DAELPOS.com – Banjir Sintang bulan November 2021 meninggalkan banyak pertanyaan tentang perbaikan tata kelola lingkungan kedepan. Salah satu solusi yang ditempuh melalui skema Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL). RHL diharapkan menjadi instrumen yang berdayaguna dalam format tata kelola berbasis bentang alam. Tata Kelola bentang alam yang bersinergi dengan tata ruang adalah upaya tak terelakkan dalam menangani Daerah Tangkapan Air (DTA) banjir seluas ± 6.941.735 ha.
Mengatasi banjir Sintang berarti juga menyelamatkan Kabupaten Sekadau dan Kabupaten Sanggau di bawahnya. Kerangka pikir itulah yang dijadikan alasan program pemulihan lingkungan melalui penanaman di Kelurahan Kedabang, Kecamatan Kota Sintang yang dilakukan Presiden Joko Widodo, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Suharyanto, Gubernur Kalimantan Barat Sutarmidji, dan Bupati Sintang Jarot Winarno.dan masyarakat pada tanggal 8 Desember 2021.
Presiden Joko Widodo pada saat memulai penanaman mengharapkan melalui upaya RHL, daerah tangkapan air (DTA) atau catchment area DAS di hulu Sungai Kapuas maupun Sungai Melawi yang rusak karena aktivitas pertambangan dan perkebunan bisa pulih kembali. Penanaman pohon juga diharapkan bisa dilakukan di tempat-tempat area bekas tambang lainnya.
“Selain kita akan juga membangun sebuah persemaian di lingkungan Sungai Kapuas dalam rangka penanaman kembali, rehabilitasi kembali hutan-hutan kita yang rusak,” ungkap Presiden Joko Widodo.
Menteri LHK, Siti Nurbaya yang turut mendampingi Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa wilayah hulu DAS Kapuas merupakan kawasan resapan air yang harus dilestarikan karena potensi penyimpanan air tahan sebagian besar berasal dari kawasan tersebut. “Jika kawasan ini rusak, potensi hidrologi yang besar tersebut akan hilang,” ujar Menteri Siti.
Rencananya, akan dibangun satu unit persemaian skala besar yang dapat memproduksi bibit 10 juta bibit per tahun untuk RHL di Kalimantan Barat khususnya DTA Kapuas. Menurut Menteri Siti, pembangunan persemaian ini dapat dilakukan dengan pola public-private partnerships di mana swasta turut serta secara langsung dalam tanggung jawab pemulihan lingkungan.
Menteri Siti kemudian menerangkan bahwa program rehabilitasi lahan bekas tambang seluas 10 hektar (ha) ini akan menjadi tonggak rehabilitasi besar-besaran di DAS Kapuas yang memliki daerah tangkapan air seluas ±9.659.790 ha. Alokasi program terencana saat ini sudah dilakukan dan akan selalu dimutakhirkan menyesuaikan dinamika fisik dan sosial ekonomi yang berkembang. Sinerginya dengan tata ruang adalah langkah mutlak yang harus ditempuh agar program pemulihan tersebut menjadi bagian integral pembangunan ekonomi lokal yang berujung terbentuknya mesin pertumbuhan wilayah yang mensejahterakan masyarakat Kalimantan Barat secara keseluruhan.
“Untuk itu, pemilihan komoditas tanaman penghijauan yang memiliki manfaat lingkungan dan ekonomi adalah strategi yang ditempuh agar tercipta harmoni pembangunan ekonomi dan perbaikan mutu lingkungan,” ungkap Menteri Siti.
Rehabilitasi lahan bekas tambang bersama masyarakat adalah upaya menurunkan suplai sedimen ke Sungai Kapuas sehingga kapasitas tampungnya terjaga dan mampu menampung limpasan dari hujan yang jatuh. Hasil penelusuran banjir yang dilakukan pasca kejadian menunjukkan bahwa aktivitas tambang di luar kawasan hutan menyumbang sedimen yang cukup banyak ke badan sungai Kapuas sehingga kapasitasnya menurun dan tidak mampu menampung limpasan air limpasan, sehingga meluap dan menyebabkan banjir di sekitarnya.
Lokasi penanaman bekas tambang tersebut merupakan Areal Penggunaan Lain (APL) yang terlantar sejak tahun 1990. Penanaman dengan pola khusus ini dilakukan dengan menggunakan teknologi kompos blok sebagai media tanam yang telah dilakukan uji coba di beberapa provinsi.
Jumlah bibit yang ditanam pada lokasi penanaman ± 4.050 batang yang terdiri dari jenis durian, alpukat, lengkeng, matoa, mangga, jambu kristal, jambu air, nangka, cempedak, jengkol, sirsak, petai, kaliandra, cemara dan mahoni. Jenis tanaman yang ditanam merupakan tanaman produktif yang diharapkan dapat meningkatkan fungsi ekologi dan menambah nilai ekonomi bagi masyarakat dari hasil produksi tanaman. Kegiatan penanaman melibatkan masyarakat setempat yang terdampak bencana banjir sebanyak ± 1.000 orang.
Kegiatan ini akan dilakukan pemeliharaan secara intensif sampai dengan tahun ke-3 dan pendampingan kepada masyarakat. Selanjutnya, kegiatan pemulihan melalui rehabilitasi hutan dan lahan ini, akan dikembangkan pada skala lebih luas di wilayah bekas tambang terlantar di Provinsi Kalimantan Barat.
Kegiatan penanaman pada lokasi bekas tambang terlantar merupakan salah satu upaya pemulihan lingkungan yang diharapkan dapat mengurangi dan mencegah terjadinya bencana yang akan datang. Dukungan dan partisipasi aktif dari semua pihak terkait, baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah, BUMN, Swasta dan masyarakat sangat diperlukan untuk keberhasilan tujuan pemulihan lingkungan serta menjaga keberlanjutan daya dukung ekosistem dan sumber daya alam terhadap keberlangsungan kehidupan dan kesejahteraan masyarakat.(*)