DAELPOS.com – Mantan Komisioner KPU RI Wahyu Setiawan dan tim penasihat hukumnya diduga mendapatkan tekanan dan teror usai mengajukan Justice Collaborator (JC) sehingga berubah pikiran.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Kantor Berita Politik RMOL, salah satu tim PH Wahyu Setiawan diduga diteror oleh orang tak dikenal usai menyampaikan bahwa JC yang diajukan di persidangan juga akan mengungkapkan dugaan tindak pidana korupsi maupun kecurangan saat pemilu, baik pilkada, maupun pilpres kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dugaan tersebut semakin menguat ketika tim penasihat hukum Wahyu Setiawan yang lainnya mengeluarkan surat klarifikasi kepada wartawan bahwa pernyataan soal akan mengungkap dugaan kecurangan pilpres dan pilkada merupakan pernyataan pribadi salah satu tim penasihat hukum Wahyu. Surat itu membantah bahwa pengungkapan adalah pernyataan resmi dari Wahyu.
Bahkan, dalam surat tersebut disampaikan, salah satu tim penasihat hukum dicabut kuasanya oleh Wahyu.
Diduga hal tersebut terjadi setelah banyaknya desakan dari berbagai pihak agar KPK menerima JC Wahyu, sehingga dugaan perkara lain yang diketahui Wahyu dapat terungkap.
Menanggapi adanya dugaan teror dan tekanan tersebut, Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah menilai bahwa tidak mudah bagi Wahyu untuk mengungkap dugaan permufakatan jahat yang melibatkan kasusnya.
“Termasuk mengungkap dugaan kejahatan korupsi dalam pemilu dan pilpres 2019,” ucap Dedi Kurnia Syah, Kamis (23/7).
Karena, kata Dedi, dia tidak yakin jika Wahyu hanya terlibat kasus kecil, yakni kasus dugaan suap PAW Harun Masiku dan seleksi anggota KPU Papua Barat saja.
“Sulit dipercaya jika WS yang notabene sebagai komisioner terlibat kasus kecil, ini hanya soal puncak gunung es saja, sementara yang belum mengemuka sangat mungkin melibatkan elit-elit lain,” jelas Dedi.
Bahkan, Dedi pun menilai akan ada tafsir bahwa Wahyu maupun tim hukumnya mendapatkan tekanan karena secara tiba-tiba pernyataan diubah setelah mencuat ke publik.
“Tentu saja, itu hal mudah untuk ditafsir. Pilihannya sederhana, inkonsistensi WS dalam statemen hanya akan memunculkan dua hal, apakah dia berbohong, atau dia dalam tekanan hebat,” kata Dedi.
Dengan demikian, Dedi berharap adanya komitmen lembaga penjamin keamanan saksi, termasuk KPK agar dapat mengungkap apa yang diketahui Wahyu.
“Untuk itu, perlu ada komitmen lembaga penjamin keamanan saksi, termasuk KPK sendiri agar upaya WS menuntun penegak hukum untuk menelusuri kemana saja aliran uang korupsi, dan melibatkan siapa saja,” pungkas Dedi. (*)