DAELPOS.com – Anggota DPR sekaligus Wakil Ketua MPR-RI dari Fraksi PKS, Hidayat Nur Wahid menegaskan dukungan terhadap pemberantasan terorisme.
Karenanya, pria yang akrab disapa HNW ini dengan tegas menolak teror yang berbentuk framing yang dijadikan ‘trending topic’ oleh sebagian kalangan untuk membubarkan MUI (Majelis Ulama Indonesia), pasca penangkapan seorang Anggota Pimpinan MUI yaitu Zain An-Najah oleh Densus 88 karena dugaan terlibat kasus terorisme.
Hidayat menegaskan dukungannya terhadap MUI, organisasi legal dan formal, berdiri sejak 26 Juli 1975, wadah musyawarah para Ulama, Zuama, dan Cendekiawan Muslim se-Indonesia, baik individual maupun yang terhimpun dalam ormas-ormas keagamaan Islam, dalam semangat Islam Wasathiyah (moderat), Ukhuwah Islamiyah dan Ukhuwah Wathaniyah.
“Maka sikap kebangsaan MUI selama ini juga sangat jelas yakni mendorong Islam Wasathiyah (moderat) dan kerukunan antar umat beragama, serta menolak ideologi radikalisme, aksi islamophobia, terorisme, komunisme, hingga separatisme,” terang HNW.
Hidayat menjelaskan bahwa MUI merupakan salah satu ikon Islam Moderat di Indonesia yang diketuai oleh pimpinan-pimpinan Ormas yang sangat dikenal moderasinya dan teruji jasanya bagi perjuangan Indonesia Merdeka seperti Muhammadiyah, NU dan lainnya.
“Bahkan pimpinan utamanya sekarang ini berasal dari Nahdlatul Ulama atau Muhammadiyah yakni Ketua Umumnya dari NU yakni K.H. Miftakhul Ahyar dan Sekretaris Jenderalnya dari Muhammadiyah yakni Amirsyah Tambunan. Ketua Dewan Pertimbangan MUI juga adalah KH. Ma’ruf Amin mantan Ketua Umum MUI yang saat ini menjabat sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia,” jelas HNW.
HNW mengingatkan umat Islam dan Negara untuk waspada terhadap gerakan yang menunggangi isu terorisme dengan penangkapan terhadap salah satu anggota pimpinan MUI, yang ditunggangi untuk agenda lain, yaitu teror terhadap MUI dengan rekayasa wacana untuk pembubaran MUI.
“Di tengah ramainya kekhawatiran bangkitnya komunisme gaya baru, seks bebas di PT akibat Permendikbud, terorisme KKB Papua, yang semuanya ditolak MUI, maka wacana untuk bubarkan MUI jadi layak dikritisi dan diwaspadai, sebagai gerakan yang menunggangi isu terorisme untuk bentuk teror yang lain yaitu membubarkan MUI. Dan bila demikian, maka ini merupakan agenda Islamophobia dan pelecehan lembaga keagamaan termasuk yang Islam Moderat, dan bila berhasil dengan pembubaran MUI sebagai lembaga berkumpulnya Ormas-ormas Islam Moderat, minimal mengopinikan/memframing, maka akan menyebar saling curiga dan tidak percaya, bahkan bisa tercerai berailah Umat yang dapat meningkatkan potensi diadu domba, sehingga memperlebar ketidakharmonisan dan pembelahan sesama anak bangsa, yang akhirnya juga akan melemahkan sendi-sendi NKRI,”ujar Hidayat dalam keterangannya di Jakarta, Kamis(18/11).
Masyarakat beragama, lanjutnya, khususnya Umat Islam, merasakan manfaat riil kehadiran MUI dalam urusan moderasi beragama di Indonesia dan penguatan NKRI.
“Oleh karena itu wacana pembubaran MUI dinilai tidaklah berasal dari pihak yang tulus melawan terorisme, melainkan ada pihak yang memanfaatkan isu terorisme yang diduga melibatkan salah satu anggota Pimpinan MUI, untuk tujuan membubarkan MUI dan melemahkan dan memecah belah Umat, yang mereka sadari atau tidak, bisa berujung pada pelemahan NKRI,” imbuhnya.
