DAELPOS.com – Sistem monitoring dan pengawasan ketat distribusi Bahan Bakar Minyak (BBM) Pertamina kembali memantik hasil dengan terbongkarnya aksi penimbunan ilegal atas solar subsidi di wilayah Jawa Tengah.
Pengungkapan kasus penyimpangan BBM bersubsidi ini terwujud atas kerja sama yang baik dengan Direktorat Polisi Perairan (Ditpolair) Korpolairud Badan Pemelihara Keamanan (Baharkam) Kepolisian Republik Indonesia yang berhasil menggerebek gudang penampungan BBM jenis solar bersubsidi secara ilegal di Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.
Penggerebekan tersebut merupakan hasil pengembangan kasus serupa di Pelabuhan Tegal, Jawa Tengah, pada 20 September lalu.
Kasus bermula saat diketahui adanya penurunan penjualan solar non subsidi ke industri. Atas dasar tersebut, Pertamina bergerak cepat untuk berkoordinasi serta meminta penanganan oleh Satgas Ditpolair Korpolairud Baharkam Polri.
Selanjutnya, Ditpolair Korpolairud Baharkam Polri memulai pengintaian dan pengamatan selama satu bulan penuh antara 4 Agustus hingga 3 September 2021.
Hasilnya, pada 20 September 2021, dilakukan penangkapan pelaku penyalahgunaan solar bersubsidi di kapal yang tengah berada di Pelabuhan Tegal, Jawa Tengah.
Kemudian, berdasarkan hasil pengembangan dilakukan penggerebekan gudang penampungan BBM bersubsidi jenis solar ilegal di Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang.
Motif yang dilakukan pelaku adalah dengan cara mengangsu ke berbagai stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di wilayah Semarang, Salatiga, dan Magelang.
Selain kasus tersebut, pada Maret 2021 lalu, Pertamina bersama Ditpolair Korpolairud Baharkam Polri juga telah berhasil menangkap tangan aksi para pelaku mencuri Solar dari Single Point Mooring (SPM) atau tempat bongkar muat BBM tengah laut milik Pertamina di perairan Tuban.
Tidak hanya dengan Ditpolair, sepanjang 2020 -2021, Pertamina juga mencatat ada 5 penangkapan penyalahgunaan Solar Bersubsidi oleh jajaran Polri lainnya mulai Polsek, Polres hingga Bareskrim di wilayah Sumatera Utara, Aceh, dan Sumatera Barat.
Pjs Senior Vice President Corporate Communications and Investor Relations Pertamina Fajriyah Usman mengatakan praktek penyalahgunaan dan penimbunan BBM bersubsidi merupakan tindak pidana karena sangat merugikan negara.
Penyalahgunaan BBM bersubsidi tersebut juga menyengsarakan masyarakat, karena aksi penimbunan berpotensi menimbulkan kelangkaan karena volume penyaluran BBM bersubsidi telah dipagu oleh kuota dengan memperhitungkan kebutuhan masyarakat.
Menurut dia, sasaran pengguna BBM bersubsidi telah diatur melalui Peraturan Presiden No 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak.
Selain itu, BPH Migas juga mengatur pengendalian BBM bersubsidi melalui SK BPH Migas No 04/P3JBT/BPH Migas/Kom/2020 tentang Pengendalian Penyaluran Jenis Bahan Bakar Tertentu oleh Badan Usaha Pelaksana Penugasan pada Konsumen Pengguna Transportasi Kendaraan Bermotor untuk Angkutan Orang atau Barang.
“Adanya praktek penyalahgunaan semacam ini telah menimbulkan dampak buruk bagi masyarakat terutama pengguna BBM bersubsidi seperti angkot dan nelayan yang dirampas haknya oleh oknum tidak bertanggung jawab, serta mengakibatkan pula subsidi negara tidak tepat sasaran. Pertamina mengapresiasi langkah cepat kepolisian, Anak Perusahaan dan dukungan masyarakat sehingga upaya menindak oknum penyalahgunaan BBM bersubsidi tersebut berjalan lancar,” jelasnya.
Fajriyah menambahkan seiring dengan mulai pulihnya perekonomian dan pertumbuhan sektor industri, Pertamina semakin meningkatkan koordinasi dengan pihak aparat guna memastikan pendistribusian BBM bersubsidi berjalan aman dan sesuai peruntukannya.
Bahkan, imbuh Fajriyah, Pertamina melalui Patra Niaga, Sub Holding Commercial & Trading PT Pertamina (Persero) telah melakukan penindakan kepada 91 lembaga penyalur atau SPBU di seluruh Indonesia karena melakukan penyaluran Solar Subsidi tidak sesuai regulasi yang ditetapkan.
“Ini adalah bukti komitmen Pertamina untuk menjaga amanah Pemerintah dalam menyalurkan Solar Subsidi secara tepat sasaran,” tegas Fajriyah.