DAELPOS.com – Menghadapi gelombang kedua pandemi Covid-19, Partai Demokrat mendorong Pemerintah untuk berani mengambil keputusan karantina wilayah (lockdown) Pulau Jawa.
Deputi Riset dan Survei Balitbang DPP Partai Demokrat Jibriel Avessina mengatakan, secara ekonomi, biaya karantina wilayah ini lebih murah ketimbang penerapan PPKM Mikro seperti sekarang, yang berpotensi memperpanjang masa krisis, sehingga fasilitas kesehatan terancam kolaps dan perekonomian tidak kunjung bangkit.
“Berdasarkan kajian kami, karantina wilayah se-Jawa dalam jangka waktu satu bulan membutuhkan dana 48 triliun rupiah. Ini realistis dan feasible, tinggal kita berani punya political will atau tidak, mengingat angka kasus baru Covid kian tinggi setiap harinya. Perlu terobosan kebijakan,” tegas Jibriel dalam diskusi Proklamasi Democracy Forum, Minggu (27/6)
Jibriel memaparkan, kebutuhan
anggaran 48 triliun ini didapat dari dana kebutuhan dasar sebesar 400 ribu rupiah untuk 80 persen penduduk Jawa atau setara dengan 121 juta jiwa.
Sedangkan Anggota Komisi XI DPR-RI Vera Febyanthy menilai Tim Ekonomi pemerintah telah kehilangan inovasi, dimana langkah-langkahnya hanya bagus di atas kertas, tapi tidak sesuai harapan.
“Kami melihat tim ekonomi pemerintah telah kehilangan inovasi. Semua langkah yang disampaikan dalam rangka pemulihan ekonomi dampak Covid-19 hanya bagus di paper (kertas). Implementasinya, tidak sesuai harapan,” demikian disampaikan Vera.
Vera menjelaskan, sejak Perppu No.1/2020 disepakati pemerintah dan DPR, keleluasaan pengelolaan anggaran negara ada pada pemerintah.
Ibarat baju besi yang dipakaikan untuk melindungi sampai kepada tidak bisa dituntut secara pidana apapun kebijakan yang akan diambil. Hingga lahirlah kebijakan anggaran Penyelamatan Ekonomi Negara (PEN).
“Kita di Komisi XI DPR-RI selalu mengingatkan kepada Menteri Keuangan dan anggota KSSK agar fokus kepada (penyelamatan) manusia. Realokasi anggaran untuk kesehatan lebih utama, ketimbang pembangunan infrastruktur yang masih bisa ditunda. Anggaran yang ada mampu untuk menyelesaikan problem kesehatan akibat Covid-19 ini,” kata Vera.
Kemudian, Ekonom UI Dr Fithra Faisal Hastiadi yang juga direktur eksekutif Next Policy mengungkapkan bahwa kebijakan karantina wilayah justru lebih hemat biaya ketimbang PPKM Mikro
“Pembatasan sosial atau lockdown di area Jakarta saja, jika dilihat skenario, diperkirakan dalam 14 hari , akan kehilangan 23 triliun, kehilangan nilai tambah perekonomian 17 triliun, kehilangan pendapatan keluarga hilang 5 triliun, unemployment sekitar 76.000 orang, tetapi ingat itu baru ongkos langsung jangan lupa ada juga yang kita hemat, ongkos infeksi, ongkos kehilangan produktivitas, ongkos rumah sakit, sehingga jika kita hitung semuanya ongkos dan savingnya kita masih bisa untung 1 triliun sehari,” jelas dosen FEB UI tersebut.
Fithra optimis pertumbuhan positif kuartal 2 tahun 2021 masih dapat diraih, jika ada intervensi kebijakan yang tepat.
“Karantina wilayah ini pilihan pahit jangka pendek, tapi efektif untuk menyelamatkan perekonomian jangka menengah dan panjang. Kita masih bisa ada peluang untuk tumbuh positif asalkan ada intervensi kebijakan yang tepat yang memadai,” tegas Fithra.
Pembicara lainnya Profesor Sulfikar Amir dari Nanyang Technological University, Singapura, juga menegaskan bahwa harus dilakukan langkah tegas yang merupakan keputusan politik menghadapi persoalan Covid-19.
Sulfikar Amir menyoroti tiga hal terkait dampak sosial dan ekonomi yang harus diawasi ketat terkait pandemi Covid-19 yang kembali melonjak, yaitu Vaksinasi, Pembatasan Sosial, dan Bio Survailans.
“Ketiga hal tersebut menjadi beban negara yang membutuhkan kompetensi, komitmen, empati, dan leadership untuk menuntaskannya. Jangan selalu melihat statistik naik-turunnya angka kematian. Jika sudah menyangkut nyawa, tidak ada bandingannya,” ujar sosiolog tersebut.
Diskusi yang mengambil tema “Kasus Covid-19 Melonjak, Perekonomian Rem Mendadak: Mencari Keseimbangan Baru?” dipandu oleh Deputi Balitbang DPP Partai Demokrat Syahrial Nasution.
Webinar ini juga dihadiri oleh Wakil Ketua Umum Demokrat yang juga anggota komisi XI DPR RI Vera Febyanthy, serta ahli sosiologi bencana Nanyang Technological University (NTU) Singapura Prof Sulfikar Amir, Ph.D.