Hidup Baru

Monday, 20 April 2020

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

DAELPOS.com – Saya selalu ingat petuah ini –agar hubungan suami istri selalu harmonis.

”Jangan semua keputusan diambil oleh suami. Istri juga harus diberi wewenang untuk membuat keputusannya sendiri.” 

”Bukankah sebaiknya semua keputusan diambil bersama-sama?”

”Bukan. Yang seperti itu tidak akan memuaskan istri. Itu hanya seolah-olah keputusan bersama. Itu hanya demonstrasi kecerdikan suami seolah-olah sudah melibatkan istri. Padahal suami juga yang mendominasi. Berikanlah wewenang pada istri untuk memutuskan beberapa hal yang kecil-kecil.”                                      

”Yang kecil-kecil itu misalnya seperti apa?”

”Banyak. Misalnya keputusan membeli rumah, termasuk memilih lokasi. Juga keputusan membeli mobil, termasuk memilih merk. Biarlah istri yang memutuskan. Juga keputusan di mana harus menyimpan uang.”

”Lha yang keputusan besar seperti apa?”

”Banyak. Misalnya mengurus tegaknya demokrasi, tegaknya hukum dan bagaimana agar Covid-19 teratasi….” 

Itulah cara hidup baru setelah lockdown –apa pun istilahnya dalam bahasa lokal.

”Lho, apakah lockdown itu perlu?”

”Pertanyaan basi. Kenapa tidak ditanyakan 1 bulan lalu? Perlu.”

”Mengapa perlu?”

”Karena tidak semua orang disiplin.”

”Kalau semua orang bisa disiplin tidak perlu lockdown?”

”Tidak perlu.”

”Boleh ke mana-mana?”

”Boleh.”

”Boleh kerja?”

”Boleh.”

”Boleh jualan?”

”Boleh.”

”Boleh ke cafe?”

”Boleh.”

”Boleh ke pasar?”

”Boleh.”

Serba boleh. Asal kita bisa memulai ”hidup baru”. Yakni kalau semua orang sudah bisa disiplin.

Nama hidup gaya baru itu disebut ”disiplin”.

Termasuk disiplin jaga jarak.

Mudik pun boleh. Asal disiplin. Misalnya: jalan kaki.

Murah.

Dengan jaga jarak.

Jalan kaki dari Jakarta ke Ponorogo 14 hari. Tiba di Ponorogo tidak perlu isolasi lagi.

See also  Diklat Aktivis Mahasiswa: Pemimpin Mendatang Harus Lakukan Perubahan Radikal

Jadi hidup di tengah Covid-19 ini sebenarnya biasa saja. Yang diperlukan hanya perlu hidup cara baru.

Setidaknya sampai obat yang ditemukan itu bisa kita dapat.

Sampai vaksin yang ditemukan itu bisa memvaksinasi kita.

Setelah itu terserahlah. Mau hidup kembali ke gaya yang lama apa boleh buat.

Mau tetap dengan gaya baru Alhamdulillah. Bisa menjadi seperti orang Jepang? Bisa 75 persennya pun jadi.

Tapi bagaimana memulainya agar bisa membuat kita semua disiplin?

Memang sulit. Apalagi secara nasional.

Tapi bisa. Kan ada ilmu manajemen. Ada teknologi. TINGGAL menambah leadership.

Mungkin bisa kita mulai dari tingkat provinsi.

Mungkin juga masih sulit. Masih terlalu besar.

Maka mulailah per kota/kabupaten.

Masih sulit?

Mulailah per desa.

Masih sulit?

Mulailah per RT. Dan inilah yang kelihatannya mulai tampak. Banyak komplek perumahan sudah setengah ditutup untuk pendatang.

Sudah ada RT yang menerapkan prosedur baru.

Hidup RT! 加油!

Dan bagi kalangan bisnis hidup baru itu sebenarnya lebih mudah. Mulailah di masing-masing perusahaan.

Ciptakan sistem baru. Yang harus dipatuhi semua karyawan dan keluarganya. Mungkin ada karyawan yang tidak mau terikat sistem baru itu. Carilah karyawan lain yang mau. Masih banyak yang perlu pekerjaan. 

Departemen HRD di perusahaan itu harus mendapat beban tambahan. Sebagai panglima garis depan hidup baru.

Tahapannya dimulai dari pembuatan peraturan perusahaan: karyawan harus lockdown dulu di rumah masing-masing. Bersama keluarga.

Ciptakan sistem pelaporan –menggunakan teknologi masa kini yang murah itu– ke HRD. Isinya tentang pelaksanaan lockdown itu.

Harus ada laporan setiap hari. Misalnya ada berapa orang di rumah itu. Punya pembantu atau tidak. Pembantu tinggal di rumah itu atau tidak. Punya sopir atau tidak. Sopirnya tinggal di rumah itu atau tidak.

See also  Kemenkes Terbitkan Edaran Kewaspadaan terhadap Penemuan Kasus Hepatitis Akut

Dalam laporan harian ke HRD itu termasuk: siapa yang hari itu ke luar rumah. Bahkan HRD perlu menerapkan aturan: untuk keluar rumah harus minta izin perusahaan. Lewat sistem. Semacam apps internal perusahaan.

Kalau perlu setiap karyawan dan keluarganya dipasangi gelang elektronik. Biar keren. Seperti yang dipakai dengan cantiknya oleh Sabrina Meng, bos Huawei, di Kanada itu.

Atau bisa berbentuk gelang kaki seperti Marlena –primadona dalam ludruk yang gayanya kidas itu.

Juga harus ada aturan soal tamu. Maksud saya ada larangan terima tamu. Atau ada prosedur baru ketika ada tamu: tamu harus di luar pagar. Tuan rumah di dalam pagar.

