HNW: Mestinya Menag Tidak Mendukung Permen Mendikbud

Friday, 12 November 2021

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Dr. H. M Hidayat Nur Wahid, MA / Foto Ist

Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Dr. H. M Hidayat Nur Wahid, MA / Foto Ist

DAELPOS.com – Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Dr. H. M Hidayat Nur Wahid, MA mengkritisi Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. Menag, menurut Hidayat  mestinya menasehati Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nadiem Makarim terkait Peraturan Mendikbudristek No. 30 Tahun 2021, tentang  pencegahan dan penanganan kekerasaan seksual di perguruan tinggi, yang ditolak oleh banyak pihak, termasuk    Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI).  Karena  substansinya bisa menggagalkan tujuan pendidikan Nasional, lantaran   tidak sesuai dengan Pancasila, UUD NRI 1945, norma Agama, dan kepatutan sosial.

“Seharusnya Menag menasehati Mendikbudristek yang kembali membuat kebijakan yang mengabaikan Agama.   Sebelumnya   Kemendikbud juga membuat Peta Jalan Pendidikan Nasional 2020-2035 yang ditolak public, karena tak sesuai dengan Pancasila dan UUD NRI 1945. Akhirnya Peta Jalan tersebut ditarik oleh Kemendikbud.   Kontroversi   itu kini   diulangi dengan  keluarnya Permendikbudristek no 30/2021. Seperti  Peta Jalan Pendidikan Nasional, juga tak sesuai dengan Pancasila, UUD NRI 1945 dan Agama. Dan seperti Peta Jalan Pendidikan Nasional, Permendikbudristek   ini juga ditolak oleh  masyarakat. Karena itu  mestinya Menag menasehati Mendikbudristek agar mengkoreksi Permennya dengan menarik atau merevisi.  Dan  tidak mengulangi membuat Permen yang kontroversial.   Agar  tujuan Pendidikan Nasional dapat diwujudkan,” ujarnya dalam siaran pers di Jakarta, Rabu (10/11/2021).

Sebagaimana diberitakan sejumlah media yang merujuk pada laman resmi Kemenag, Menag Yaqut mendukung Menteri Nadiem dengan Permendikbudristek No. 30 Tahun 2021.  Dan  malah akan menerbitkan Surat Edaran Sekretaris Jenderal Kemenag bagi perguruan tinggi keagamaan negeri di seluruh Indonesia.

“Sikap Menag itu wajar  dikritisi.   Kita   prihatin   terjadinya kekerasan seksual di Perguruan Tinggi, dan kita   sepakat untuk mencegah,   dan mencari jalan untuk mengatasinya. Tetapi Permindikbud itu bermuatan ketentuan-ketentuan yang tidak efektif untuk mencegah dan mengatasi, karena hanya menyoal satu sisi “kekerasan seksual”, dan mengabaikan fakta   “kejahatan seksual yang terjadi dengan tanpa kekerasan atau dengan sepersetujuan”, suatu kejahatan seksual yang   banyak terjadi di Perguruan Tinggi, dengan korbannya dari kalangan Perempuan. Dengan demikian Permendikbudristek itu  juga tak sesuai dengan ketentuan dasar dalam Pancasila, UUDNRI 1945 serta nilai-nilai Agama dan hukum yang berlaku di Indonesia.        Dan   ngotot memberlakukannya ditengah penolakan yang meluas, juga potensial memecah belah anak Bangsa,” ujarnya.

See also  Dorong Stabilitas Harga: Komite II DPD RI Panggil Menteri Pertanian dan Pihak Terkait

HNW sapan akrab Hidayat Nur Wahid  mengatakan,   Menag tentu   mengetahui bahwa dalam beberapa hari terakhir muncul banyak penolakan terhadap Permendikbudristek No.30/2021. Kritik dan penolakan muncul dari kalangan kampus. Seperti,    Aliansi Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta se-Indonesia, Majelis Pendidikan Tinggi dan Penelitian PP Muhammadiyah, Rektor Universitas Nahdlatul Ulama Yogyakarta, dan juga 14 Ormas Islam yang tergabung dalam Majelis Ormas Islam (MOI).  Penolakan  juga datang dari Ketua Ikatan Dokter Indonesia bersatu.

“Pimpinan Majelis Ulama Indonesia juga mengkritik dan menolak Permendikbudristek tersebut, agar dicabut atau direvisi, seperti yang disampaikan oleh Ketua Bidang Fatwa MUI KH Dr. Asrorun Ni’am Sholeh, Wasekjend MUI Bidang Hukum dan HAM Ikhsan Abdullah dan Ketua MUI Bidang Dakwah KH Cholil Nafis, Ph.D. Semua  menilai   aturan yang ada dalam Permendibudristek terutama Pasal 5 ayat (2) bermuatan ketentuan-ketentuan yang bermasalah terkait frasa ‘tanpa persetujuan,’”ujarnya.

Banyak  pihak kata HNW mempersoalkan frasa “bila itu terjadi dengan tidak sepersetujuan” (sexual consent) yang dapat diartikan bahwa bila “sepersetujuan” maka sekalipun perbuatan seksual tersebut menyimpang atau asusila seperti perzinahan, seks bebas, seks di luar nikah, oleh Permendibudristek ini dianggap bukan suatu persoalan yang harus dicegah dan ditangani. Sekalipun  perbuatan seksual itu tidak sesuai dengan Pancasila, agama, hukum, norma sosial dan tujuan pendidikan nasional di Indonesia.

