan produksi kayu olahan legal dan pertumbuhan bisnis hutan berbasis masyarakat melalui pendekatan pasar.
Sementara untuk pertumbuhan kayu olahan legal, beberapa capaian kerja sama tersebut yaitu membangun klinik SVLK untuk melayani petani hutan rakyat, pedagang atau IKM yang ingin berkonsultasi terkait implementasi SVLK atau tata cara mendapatkan Sertifikat Legalitas Kayu. Klinik dibangun kerja sama antara MFP4, Javlec dan asosiasi industri.
“Klinik dibangun di tiga lokasi yakni Jogja bekerjasama dengan Asmindo Jogja, Jepara bekerjasama dengan Asosiasi Pengrajin Kayu Jepara (APKJ), dan Klaten bekerjasama dengan Asmindo Klaten,” ujar Manager Forest Governance and Policy MFP4 Iwan Wibisono.
Selanjutnya, MFP4 dan Javlec memfasilitasi pelatihan bagi anggota HKm dan HTR tentang bimbingan teknis implementasi SIPUHH online. Ini merupakan kegiatan penting agar kegiatan pemanenan di HKm dapat dilakukan sesuai dengan prosedur dan kebijakan terkait penatausahaan hasil hutan di HKm. Pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas kelompok tani HKm dan HTR dalam pencatatan, pelaporan, dan pengoperasian SIPUHH.
“Saat membeli kayu dari masyarakat, IBI memastikan kayunya sudah bersertifikat. Kalau belum, IBI akan mendampingi kelompok atau petani untuk bisa memproses dokumen legalitas kayunya,” ungkap Iwan.
Yang terbaru, MFP4 dan Javlec membangun MAP (Market Access Player) untuk meningkatkan perdagangan kayu yang kemudian disebut sebagai IBI (Interface Bisnis Indonesia). IBI bertugas menjembatani perdagangan kayu yang terjadi dengan mempertemukan para pihak yang adalah pemilik langsung atau pemilik hak atas suatu hutan, pemilik industri pengolahan dan exportir. IBI kemudian dikelola secara profesional di luar Javlec.