HRD bisa melengkapi aturan yang lebih ketat.

Evaluasilah pelaksanaan aturan itu: apakah masih ada yang bolongnya.

Setelah 14 hari aman, semua karyawan boleh bekerja lagi. Berarti satu kantor/perusahaan sudah aman untuk bekerja kembali.

Tentu dengan bekerja gaya baru.

Hanya saja yang tugas ke luar kantor harus ada sistem pelaporan disiplin jaga jarak dan disiplin masker.

Manajer HRD pasti mampu mendapat beban tugas baru itu. Termasuk mengevaluasi di mana saja ”bolong” –nya sistem baru itu.

Misalnya teman saya di Jakarta ini.

Dia dengan bangga merasa aman. Sudah 100 persen lockdown di rumah. Bersama suami dan anak-anaknya. Pembantu juga tinggal di situ. Demikian juga sopirnya.

Aman.

”Apakah tidak ada orang lain lagi yang tinggal di rumah Anda?” tanya saya.

”Ada dua orang. Masih keluarga. Tapi di kamar terpisah. Di bagian belakang rumah,” jawabnya.

”Pintu masuk keduanya terpisah? Tidak lewat pintu rumah?” tanya saya lagi.

”Tidak. Mereka lewat samping,” jawabnya.

”Apakah dari kamar mereka itu ada pintu tembus ke rumah Anda?”

See also  Satpol PP DKI Imbau Pelaku Usaha Tetap Prokes

”Ada.”

”Pintunya bisa dibuka?”

”Bisa. Kan mereka harus ke dapur untuk masak atau ambil makanan.”

”Mereka tiap hari keluar rumah?”

”Iya. Mereka kan kerja.”

Itulah yang saya maksud ”lubang” itu. Yang harus diatasi oleh HRD tadi.

Lockdown lokal per perusahaan itu lebih mudah dilaksanakan. Itu karena bisa dilewatkan mekanisme peraturan perusahaan. Dengan sanksi yang biasanya ditakuti karyawan.

Keraslah dalam penegakkan disiplin ini. Tapi lembutlah dalam meningkatkan kesejahteraan.

Untuk masyarakat umum sulit melakukan itu.

Tapi apakah tidak bisa?

Bisa.

Lewat apa?

Paguyuban warga.

Dasarnya bukan peraturan. Tapi kesepakatan warga. Yang dipimpin oleh pak/bu RT. Dibantu tokoh informal di RT itu.

Saya tidak pernah menduga kalau jabatan RT menjadi sepenting ini. Lebih penting dari dirut perusahaan.

Sang dirut bisa mendisiplinkan karyawannya lewat peraturan direksi. Atau lewat plerokan mata pimpinan.

Tapi pak/bu RT harus lewat kearifan, keramahan, keteladanan, bimbingan, humor, dan leadership. Siapa bilang jadi RT lebih mudah dari menjadi dirut BUMN. Dalam situasi seperti ini.

Jadi restoran bisa buka. Kalau disiplin.

Gym bisa dibuka kalau ada pengaturan baru.

Kuncinya di disiplin.

Jepang bisa disiplin sendiri. Kita perlu didisiplinkan.

Ilmu manajemen –plus teknologi, plus leadership— kini berada di garis depan. (Dahlan Iskan)

Berita Terkait

Erick Efisiensikan Proyek Perbaikan Terminal Bandara Internasional Soekarno-Hatta hingga Rp 13 Triliun
Tahap I, 71.424 Peserta Lolos Seleksi PPPK Kemenag 2024
Diskon Listrik Januari Mulai Berlaku, Masyarakat Tak Perlu Buru-Buru, Beli Token Bisa Sepanjang Bulan
Kelemahan Riset OCCRP yang Jadikan Jokowi Finalis Pemimpin Terkorup 2024
Tinjau Pembangunan Tol Semarang-Demak, Menteri Dody: Target Selesai April 2027
Polda Metro Jaya Kerahkan 1.500 Personel Amankan Malam Tahun Baru di Jakarta
Kementerian Investasi dan Hilirisasi Ajak Investor Segera Sampaikan Laporan Kegiatan Penanaman Modal
Delapan Strategi Pemerintah Tingkatkan Pertumbuhan Ekonomi, Menteri PANRB: Transformasi Digital Salah Satunya

Berita Terkait

Thursday, 2 January 2025 - 18:07 WIB

Erick Efisiensikan Proyek Perbaikan Terminal Bandara Internasional Soekarno-Hatta hingga Rp 13 Triliun

Thursday, 2 January 2025 - 14:20 WIB

Tahap I, 71.424 Peserta Lolos Seleksi PPPK Kemenag 2024

Wednesday, 1 January 2025 - 22:02 WIB

Diskon Listrik Januari Mulai Berlaku, Masyarakat Tak Perlu Buru-Buru, Beli Token Bisa Sepanjang Bulan

Wednesday, 1 January 2025 - 11:02 WIB

Kelemahan Riset OCCRP yang Jadikan Jokowi Finalis Pemimpin Terkorup 2024

Wednesday, 1 January 2025 - 00:39 WIB

Tinjau Pembangunan Tol Semarang-Demak, Menteri Dody: Target Selesai April 2027

Berita Terbaru

Dari kiri - Kanan: Pelatih Petro Ayub Hidayat, asmen manajer PLN Ezra Gavrila, manajer Popsivo Kombes Yudhi Hery Setiawan, manajer Pertamina Widi Triyoso, manajer BJB Tahyan Iskandar, manajer Falcons Pipit Puspita Rini, asisten manajer Livin Adnan Husein.. / foto Istimewa

Olahraga

Semarang Jadi Pembuka PLN Mobile Proliga 2025

Thursday, 2 Jan 2025 - 16:59 WIB