DAELPOS.com – Kepala Kejaksaan Tinggi Negeri (Kajati) Jawa Barat (Jabar) Asep Nana Mulyana turun tangan menangani langsung dugaan aliran dana dari Yayasan Pendidikan dan Sosial Manurul Huda milik terdakwa HW, pemerkosa 12 murid dan melecehkan satu orang korban di Kota Bandung.
Menurutnya, di balik ramainya pemberitan mengenai tindakan asusila oleh HW, ada kasus lain yang saat ini muncul dalam beberapa persidangan terdakwa di Pengadilan Negeri Bandung.
“Berbagai fakta dan informasi termasuk informasi intelijen, termasuk hukum pidana cepat kami akan buat satu penanganan terpadu,” ujar Asep, Selasa (14/12/2021).
1. Semua temuan akan diakomodir
Semua informasi dari intelijen akan dikumpulkan oleh jaksa. Asep bilang, informasi itu kemudian diteliti dan akan dijadikan berkas jaksa. Namun, ia tidak menjelaskan secara detail HW akan diberikan dakwaan tambahan selain tindakan asusila.
“Kami akan akomodir semua, baik menyangkut masalah kekerasan seksual, termasuk fisik, ekonomi, dan persoalan aliran dana. Intinya percayakan pada kami. Kami akan profesional dan menindak berdasarkan hukum berlaku,” katanya.
2. Fakta persidangan menunjukkan adanya kasus lain di balik tindakan asusila
Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Indonesia, Livia Istana DF Iskandar mengatakan, berdasarkan fakta persidangan di Pengadilan Negeri Bandung, HW mengeksploitasi anak dari korban sebagai alat untuk meminta dana.
Dalam persidangan, terdakwa juga diketahui memanfaatkan anak-anak yang dilahirkan korban sebagai anak yatim piatu, dan dijadikan alat meminta bantuan dari pemerintah.
“Anak dilahirkan, dimanfaatkan untuk meminta dana kepada sejumlah pihak. Dana Program Indonesia Pintar (PIP) untuk para korban juga diambil pelaku,” ujar Livia, Kamis (9/12/2021).
3. Dana BOS dipakai untuk kegiatan di luar sekolah
Pada saat memberikan keterangan di persidangan, parasaksi dan/atau korban yang masih belum cukup umur didampingi orangtua atau walinya. LPSK juga memberikan bantuan rehabilitasi psikologis bagi korban serta fasilitasi penghitungan restitusi.
“Salah satu saksi memberikan keterangan bahwa Ponpes mendapatkan dana BOS yang penggunaannya tidak jelas, serta para korban dipaksa dan dipekerjakan sebagai kuli bangunan saat membangun gedung pesantren di daerah Cibiru,” katanya.