HNW sapaan akrabnya menilai, terkait penangkapan Zain an-Najah selaku anggota Komisi Fatwa MUI, yang karena kasus itu, dinonaktifkan oleh MUI dari keanggotaan kepengurusan MUI sampai ada keputusan tetap dari pengadilan, maka MUI telah bersikap jelas dengan menegaskan bahwa MUI menolak terorisme dan mendukung pemberantasan terorisme, dan bahwa kasus penangkapan itu tak terkait dengan organisasi/lembaga MUI, dan menyerahkan proses hukum kepada aparat, dengan mengingatkan agar tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah, dan memenuhi prinsip keadilan dan pemberian hak-hak untuk tersangka.
“Peringatan ini semestinya juga ditujukan kepada Densus 88 terkait kasus dugaan keterlibatan dengan terorisme yang disangkakan terhadap Ustadz Farid Okbah dan lainnya. Juga sangat baik kalau MUI selain himbauannya agar masyarakat tidak terprovokasi, tetap menjaga kerukunan antar umat beragama, dan kemaslahatan umum, juga mengkritisi kinerja dari Densus 88, agar betul-betul profesional, adil dan tak tebang pilih,” ungkapnya.
HNW yang mendukung MUI dan menolak provokasi bubarkan MUI karena kasus individual yang masih dalam status tersangka itu, juga mengingatkan apabila kasus yang menimpa individu (oknum) tersebut dihubungkan dengan tuntutan pembubaran organisasi (MUI), lantas generalisasi itu diperbolehkan dan diberlakukan secara tanpa tebang pilih, maka tidak ada lembaga apa pun termasuk lembaga negara seperti Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung, hingga Kabinet Presiden Jokowi, DPR, DPD, KPK termasuk Parpol bahkan Kepolisian, yang luput dari kasus yang terjadi dengan ‘oknum’ anggota atau pimpinannya.
“Untuk setiap kasus individual tersebut, maka yang terjadi, ‘oknum’ yang terlibat ditegakkan aturan/ketentuan hukum, tapi tidak ada yang menuntut lembaganya dibubarkan,” pungkasnya.
Begitulah, kata HNW, sewajarnya yang diberlakukan untuk MUI, kesalahan yang disangkakan kepada individual, tidak boleh diubah menjadi kesalahan organisasional, apalagi organisasi sudah tegas menyampaikan sikapnya yang menolak terorisme dan mendukung pemberantasan terorisme.
“Jika ditemukan satu kasus yang disangkakan telah dilakukan oleh seorang anggota suatu organisasi/lembaga, kemudian organisasi/lembaganya dibubarkan, maka apa ada organisasi maupun lembaga yang tersisa di Indonesia? Oleh karena itu kita tolak framing pembubaran MUI, yang juga menjadi teror terhadap MUI, dan mendesak aparat penegak hukum termasuk Densus 88 untuk memberantas terorisme dengan benar dan tanpa hadirkan teror yang lain. Harus dengan memenuhi semua ketentuan hukum dan hak-hak para tersangka, suatu hal yang dalam kasus terakhir, masih dikeluhkan oleh keluarga para tersangka dan tim hukumnya,” ujarnya.
Dan mestinya, lanjut HNW, Densus 88 juga bersikap profesionall dan adil, dengan tanpa pandang bulu memberantas teror dan terorisme yang secara terbuka telah lama dideklarasikan oleh KKB Papua, kelompok yang oleh Menkopolhukam sejak April 2021 telah dinyatakan sebagai organisasi Teroris.
“Apalagi akibat terornya KKB Papua sudah banyak korban berjatuhan dari kalangan TNI, Polri, Nakes, masyarakat sipil, sarana publik dan lainnya, tapi malah tak terdengar Densus 88 mengatasi terorisme KKB Papua yang jelas-jelas melakukan aksi teror, bahkan menantang perang dan aksi-aksi lain yang membahayakan keutuhan kedaulatan NKRI,” ujarnya.
Bila hal seperti ini berlanjut, kata HNW, perasaan diberlakukan tidak adil makin menyeruak, karena keadilan hukum tidak ditegakkan, dan yang akan dirasakan oleh Umat adalah benar adanya Islamophobia, dan itu meresahkan Umat, dan tidak menguntungkan bagi penguatan kesatuan berbangsa dan bernegara untuk kokoh kuatnya NKRI, suatu hal yang mestinya dihindari oleh Densus 88 dan oleh Pemerintah.
“Dan mestinya karenanya Densus 88 dan Pemerintah tidak membiarkan teror terhadap MUI dengan wacana pembubaran MUI, karena itu tidak membantu mengatasi terorisme, justru memperlemah kohesi dalam NKRI,” pungkasnya.