DAELPOS.com – Penyidik Satuan Polisi Hutan Reaksi Cepat (SPORC) Kalimantan Timur Brigade Enggang, Seksi Wilayah II Samarinda, Balai Penegakan Hukum (Gakkum) LHK Wilayah Kalimantan bersama Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur, menyerahkan tersangka AR alias ABMR (35) penanggung jawab usaha Tempat Penampungan Terdaftar Kayu Olahan (TPTKO) UD Furqon, dan barang bukti kasus kayu ilegal ke Kejaksaan Negeri Samarinda (15/4). Dengan lengkapnya berkas perkara, maka kasus kayu ilegal TPTKO UD Furqon ini akan segera disidangkan.
Pengungkapan kasus kayu ilegal ini merupakan kerja sama yang terjalin baik antara Polda Kaltim, Kejaksaan Tinggi Kaltim, BPHP Wilayah IX Samarinda, dan Lapas Kelas 1 Samarinda.
“Kami ingin menyampaikan terima kasih kepada semua lembaga, dan individu yang sudah membantu kelancaran penyidikan kasus ini hingga selesai,” kata Kepala Balai Penegakan Hukum LHK Wilayah Kalimantan Subhan (16/4).
Barang bukti yang diserahkan yaitu 26.083 keping setara dengan 500,55 m3 kayu olahan pacakan kelompok kayu indah (ulin), dan kayu meranti, 1 truk Fuso bernomor polisi B9247TYX yang digunakan untuk mengangkut kayu ilegal, 3 unit brandsaw yang ditemukan berada di TPTKO UD Furqon, 1 dokumen nota angkutan kayu UD Furqon tanpa nomor dan tanggal, 1 dokumen nota angkutan kayu UD Furqon nomor 00034 SG/FQN-SMD/XI/2019 tertanggal 20 November 2019.
Pengungkapan kasus kayu ilegal ini, bermula dari operasi peredaran hasil hutan Tim Balai Gakkum Kalimantan di Kutai Barat Kaltim, Januari lalu. Hasil operasi mengindikasikan sejumlah kayu hasil pembalakan ilegal ditampung di TPTKO UD Furqon, yang beralamat di Jl. Niaga 1 RT 09, Kelurahan Simpang Pasir, Kecamatan Palaran, Kota Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur.
“Saat memeriksa lokasi UD Furqon, tim menemukan tumpukan kayu olahan jenis ulin, dan meranti berbagai ukuran dan bentuk, serta 3 mesin pengolahan kayu, yang berasal dari pembalakan ilegal. Setelah melalui serangkaian pemeriksaan, AR alias ABMR asal Balikpapan, ditetapkan sebagai tersangka pada tanggal 24 Januari 2020,” ungkap Subhan.
Penyidik menjerat AR alias ABMR dengan Pasal 12 Huruf e Jo. Pasal 83 Ayat 1 Huruf b dan/atau Pasal 12 Huruf k Jo. Pasal 87 Ayat 1 Huruf a dan/atau Pasal 19 Huruf g Jo. Pasal 95 Ayat 1 Huruf a, Undang-Undang No 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dengan ancaman pidana paling lama 15 tahun serta denda paling banyak Rp 100 miliar.
Terhadap kasus seperti ini, Dirjen Penegakan Hukum LHK Rasio Ridho Sani menegaskan para pelaku kejahatan lingkungan dan kehutanan jangan coba-coba untuk melakukan kejahatan ditengah pandemi covid-19.
“Kami tidak berhenti untuk mengawasi lingkungan dan kawasan hutan serta menindak pelaku kejahatan seperti ini. Mengingat besar dampak kerugian akibat perusakan hutan terhadap negara dan masyarakat. Pelaku harus dihukum seberat-beratnya. Kami juga akan kembangkan kasus ini, siapapun yang terlibat harus ditindak. Harus ada efek jera,” tegasnya.