HNW mengingatkan,    tujuan pendidikan nasional yang   termaktub dalam Pasal 31 ayat (3) dan ayat (5) UUD NRI 1945 sangat menghormati agama dan mementingkan nilai-nilai agama. Seperti, iman, taqwa, akhlak mulia, dan mencerdaskan kehidupan bangsa, “Permendikbudristek ini   secara tidak langsung menjadi payung aturan untuk tidak mempermasalahkan seks bebas, perzinahan, maupun hubungan seksual lain di Perguruan Tinggi.  Sekalipun  itu dilarang oleh Agama, hukum dan tak sesuai dengan norma sosial di Indonesia, selama hubungan seksual itu terjadi tanpa kekerasan dan atau terjadi dengan persetujuan (suka sama suka),” ujarnya.

See also  Bawaslu Duga KPU Lakukan Pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu

Demi  bisa terwujudnya tujuan pendidikan nasional   dan ketaatan pada   Sila pertama Pancasila, semestinya Kementerian Agama menjadi rujukan dan keteladanan.  Termasuk  dalam produk legislasi dan aturan yang diedarkan ke sekolah maupun perguruan tinggi keagamaan. Bukan  justru mendukung aturan yang bermasalah seperti Permendikbudristek itu.

“Semestinya   Menag menasehati Mendikbud terkait permendikbudristek yang kontroversial itu. Apalagi kritikan  dan penolakan  itu terkait dengan konten yang terhubung dengan diabaikannya ajaran Agama.    Sewajarnya    Kemenag ikhlas berlaku moderat dan inklusif, mendengarkan kritik dan penolakan-penolakan itu, kemudian berkonsultasi/bermusyawarah dengan lembaga-lembaga   otoritatif. Bukan malah   mendukung tanpa reserve, dan mengabaikan kritik serta  penolakan meluas yang rasional, argumentatif dan konstitusional,” jelasnya.

Padahal, lanjut HNW, kritik dan penolakan yang disampaikan juga berangkat dari keprihatinan yang sama. Yaitu,  koreksi terhadap kejahatan seksual termasuk kekerasan seksual. Bahkan   kritik dan penolakan itu   menyertakan solusi, agar peraturan Menteri itu dapat efektif,  tidak  kontroversi dan menuai penolakan luas, agar kejahatan seksual baik dengan kekerasan atau tidak, dengan persetujuan atau tidak, di Perguruan Tinggi maupun lainnya, dapat dikoreksi dengan Permendibudristek baru (hasil revisi), yang bisa dilaksanakan dengan tanpa kontroversi, karena kesesuaiannya dengan Pancasila, UUD, Agama dan hukum serta norma sosial yang berlaku umum di Indonesia.

“Agar permen  itu bisa bersatu bersama keprihatinan publik, dan  tujuan pendidikan nasional  dapat diwujudkan, dengan bisa dicegah dan diatasinya kejahatan dan kekerasan seksual di Perguruan Tinggi maupun jenjang pendidikan lainnya, untuk bisa mewujudkan tujuan pendidikan nasional yang sangat menghormati Agama dan nilai-nilai keagamaan, sebagaimana diatur oleh pasal 31 ayat 3 dan 5 UUDNRI 1945,” pungkas HNW.

Berita Terkait

Hari Kartini, Puan: Perempuan RI Harus Berani Bersuara
Perkuat Kolaborasi, Mendes Yandri Ingin GP Ansor Manfaatkan Jaringan Dukung Pembangunan Desa
Haidar Alwi: Perubahan Pemerintahan Trump BUKAN Bom Waktu Bagi Ekonomi Indonesia.
Delegasi Israel Walkout, Ketua BKSAP DPR RI FPKS: Negara Dunia Dukung Palestina Merdeka
Haidar Alwi: Narasi Tempo Tentang Sufmi Dasco Ahmad Menyimpang dari Etika, dan Fakta Tak Lagi Jadi Landasan
Hasanuddin Siaga 98′ KPK dan Danantara
Terima Aduan Nelayan Soal Surabaya Waterfront Land, LaNyalla: Keadilan Harus Jadi Ukuran
GKR Hemas Dorong Jaringan Politik Perempuan Wujudkan Politik yang Implementatif

Berita Terkait

Monday, 21 April 2025 - 20:20 WIB

Hari Kartini, Puan: Perempuan RI Harus Berani Bersuara

Monday, 14 April 2025 - 10:34 WIB

Perkuat Kolaborasi, Mendes Yandri Ingin GP Ansor Manfaatkan Jaringan Dukung Pembangunan Desa

Wednesday, 9 April 2025 - 19:32 WIB

Haidar Alwi: Perubahan Pemerintahan Trump BUKAN Bom Waktu Bagi Ekonomi Indonesia.

Wednesday, 9 April 2025 - 09:05 WIB

Delegasi Israel Walkout, Ketua BKSAP DPR RI FPKS: Negara Dunia Dukung Palestina Merdeka

Monday, 7 April 2025 - 18:06 WIB

Haidar Alwi: Narasi Tempo Tentang Sufmi Dasco Ahmad Menyimpang dari Etika, dan Fakta Tak Lagi Jadi Landasan

Berita Terbaru

Berita Utama

KRL Buatan Dalam Negeri Tiba, Siap Uji Coba

Monday, 21 Apr 2025 - 23:02 WIB

Ketua DPR RI Puan Maharani / foto ist

Politik

Hari Kartini, Puan: Perempuan RI Harus Berani Bersuara

Monday, 21 Apr 2025 - 20:20 WIB

Berita Utama

Hutama Karya Bangun Negeri Bersama Srikandi Tangguh dan Profesional

Monday, 21 Apr 2025 - 18:16 WIB